Share

5. Berani Lawan?

“M-Mas Dewo?”

Amira terpaku saat pulang dari klinik bidan tempat biasa ia cek kandungan. Pulang-pulang disuguhi pemandangan di mana dua insan berlainan jenis tanpa sehelai benang sedang adu fisik penuh peluh dan nafsu setan.

Air mata Amira luruh tanpa komando. Dewo benar-benar gila. Ia bermain kuda-kudaan dengan wanita lain di kamar pribadinya dengan sang istri. Cepat-cepat dua insan yang diliputi gairah itu menarik selimut.

“A-Amira?” Dewo tampak gugup. Wajahnya pias dan pucat seperti mayat. “B-bukannya kamu mau menginap di rumah ibu setelah cek kandungan?”

Amira tak bisa mengucapkan kata-kata. Hatinya benar-benar remuk dihajar realita di depan mata. Saat ia dan janinnya harus berjuang dengan kondisi kehamilan yang lemah, Dewo malah bermain gila di rumah kontrakan mereka.

“Mas Dewo ... aku udah basah, Mas. Ayolah ...,” desah wanita di samping Dewo dengan tak tahu malu.

Dapat Amira pastikan, bahwa keduanya belum sampai dipuncak yang ingin dituju. Terlihat dari wajah Dewo yang masih diliputi gairah, tetapi kalah dengan semesta yang seperti tak memberinya restu untuk menjelajah.

Dewo menatap wanita di sampingnya dan Amira secara bergantian.

“Ternyata benar ucapanmu, Sayang. Istrimu kucel dan gemuk, seperti buntalan kentut,” ucap si sundal, lalu tergelak. “Tapi ... badan sesubur itu kenapa kandungannya lemah, ya?”

Napas Amira kian naik turun mendengar ucapan wanita jalang itu.

“Hai, Mbak. Dewo bilang, kandunganmu lemah dan ia tak bisa sewaktu-waktu melepas hasratnya yang menggebu. Jadi ... izinkan aku membantumu. Bagaimana?”

Air mata Amira berdesakan keluar dari muaranya. Ia  memejam sesaat, dan segera balik badan tanpa mau mengotori mulutnya untuk menyumpahserapahi keduanya. Amira harus menggadaikan rasa sakit hatinya demi kesehatan diri sendiri dan janinnya yang tak tahu apa-apa.

Belum juga keluar dari pintu ruang utama, lenguhan, desahan, dan teriakan bak petir yang meluluhlantakkan hati Amira. Dewo benar-benar biadab. Dia lebih memilih lanjut bergumul dengan si jalang daripada mencegah istrinya pergi setelah memergokinya.

Tangis Amira pecah di dalam taksi online yang ditumpanginya. Sopir taksi hanya bisa melihat dari kaca tengah sembari menatap iba. 

***

“Jangan sentuh calon istri saya!”

Dewo menoleh pada lengan yang dicekal, lalu menatap pria muda yang mencekal lengannya itu. Sementara jantung Amira semakin berdegup kencang mendengar kalimat yang dilontarkan Arsyil kepada mantan suaminya.

“Calon istri?” ulang Dewo.

“Yap!” jawab Arsyil mantap.

Amira seperti mendapatkan wangsit yang turun seketika dari pesawat satelit. Sebuah lampu berpijar di luar kepalanya, pertanda ide bagus sudah mampir untuk menyemarakkan suasana.

Jika dulu Amira hanya diam saat melihat pengkhianatan Dewo di depan mata, kini ia pun ingin balas dendam dengan cara yang elegan. Melihat wajah tampan dan tubuh proporsional Arsyil yang bak personil boyband K-pop, Amira yakin kalau Dewo akan mundur alon-alon.

Amira mendekat dan bergelayut di salah satu lengan Arsyil. “Sayang udah pulang?” tanyanya lembut dan mesra.

Arsyil sempat kaget, tetapi bisa menguasai keadaan. Bibirnya tersenyum penuh arti.

“Mancing gue lu, Mbak? Okeh, siapa takut?” ucapnya dalam hati.

Camera ... roll ... and action!

Tak mau melewatkan kesempatan dalam keberuntungan, tiba-tiba saja Arsyil mengecup lembut kening Amira.

Cup!

Amira membeku.

“Kalau kamu udah ketemu aku, berarti aku sudah pulang, Sayang,” ucap Arsyil sembari menatap Amira penuh cinta. “Kenapa? Udah kangen, ya? Hm?”

Amira tersenyum canggung seperti malu-malu meong, padahal dalam hati ingin rasanya ia mengumpat, sebab Arsyil sudah berani mencium keningnya. Ditambah sok mesra pula dengan bertanya Amira kangen apa enggak. Huwek!

Namun, saat ini mereka sedang cosplay jadi muda-mudi yang tengah dimabuk asmara. Apalagi ada Dewo yang masih menatap keduanya dengan tatapan tak percaya. Bisa-bisanya Amira dapat daun muda? Pikir Dewo.

“Kamu enggak bosen, Yang?” tanya Arsyil.

“Hah? Bosen kenapa?”

“Cantik terus tiap hari.”

Amira pura-pura tersipu digombali seperti itu. “Bocil ... awas lu ntar!” umpatnya dalam hati.

“Ah, kamu bisa aja,” jawab Amira sembari mengelus lengan Arsyil dan sedikit mencubit kulit putih itu.

Arsyil merasa bahwa ia tengah mendapat ultimatum. Namun, Arsyil cuek saja. Kapan lagi bisa main drama romansa dengan wanita pujaannya? 

“Tunggu!” Akhirnya Dewo bersuara. “Jangan-jangan kamu bisa secantik ini karena uang yang aku kirim buat Gala, iya?”

Mata Amira membola mendengar tuduhan mantan suami yang ditujukan untuknya. Beberapa pasang mata dari pengunjung kafe mulai mengarah pada mereka. Ada pula yang mengarahkan kamera ponsel. Amira biasa saja, sebab yakin tujuan kamera gadis-gadis itu pastilah Arsyil, bukan kegaduhan yang diciptakan oleh Dewo.

“Uang dari kamu? Dua juta tak tentu dan kirim suka-suka kamu? Kadang dua bulan sekali, tiga bulan sekali. Jangankan untuk aku. Untuk Gala saja nominal itu kurang, Dewo!” jawab Amira tegas. Tak lagi menambahi panggilan ‘Mas’ di depan nama lelaki itu. Tak sudi. Emas mahal.

“Apa kamu tahu berapa harga skincare, outfite, dan multivitamin kesehatan untuk menunjang semua penampilan aku saat ini? Inget, Dewo. Dua juta tak tentu waktunya, bukan dua puluh juta setiap bulan!” tambah Amira dengan kilat amarah di matanya.   

Dewo terlihat malu, sebab merasa direndahkan di hadapan umum. Sementara Arsyil masih menunggu dia akan take action di bagian mana lagi.

“Kamu, kan, tahu sendiri pekerjaanku apa? Mana ada aku dua puluh juta untuk Gala dalam satu bulan?” lirih Dewo.

“Makanya enggak usah sok. Pakai nuduh aku cantik gara-gara uang dari kamu. Buat beli serum badan aja kurang.”

Amira pura-pura hidup hedon. Padahal botol handbody yang sudah habis isinya pun akan dibelah pakai pisau cutter, karena ternyata lotion yang masih menempel di wadahnya lumayan banyak. Maklum, Bun, single mom.

Hanya saja ia pintar merawat diri dengan perlengkapan body care harga standar. Toh, kulitnya memang kuning langsat dari sononya, wajahnya pun ayu. Hanya memang saat mengandung Gala, hormon kehamilan membuatnya terlihat kusam.

“Aku janji bakal ngasih lebih buat anak kita, Mir.”

Amira menelengkan kepala. “Anak kita?”

“Iya, Gala anak kita berdua, kan?” Dewo melirik Arsyil seolah-olah menegaskan bahwa ada anak di antara dirinya dan wanita yang diakui Arsyil sebagai calon istrinya.

Amira tersenyum kecut. “Jangan pernah tunjukin wajah kamu di hadapan anakku!”

“Kenapa? Karena aku miskin, iya?” Dewo pun seakan menarik simpati pengunjung kafe untuk menjadi pendukung kubunya. “Atau karena calon suami bocilmu ini?”

Arsyil mulai on fire untuk take adegan selanjutnya.

“Apa yang bisa kamu banggain dari bocah kecil seperti dia, Amira?” Dagu Dewo sedikit terangkat menunjuk Arsyil. “Paling uang jajan juga masih minta mamanya.”

Arsyil mengeluarkan ponsel dengan logo apel yang digigit sedikit. Dia mengutak-atik benda pintar itu, hingga beberapa detik terdengar notifikasi mobile banking dari ponsel Amira.

“Cek ponsel, Sayang,” ucap Arsyil sambil mengelus rambut cokelat Amira. “Aku udah transfer sedikit buat kamu mandi susu bear brand.”

Cepat-cepat Amira membuka ponselnya. Seketika matanya membola. “D-dua puluh juta?”

Arsyil mengangguk, sedangkan Dewo melongo.

“Dua juta vs dua puluh juta. Berani lawan?” tantang Arsyil dengan senyum miring penuh kemenangan.  

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status