Share

Mulai Mengenal Mereka

Di saat Mas Yogi fokus menyalakan komputerku, dia sekalian membantu merakit kursi yang akan kutempati. Di saat itulah Juki, Vino, dan Maxime datang mengunjungi ruanganku juga sambil membawa makanan.

“Hai, hai!” kata Vino masuk lebih dulu.

“Kalian sedang apa?” tanya Juki.

“Mas Yogi membantuku menyalakan komputerku!” jawabku.

“Kalian sendiri sedang apa ke sini?” tanya Mas Yogi sambil sibuk dengan alat-alatnya.

“Makan siang, lah!” jawab mereka berbarengan.

“Untukku?” kataku memastikan.

“Kalau mereka sudah di sini, ya berarti itu juga untukmu!” jawab Mas Yogi yang selalu blak-blakan.

“Kami juga membawakan untuk semuanya kok!” kata Juki.

Katanya mereka biasa makan di tempat mana saja, tetapi kali ini mereka ingin makan di ruanganku yang sempit ini. Aku tidak tahu mengapa, sepertinya mereka bertujuh ini membawa sihir padaku. Setiap bertemu dengan mereka, aku jadi seolah nyaman dan tenang. Padahal kami belum lama bertemu dengan mereka.

“Bolehkah kalian makan seperti ini di sini?” tanyaku heran karena melihat mereka baik-baik saja makan di tempat yang sempit bahkan sampai ada yang makan duduk di lantai.

“Bolehlah, memangnya kenapa?” jawab Mas Habi yang duduk di lantai.

“Dia mungkin berpikir kita selalu makan di tempat mewah” kata Mas Keyjo yang sambil makan dengan lahap.

“Kami itu makan di mana pun kami mau! Di tempat mewah, di tempat romantis, bahkan di tempatmu seperti ini!” kata Maxime menambahkan.

“Oh ya, apa kegiatanmu setelah ini?” tanya Vino.

“Menonton video kalian!” jawabku santai.

“Hah? Untuk apa?” tanya Mas Joni.

“Ya, karena aku merasa belum mengenal kalian!” jawabku.

“Daripada kamu membuang waktumu, lebih baik kamu ikut kegiatan mereka saja!” jawab Mas Yogi memberikan saran padaku.

“Nah, ide bagus! Kamu mau ikut nggak?” tanya Vino.

“Aku bahkan rela nyasar disaat olahraga demi tidak keluar berolahraga bersama Mas Joni! Ini kamu malah ngajak aku!” kataku mengeluh.

“Kamu nyasar?” tanya Mas Habi kaget.

“Lain kali nggak masalah kalau kamu ikut bersama kami. Toh, memang kamu ada project yang memang harus kamu kerjakan bersama kami!” kata Mas Joni menegaskan.

“Coba sini, aku pinjam ponselmu!” kata Vino tiba-tiba.

Tanpa banyak bicara, aku langsung memberikan ponselku. Aku tidak ingin mengharapkan sesuatu dari mereka, tapi mereka dengan senang hati menulis nomor ponsel pribadinya di ponselku.

“Kamu boleh menelepon kami dan jangan pernah kesasar lagi!” kata Mas Muhabi.

“Benar, Mbak Sheyki juga boleh memanggilku dan Mas Maxime kalau ada gangguan di luar! Aku dan dia pemegang sabuk hitam bela diri!” kata Si Bontot menyombongkan keahliannya.

“Aku juga bisa kok!” jawabku.

“Bisa apa?” tanya Mas Keyjo penasaran.

“Bela diri!” jawabku.

“Wah, benarkah? Baru tahu ada wanita hebat penulis naskah sekaligus bisa membela dirinya sendiri!” kata Mas Habi kagum padaku.

“Mbak tahu nggak, kita pakai baju olahraga ke sini, karena Mbak! Vino sejak pagi sudah bilang kalau Mbak mungkin akan pergi ke sini memakai baju olahraga karena tidak ingin terlambat! Jadi, bagaimana kalau kita sekalian latihan?” kata Maxime memberikan idenya.

“Ah, begitukah? Ok!” kataku mengiyakan.

Aku tidak tahu bahwa akan seperngertian ini padaku. Kukira memakai baju olahraga ke kantor adalah trend saat ini, ternyata itu karena mereka perhatian padaku. Padahal bagiku ini sudah sangat memalukan karena harus meeting pertama dengan pakaian seperti ini. Sebagai gantinya, aku menuruti kemauan mereka untuk latihan bersamaku.

“Jadi, bagaimana?” tanyaku pada mereka.

“Coba Mbak Sheyki tunjukkan dulu pada kami!” kata Juki yang sepertinya memang suka tantangan.

“Jangan, deh! Kasihan kalau sampai terkilir!” kata Vino mencemaskanku.

Tanpa banyak bicara langsung aku tunjukkan satu tendangan yang sudah lama aku tidak lakukan. Aku mendaratkan tendanganku pada sebuah samsak yang digantung di tempat gym mereka. Ketika itu, tatapan mereka bertujuh langsung kaget melihatku bisa melakukannya dengan baik.

“Wah, kurasa kamu bisa membuat kami semua jatuh cinta padamu!” kata Mas Habi sambil bercanda padaku.

“Gawat! Kalau begitu segera pilihlah sekarang, sebelum aku menaruh harapan lebih dalam!” kata    Mas Keyjo juga bercanda.

“Hmm...tidak bisakah aku mendapatkan kalian semuanya?” kataku juga bercanda pada mereka.

“Tidak boleh! Harus satu!” kata Juki yang masih terlalu polos sampai tidak bisa menangkap bahan bercandaan kami.

“Ya ampun, memangnya kalau aku memilihmu, kamu mau? Kamu mau denganku yang belum kamu ketahui asal-usulnya ini?” kataku pada Juki.

“Memangnya kamu kenapa? bagaimana asal-usulmu?” tanya Mas Joni serius.

“Emm...intinya tidak mudah aku menjadikanku sampai seperti Sheyki yang kalian kenal saat ini. Meskipun kalau dibandingkan dengan keberhasilan kalian, aku memang tidak ada apa-apannya!” kataku mulai mengenalkan diriku padaku.

Kebiasaanku adalah tidak akan menceritakan tentang hidupku kepada siapapun orang yang tidak tertarik mendengarkannya. Untuk itu, aku selalu menjelaskan sedikit demi sedikit pada mereka.

“Bagaimana Sheyki yang dulu?” tanya Mas Joni penasaran lagi.

“Sheyki yang dulu tidak punya teman seperti kalian! Sekarang, dia sudah punya walaupun hanya sekedar teman kerja!” jawabku tidak ingin mengungkit lagi masa laluku.

Aku tahu setiap orang pasti punya titik terendah hidupnya masing-masing dan aku tidak ingin aku merasa paling sedih dihadapan tujuh pria ini.

“Kami sudah membawakanmu makanan, mengajakmu main, mengijinkan tinggal di dorm kami, masa hanya dianggap teman kerja?” tanya Vino si tukang merajuk mirip member termuda.

“Vino benar! Aku dan Yogi bahkan sudah susah-susah memasakkan makanan untuk menyambutmu!” kata Mas Keyjo yang ikut-ikutan seolah mereka semua menerimaku sebagai teman di sini.

“Berjanjilah kalian tidak akan pernah menunjukkaan pada dunia kalau kalian memiliki teman sepertiku, baru aku akan menganggap kalian seperti temanku!” jawabku.

“Yah, mau bagaimana lagi kalau itu maumu! Padahal aku ingin berteriak keras kalau aku punya teman penulis hebat di sini!” kata Mas Habi menerimaku dengan tulus sebagai temannya.

“Benar, tidak peduli kamu tidak ingin ditunjukkan, kamu tetap boleh memanggil aku dan Juki kalau membutuhkan bantuan!” kata Maxime yang tiba-tiba jadi sangat perhatian.

“Mas Yogi, berikanlah sedikit kata-katamu! Kalau aku, selama dia mau berteman denganku yang tangannya perusak ini, aku tidak masalah kalau dia ingin jadi teman yang tidak ditunjukkan!” kata Mas Joni juga menerimaku.

“Aku bahkan sudah membantunya menyalakan komputer, merakit kursinya, haruskah aku berkata-kata lagi? Selama kamu tidak meminta tukar ruangan denganku, aku akan terus memasakkan makanan untukmu seperti aku membuatkan makanan untuk mereka!” katanya dengan ciri khas sikapnya.

Melihat reaksi mereka yang sangat baik padaku, aku jadi merasa beruntung pada Tuhan karena telah mendatangkan orang-orang baik padaku.

“Kalian juga boleh meminta bantuanku kapan saja dan di mana saja!” jawabku membalas kebaikan mereka.

“Kalau begitu bantulah tugasku semuanya!” kata Juki mulai lagi.

“Haha, ok!” jawabku mengiyakan.

Kami pun mengobrol banyak sampai pada akhirnya, mereka memaksaku untuk ikut mobil mereka dan mengantarku kembali ke dorm. Bahkan mereka sudah memutuskan urutan untuk membantuku dalam proses pembuatan naskah yang baik untuk mereka.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status