Share

8 — Insiden Mengerikan

Iveryne menoleh cepat, dia berjarak tiga puluh meter ketika bunyi ledakan muncul dari arah rumahnya, asap hitam mengepul mengelilingi rumahnya. Tergesa-gesa, kakinya mengantarkannya kembali ke rumah, ledakan dan benda berjatuhan makin jelas ketika dia ada di pekarangan.

“Tidak!” Yang membuat kakinya seketika lemas adalah ketika menaiki tangga, ketika kamar Nalaeryn kosong, perabot berserakan, dandelion beterbangan. Samar-samar, teriakan Nalaeryn sebatas ilusi.

“Hentikan … “ Kesadarannya di tarik paksa, Iveryne buru-buru bangkit, berlari lagi ke kamar ibunya. Estelle bersandar di dinding, menatap lurus ke arahnya sambil menggeleng, dan sosok hitam berada di depannya. Ibunya itu kelihatan berbeda, rambut perak bercahaya dan mata biru terang yang gemerlapan seindah batu safir.

Ketika sosok hitam berbalik ingin menatap sesuatu yang mengalihkan atensi Estelle. Iveryne merasakan sebuah tangan dingin menariknya ke sisi lain ruangan, pinggangnya di peluk erat dan mulutnya dibungkam tangan lain. Punggungnya bertabrakan dengan dada orang di belakangnya, yang berusaha menahan tubuhnya.

“Hentikan seluruh kegilaan ini, kalian memicu kekacauan.”

“Semua kacau sejak awal.”

“Ini tidak sebanding—”

“Semua ada harganya.”

Iveryne sibuk meronta hingga tidak fokus pada suara gemericing bersahutan, dia berkali-kali menyikut dan menendang, tapi orang di belakangnya tidak bergeming, dia bahkan ragu itu manusia. Dengan satu sikutan terakhir, Iveryne meraba pinggang celananya sendiri, menarik belati kasar, lalu menancapkannya di paha orang itu.

Desisan rendah itu lebih mengarah pada keterkejutan, daripada rasa sakit. Tidak ingin melewatkan kesempatan, Iveryne menarik tangan yang ada di mulutnya dan yang menahan pinggangnya, niatnya adalah membantingnya, tapi ketika menoleh, rasa kaget membuncah naik, saat membuka mulut, tidak ada suara yang keluar, kecuali desisan rasa sakit.

*****

Kesadarannya hilang.

Ledakan, teriakan.

Nala, Kakak!

Ibu!

Nafasnya terengah-engah, Iveryne buru-buru duduk, kain tebal yang di lipat jatuh dari dahinya, itu lembab. Tangannya terulur memeriksa dahi, rasanya cukup hangat. Tunggu! Dia … di kompres? Itu artinya demam? Tapi, sejak kapan? Otaknya memutar ingatan, peristiwa itu, apakah—orang demam terbiasa melantur, bermimpi hal-hal aneh.

Desisan keluar dari belah bibirnya, sakit di kepalanya masih belum reda, apa ini berarti dia sudah demam lama? Cahaya lembut matahari menyapa, kelihatannya masih sore. Menajamkan penglihatan, ini agak berbeda, rasanya … cukup aneh, seperti bukan—

“Kamu sudah bangun?” Iveryne tersentak, seorang lelaki masuk dengan santai sambil membawa mangkok. Tangannya refleks meraba pinggang, tapi nihil, tidak ada tanda-tanda belati. Menoleh ke arah nakas. Iveryne mengambil gelas kosong, mengangkat dengan mata tajam.

“Aku paham kenapa Reiger menyuruh memindahkan senjata.”

“Siapa kamu?” sentaknya tajam. “Dan … Reiger?” Lelaki itu gagal fokus antara wajah Iveryne dan gelas di tangan gadis itu, ancang-ancang ingin di lempar membuatnya meneguk ludah susah payah.

“Er … bisa bicara santai? Takutnya saat bercerita, kepalaku tiba-tiba bocor. Aku berniat baik ingin menggantikan kompres.” Mangkok kayu itu di letakkannya di atas meja yang agak jauh dari kasur Iveryne.

“Baik,” gumam Iveryne, gelas kosong itu kembali ke tempatnya, dengan tangan si gadis di sisi nakas, siap melemparkannya kalau-kalau lelaki asing di sebelahnya berniat macam-macam dalam waktu dekat.

“Sebelumnya, perkenalkan! Aku, Calix, empat belas tahun dan … lajang.” Kedipan nakal itu di tatap datar oleh Iveryne, juga uluran tangan Calix yang dilirik tanpa minat membuat lelaki itu kembali menarik tangannya, senyum sumringahnya pudar seketika.

“Ceritakan, di mana ini?” Calix melangkah maju dengan wajah senang, mendekati sisi kasur Iveryne, berniat mendudukinya, tapi sang pemilik mencegatnya. “Kamu, duduk di sana.” Dia menunjuk pada sofa panjang di sisi pintu, jarak mereka berkisar antara dua setengah meter.

“Kamu yakin bisa mendengar dari sana? Kelihatannya kasurmu lebih empuk—baik, baik! Aku duduk di sana, oke? Kita damai.” Calix tak punya pilihan selain mengangkat kedua tangan, mengisyaratkannya untuk tetap tenang, karena Iveryne benar-benar mengambil gelas itu lagi.

“Bicara, atau tidak sama sekali.”

“Tanyakan saja.”

“Bagaimana aku bisa berada di sini?”

“Itu … aku tidak tahu rinciannya, tapi tadi malam aku lihat Reiger dan Guru Ragon bicara, tidak terlalu tahu apa yang mereka diskusikan. Lalu Reiger menghilang, saat kembali, dia membawamu.”

“Siapa Guru Ragon?”

“Aregorn.” Calix menjawab, sepersekian detik setelahnya, dia menatap Iveryne rumit. “Informasi itu ... membantu?” lanjutnya karena gadis itu memandangnya dengan mata membelelak dan mulut ternganga.

Aregorn?

KSATRIA AREGORN?!

Apa-apaan ini? “Bukankah para Ksatria Aregorn di nyatakan gugur dalam perang berpuluh-puluh tahun lalu?” imbuhnya.

“Aku bukan peramal. Tanyakan saja pada guru Ragon kalau ingin tahu. Tapi jangan katakan pada Reiger atau Guru Ragon aku menguping pembicaraan mereka, oke?” Untuk bagian terakhir, dia menganguk acuh.

“Di mana, ini? Apa semacam kamp pelatihan?” Iveryne berpikir, apa ibunya yang mengantarkannya ke sini, karena cita-citanya dan Estelle kebetulan punya kenalan seorang Ksatria Aregorn ... terakhir.

“Kamp … pelatihan?” Menyadari tatapan penuh tanya mengarah padanya, Iveryne bisa menyimpulkan itu berarti, bukan.

“Bukan, eh? Jadi, di mana aku sekarang?”

“Suatu tempat di perbatasan. Kami lebih suka menyebutnya, Area Pertahanan. Ada Perpustakaan, Rumah, Kamar Mandi, Tempat Latihan. Lalu tepian danau indah, dan rumah kaca! Untuk keperluan pengobatan sebenarnya. Tapi jika kamu ingin menanam hal lain, bo—”

“Oke, cukup! Apa ada sesi perkenalan?”

“Untuk?”

“Nama dan tempat tinggal, lalu usia—”

“Omong kosong. Kamu langsung diterima, jadi, selamat datang di Area Pertahanan, Nona … kamu belum beritahu namamu.”

“Ryn.”

“Hanya Ryn?”

“Hanya itu yang perlu kamu tahu.”

“Kenapa?”

“Karena kamu tidak lebih dari orang asing.” Calix menatapnya penuh pengkhianatan, apa-apaan ini, orang asing katanya?!

Hei! Aku yang menyelamatkan hidupmu!

Sejujurnya Reiger, tapi ... aku mengobatimu!

Huh! Untung cantik.

“Hei, dengar, kita mungkin masih tidak saling mengenal, tapi semua yang diterima dalam lingkup Area Pertahanan adalah keluarga, mengerti?” Calix menunggu hal seperti ini, sebenarnya, karena dia cukup terobsesi menginginkan kakak perempuan.

“Satu pertanyaan lain.”

“Tanyakan, aku senang mendengar suaramu.” Calix menopang dagu dengan telapak tangan, menatap penuh binar pada gadis itu, walau kadang sulit membaca ekspresi yang dikeluarkannya.

Iveryne menatapnya rumit.

“Ibuku yang mengantarkanku ke sini?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status