Kehadiran helikopter tersebut justru membuat tubuh Sandra goyah, semakin banyak orang yang tahu akan masa lalunya hanya akan membuat ia semakin tidak berani mengambil keputusan untuk melanjutkan hidupnya sendiri.Tubuh goyah Sandra semakin membuatnya limbung, ia sadar bahwa setidaknya jika ia tidak berpegangan pada sesuatu ia akan jatuh ke bawah. Bagaimana pun caranya Sandra harus bisa mundur dari tempat tersebut.Hembusan angin yang di akibatkan oleh helikopter tersebut semakin membuat wajah mereka merasakan hawa dingin. Dari atas helikopter mereka semuanya bisa mendengar bahwa ada seseorang yang berada di dalam helikopter.“Kalau kau merasa tidak adil, mengapa harus bunuh diri? Apa kau tahu bahwa bunuh diri tidak menyelesaikan masalah? Tapi malah menimbulkan masalah baru, Sandra?” tebak laki-laki tersebut.Di dalam keributan yang di ciptakan oleh Sandra sendiri, ia juga berusaha untuk tegar. “Bukan urusanmu!” pekik Sandra.Kevin yang mendengar suara tersebut merasa tidak asing denga
Tania yang menunggu di depan pintu IGD bersama dengan Heru harus terus menerus mengontrol keadaan keberadaan Sandra. Tania melirik kepada Heru menanyakan apa yang sebenarnya sedang terjadi. “Paman, apa itu semua benar?” celetuk Tania.Heru menoleh kepada Tania dengan harapan bahwa Tania tidak akan mengusik kehidupan Sandra lagi. “Aku juga baru mengetahuinya tapi jika itu semua benar. Aku akan menuntut keadilan kepada pria tersebut,” aku Heru kepada Tania.“Bukan masalah itu, Paman, tapi kematian ayahnya.” Pernyataan Tania sontak saja membuat Heru terpana akan ucapan Tania. “Malpraktik? Siapa dokternya?” ujar Tania yang hendak ingin tahu kasus kematian ayahnya.Seperti kepingan puzzle yang perlahan demi perlahan mulai tersusun membentuk sebuah puzzle yang utuh membuat semuanya terlihat kemuka permukaan. Tania sendiri yang awalnya hanya terdiam perlahan kematian ayah Sandra membuatnya menjadi lebih menarik.Pembahasan mereka yang awalnya hanya berupa wacana berubah menjadi sebuah pembi
==Satu jam yang Lalu ==“Apa yang kalian lakukan?” tebak Bram.“Kami berusaha memastikan bahwa tidak ada media massa yang hadir pada kejadiaan saat ini,” lanjut laki-laki yang berambut pirang. Sementara itu Captain Bram menyentuh ujung meja berwarna putih tersebut.“Tutup semua akses polisi. Dan, setelah itu beritahu pihak heli untuk menjalankan helikopter kita akan ke rumah sakit tersebut,” perinta Bram.“Helikopter?” laki-laki tersebut mengulang pertanyaan yang sama.“Ya aku yang akan naik, pastikan heli sudah siap. Aku mau ke kamar mandi dulu,” ucap Bram yang memberikan solusi.Captain Bram masuk ke dalam toilet pria, ia menyalakan kran air dan membasuh mukanya, ia merasa segar setelah membasuh wajahnya dengan air mengalir. Rasa lelah dan capai berkurang walau ia hanya membasuhnya dengan air.Captain Bram melirik kepada jamnya, jam sudah menunjukkan pukul 15.00, ia sudah tidak tahan dengan kejadian yang menimpa Sandra. Dengan langkah gontai, Bram, melangkah masuk ke dalam ruang in
Indy yang akhirnya mengetahui kejadian tersebut keluar dari bangsal IGD menuju kasir untuk membayar sisa perawatan anaknya sendiri. Kevin hanya bisa meminta kepada ayahnya untuk menemaninya yang tengah sendirian.Aditya melihat putranya yang akhirnya terbujur sedih melihat anaknya yang harus di julidkan oleh Ibunya sendiri. “Ayah, aku minta tolong, hentikan Ibu. Aku tak ingin di jodohkan,” sahut Kevin.“Hahaha, Ibumu terlalu obsesi denganmu,” ujar Aditya.“Aahh, aku kesal dengan Ibu,” celetuk Kevin.Indy kembali setelah beberapa menit keluar dari ruang IGD, ia memberikan lembar biaya yang sudah ia keluarkan untuk Kevin kepada Kevin sendiri. “Ganti uangku,” judes Indy.Kevin sendiri hanya bisa memandang bolak balik antara ayah dan Ibunya sendiri, tangannya memegang bukti pembyaran rumah sakit tersebut yang sudah ia terima. “Aku menginap di sini saja,” ujar Kevin.Suster yang berada di dekatnya mendekatkan perlengkapan medis ke bed Kevin, ia melepas intravena yang melekat di punggung t
Vanda yang mendengarnya berusaha tegar dengan pertemuan yang ia barusan dengan tersebut, ia sendiri juga tidak mengetahui siapa orang tersebut yang mengata-ngatai temannya sendiri. Dia sendiri hanya ingin berfokus kepada masalah utama Sandra.Dengan langkah gontai, ia berjalan menghindari cafe tersebut, alam bawah sadarnya seakan berusaha untuk memperingatkannya supaya tidak kembali ke dalam cafe itu. Sekitar kurang lebih dua puluh menit dirinya berjalan menghindari cafe tersebut ia mengambil handphonenya.Tangannya mencari nomor kontak pilihan yang ia tuju untuk memberitahukan kepada Tania. Vanda menekan nomor kontak Tania, dari ujung telepon di sana ia menunggu untuk Tania mengangkatnya.Tania yang mendengar bahwa teleponnya berbunyi melihat kepada teleponnya untuk menjawab panggilan tersebut. “Vanda?” ucap Tania. Tania dengan segera mengangkat panggilan itu. “Halo, Vanda, kenapa?”“Kau ada dimana?” tanya Vanda.“Memang kenapa?”“Jawab saja kau ada dimana? Aku harus memberitahukan d
Mata Vanda memandang ke laki-laki tersebut. “Kau mengikutiku?” ucap Vanda. Pemuda tersebut menaikkan pundaknya dan tersenyum kepada Vanda. “Berikan aku dua senjata, aku perlu pelurunya juga,” sambung Vanda yang menginginkan pistol.Pemilik toko tersebut masih tidak ingin memberikan senjata api tersebut kepada Vanda, ia bersikekeh dengan pendiriannya. “Aku tidak bisa memberikannya kepadamu. Perlihatkan KTPmu kepadaku, aku ingin melihatnya,” ajak pemilik toko tersebut.Vanda memandang pemilik toko tersebut dengan tatapan sinis. “Astaga kau ini merepotkan sekali yaa,” ejek Vanda. Vanda akhirnya merogoh kembali untuk mengeluarkan KTP milik dirinya sendiri.Vanda menyerahkan KTP kepada pemilik toko senjata api tersebut. “Kenapa sesial ini ya hidupku?” katanya mengumpat kepada dirinya sendiri. Sementara itu pemilik toko memperhatikan Vanda.Vanda sendiri merasa tidak enak dengan pandangan pemilik toko tersebut kepada dirinya, “Kenapa kau memandangku seperti itu?”Pemuda yang masih berdiri m
Captain Bram yang melihat anaknya menerobos masuk ke dalam kantor polisinya sendiri, hanya bisa melihat tingkah anak perempuannya tersebut. Sementara itu Bram mengangkat tangannya dengan takut-takut. “Darimana kau dapat pistol itu?” tanya Bram.“Aku membelinya, ayah, awalnya aku tidak ingin menjadi polisi tapi ketika aku melihat hal ini terjadi kepada teman sekolahku. Aku berubah pikiran untuk menjadi polisi,” celetuk Vanda yang memberitahu.Vanda melepaskan Sandra, suasana yang awalnya tegang menjadi lebih rileks. Beberapa anak buah yang mendengar bahwa ia memanggil Bram dengan sebutan ayahnya tetap pada posisi bertahan mereka.Bram yang melihatnya berusaha untuk tidak terhanyut dalam suasan yang di ciptakan oleh anaknya sendiri. “Turunkan senjata kalian, ia hanya mengancam saja,” perintah Bram.“Tapi apa tidak masalah?”“Dia putriku,” ungkap Bram.Vanda mengikat rambutnya, ia sendiri juga tidak ingin melakukan hal itu. Dia sendiri saja tidak bisa menembak dengan tepat. “Sandra, aku
Kevin merasa bahwa ada yang merasa janggal dengan sikap Captain Bram terhadap ibunya Indy, ia menduga bahwa ada masalah di dalam keluarganya sendiri. Kevin akhirnya teringat akan perkataan yang di lemparkan Ibunya kepada dirinya sendiri.Kevin masih tidak mengerti dengan maksud perkatann Captain Bram. “Apa yang kalian bicarakan, aku tidak mengerti sama sekali,” ketus Kevin.“Aku masih perlu untuk menyelidikinya terlebih dahulu, setelah itu aku ingin membicarakan dengan dirimu secara baik-baik,” potong Bram.“Memangnya ada apa, Pak Bram?”“Kevin, kau tenang dulu jika sudah waktunya aku akan memberitahu kepada dirimu,” ajak Bram yang berusaha menenangkan Kevin supaya tidak terjadi kesalah pahaman.Kevin yang sudah di landa emosi berusaha untuk menenangkan dirinya tersebut, ia tidak ingin bahwa ibunya di gadang-gadangkan sebagai musuh di dalam selimut sementara mereka adalah keluarga.Bram berusaha memutar otaknya mencari solusi atas masalah yang ada di depan matanya sendiri. Dia memijat