Share

Izinkan Aku Menghalalkanmu
Izinkan Aku Menghalalkanmu
Author: Tie widya

Bab 1

"Aisyah." Sintya memanggil Aisyah sembari mendekatinya. "Aku kira, kamu tak akan datang. Kamu tahu, kamu sudah sangat-sangat telat."

"Bukankah acara belum dimulai?" Aisyah melihat ke sekeliling pelataran villa yang telah disulap dengan dekorasi lampu-lampu gantung kecil yang terpasang indah. Nampak hoop dari rotan yang terbungkus tanaman  merambat dengan lampu tirai yang telah menyala. Standing vase dengan bunga yang terangkai menambahkan aksen romantis.

"Acara memang belum dimulai. Tapi aku juga tak ingin melihat kamu seperti ini." Sintya melihat Aisyah dari atas ke bawah dan kembali lagi ke atas. "Kamu juga harus dandan dong."

"Oh. Tidak…. tidak…. tidak… " Aisyah menggelengkan-gelengkan kepalanya, sambil memundurkan badan. "Kamu tahu kan, aku paling anti dengan make up?"

"Untuk kali ini aku ingin kamu mau. No debat, ok." Sintya menarik Aisyah masuk kedalam villa dan masuk ke dalam kamar, dengan sedikit perlawanan dari Aisyah. 

"Ngomong-ngomong kamu udah pernah ketemu sama calon tunangan kamu?" Aisyah memandang lekat ke arah Sintya.

"Menurut, kamu?" Sintya balik bertanya.

Aisyah mengedikkan bahu. "Entahlah, tapi apa mungkin seorang Sintya mau dijodohkan kalau belum ketemu dengan pria yang akan menjadi pendamping hidup nya? Itu sangat mustahil." Aisyah tersenyum sambil menggelengkan kepala.

"Itu kamu, tahu jawabannya." Sintya tersenyum simpul.

"Mau tau dong, kaya apa si pria yang dipilihkan om Adam untuk Si Cantik ini." Aisyah sedikit menggoda Sintya.

"Sayang, kamu sudah siap?" Tiba-tiba Pak Adam masuk ke dalam kamar Sintya. "Aisyah sudah datang juga rupanya."

"Iya, Om Adam." Aisyah menjabat tangan dan mencium takzim punggung tangannya. "Om, apa kabar?"

"Om, baik Sayang." Om Adam memeluk erat tubuh mungil Aisyah, setelah melepaskan tangannya. "Kamu, sendiri bagaimana kabar?"

"Aku, kabar baik, Om." Aisyah melepas pelukan Om Adam, meski berada dalam dekapan Om nya sebenarnya membuatnya merasa aman, seperti dalam pelukan ayah nya.

"Syukurlah, kalau begitu." Pak Adam mengusap kepala Aisyah yang terbungkus jilbab coklat susu. "Cepatlah turun, keluarga calon tunanganmu hampir sampai," ucap Pak Adam sambil menatap wajah Sintya.

"Baik, Pa. Papa turin saja dulu nanti aku nyusul," jawab Sintya bersemangat, wajahnya nampak berbunga-bunga.

"Cepatlah, Papa tunggu di bawah," ucap Pak Adam cepat. "Maaf Om, tinggal dulu ya, Aisyah."

Aisyah tersenyum sambil mengangguk. "Iya, Om."

Sintya menoleh ke arah Aisya setelah Papa nya menutup pintu. "Ingat, kamu juga harus dirias. Kamu dengar kan, Papa sudah menyuruhku turun? Jadi kamu juga harus cepat bersiap. Aku akan turun kalau kamu sudah mulai dirias." Sintya memberondong, tak memberi celah untuk Aisyah berkata sepatah katapun. "Cepat mandi, jangan sampai aku kena marah Papa gara-gara kamu."

"Iya, iya," jawab Aisyah pasrah. Yang kemudian masuk ke kamar mandi.

Tak berselang lama Aisyah keluar dari kamar mandi. "Aku kira kamu tadi benar-benar sudah siap, Sin," ujar Aisyah sambil mendekati Sintya yang rambutnya tengah disanggul sederhana.

"Enak aja, ini acara penting, masa iya aku cuma pake dress midi." Sintya berucap sambil melihat Aisyah dari ekor matanya.

Sintya beranjak dari tempat duduk, dan merapikan sedikit kebayanya. Ia sudah siap dengan baju model kebaya warna lilac dengan sentuhan payet dan renda, yang dipadukan dengan songket warna ungu dengan kilauan perak yang terlihat mewah. Tak begitu glamour tapi sangat elegan.

"Sekarang giliran kamu, sayang." Sintya merengkuh bahu Aisyah dan mendudukkannya di depan meja rias. "Bajumu sudah aku, siapkan. Jadi, harus kamu pakai. Aku gak mau kamu tampil seenaknya di foto ku nanti," ucap Sintya sambil menahan senyum.

"Siap, sesuai perintah," jawab Aisyah dengan senyum manisnya, sambil memandang Sintya. 

"Aku turun dulu." Sintya melangkah menuju ambang pintu. "Aku tunggu kamu di bawah." Sintya kembali menghentikan langkahnya. "Dan satu lagi, cepat."

"Iya," ucap Aisyah singkat sambil menatap punggung Sintya yang menghilang di balik pintu. "Oh ya, Sin. Kamu belum jawab pertanyaan ku tentang calon suamimu."

Sintya menoleh ke arah Aisyah sambil melempar senyum simpul. "Yang pasti dia tampan."

"Dan kamu jatuh cinta pada pandangan pertama?" Aisyah memotong kalimat Sintya.

"Bukan aku yang jatuh cinta, tapi dia yang akan tergila-gila padaku," jawab Sintya sambil tersenyum nakal, dan pergi meninggalkan Aisyah.

"Dan dia masih tetap seperti dulu," gumam Aisyah sambil tersenyum simpul.

Tanpa waktu lama Aisyah sudah siap. Make up natural dengan gaun biru pastel dan jilbab putih yang menutup kepalanya. Sederhana, namun begitu mempesona.

Aisyah keluar dari kamar Sintya. Berjalan menyusuri ruangan menuju taman depan villa.

Semua mata menatap ke arahnya, dan membuat Aisyah sedikit tidak nyaman.

"Aku merasa seperti hantu yang menampakkan wujud," gumam Aisyah. "Lihat bahkan mereka melotot melihatku," ucap Aisyah sambil melihat orang sekitar dengan ekor matanya.

Aisyah cepat ke taman tempat acara berlangsung.

Ternyata acara sudah berlangsung dari tadi karena MC mengumumkan untuk acara tukar cincin. Aisyah terus memandang wajah Sintya, dengan rasa penasaran yang mendalam seperti apa wajah calon suami Sintya.

Aisyah hanya dapat melihat punggung sang pria. Hingga keduanya berbalik dan menatap ke depan. Tepat ke arah Aisyah.

"Mas Haikal?!" bisik Aisyah. Jantung nya tiba-tiba terasa berhenti berdetak. Aliran darahnya seolah tak mengalir lancar. Gemerlap lampu tak lagi nampak dalam pandangannya. Semua terlihat gelap.

"Aku tidak salah lihat kan? Atau mungkin ada dua orang yang begitu mirip di dunia ini?" bisik hati Aisyah menenangkan diri. "Apa ini? Apa semua ini nyata? Yang ada di depanku?"

Aisyah masih tak percaya dengan apa yang dia lihat. Dalam hati masih berharap jika pandangannya itu salah. Hanya mimpi, yang ketika dia bangun semua akan kembali baik-baik saja.

Matanya mulai berkaca-kaca. Ada sakit yang teramat dalam di hatinya. 

"Akan ku sematkan cincin yang kamu pilih di jari manismu, dan disaksikan oleh semua anggota keluarga kita." Semua kalimat manis yang Haikal ucapkan masih terdengar nyata di telinga Aisyah.

Aisyah mundur perlahan, dia tak tahu apa yang sedang dia rasa kali ini. Meninggalkan tempat itu mungkin lebih baik untuknya kali ini.

"Aisyah!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status