Share

Berharga Dan Tak Ternilai

Hujan rintik-rintik dan alunan lagu slowrock Malaysia menemani selama perjalanan menuju tujuan tempat wisata berikutnya, yaitu Ciater. Yang berada di kota Subang. Dia mengendarai mobilnya pelan-pelan dengan kecepatan 60/km. Ketika sudah setengah jalan hujan mulai turun lebat, dia menurunkan kecepatannya dari 60/km menjadi 40/km. Kedua putri dan pembantunya sedang berada di alam mimpi.

"Pernah juga kau pinta perpisahan aku sangkakan itu hanyalah gurauan ..." senandungnya dalam hati, seketika bulir-bulir bening tak terasa menetes membasahi kedua pipinya karena terlalu menghayati dan meresapi lagunya. Kemudian teringat saat berpisah dengan ayah dari kedua putrinya, dan kejadian-kejadian saat dilabrak oleh istri-istri para costumernya, sungguh sangat memilukan hatinya.

Dalam hatinya ia ngedumel dan berkeluh kesah, tentang nasib dirinya sekaligus hidupnya.

"Kenapa jadi begini hidup aku? Kenapa dulu dia lebih memilih warisan orangtuanya? Terus kenapa aku jadi perusak rumah tangga orang sekarang? Tapi itu bukan salahku, mereka yang datengin aku, kok jadi acak-acakan gini ya hidup aku? Tapi untuk menghidupi kedua anakku terpaksa aku harus begini. Kalau gak ada kedua anakku, gak tahu lagi apa yang sudah terjadi sama aku. Mungkin saja aku sudah bunuh diri, gak sanggup menghadapi semua cobaan dan prahara yang menimpaku, pengen mati saja rasanya! kenapa, kenapa, dan kenapa? Ah entahlah. Tapi aku bersyukur, kedua malaikat kecilku ikut aku, mereka adalah harta yang paling berharga dan tidak ternilai untukku. Terserah orang mau ngomong apa dan menilai apa tentang aku, yang penting kedua anakku hidup dengan layak, senang, berkecukupan, tidak kurang satu apa pun." sesekali dia melirik ke arah kedua putrinya.

Huft! Hela nafasnya berat berulang kali.

Diambilnya tisu, dia menyeka air mata di kedua pipinya dan cairan bening yang keluar dari hidung mancungnya.

Putri bungsunya ngelilir, melirik ke arahnya dengan matanya yang masih setengah tertutup.

"Are you oke, mih?" tanyanya.

Sontak dia kaget mendengar suara cempreng tapi lemas dari sampingnya, seketika dia menoleh lalu mengelus-ngelus kepala dan wajah mungil malaikat kecilnya.

"Wake up ya baby, what u want?" ia bertanya balik.

Sambil sesekali menoleh ke depan, tidak ada jawaban lagi. Dia melirik lagi ke arah putrinya. "Dia tidur lagi." dia kembali fokus menyetir lagi.

Tapi dia jadi kefikiran, "kok tuh bocah nanyanya begitu ya? Emang dia denger tadi aku nangis? Padahalkan aku nangisnya gak bersuara, hmm." dia merasa heran dan bingung sendiri, ia ngelirik ke arah anaknya.

"Ah, ya sudahlah." dia berdecak, geleng-geleng kepala.

Sore menjelang malam ...

Setelah menempuh perjalanan beberapa jam dengan kecepatan yang bisa dibilang santai, karena hujan yang cukup lebat, akhirnya sampai juga ke tempat wisata yang di tuju, villa pemandian air panas Ciater.

Pembantunya mulai membawa barang -barang dari bagasi mobil ke dalam, dan membereskannya untuk keperluan selama di villa. Flower dan kedua putrinya sedang menunggu air panasnya penuh, di pinggir kolam air panasnya sembari memainkan airnya saling menyipratkan.

"Ganti bajunya dulu ya, sayang," perintahnya.

"I don't want mih," sahut putri pertamanya, sembari membuka semua bajunya.

"I don't want too mih," sambung putri keduanya.

"Well well well, okay." dengan suara lemah, tidak kuasa melarang kedua putrinya kali ini. Mereka berdua langsung masuk ke kolam air panasnya, bercanda ria.

Akhirnya dia mengikuti kedua putrinya, hanya pakai bra dan cd g-stringnya. Tidak memakai baju berenang yang tadi sempet beli dadakan sekalian beli oleh-oleh khas Bandung. Dia pun berendam di kolam air panas dan memejamkan kedua matanya, menikmatinya.

"Ah, enaknya berendam air panas setelah seharian ajak anak-anak muter-muter Bandung tadi, akhirnya jacuzzi juga." ucapnya dalam hati.

"Bi Minah ..." serunya dengan suara lantang.

"Saya, bu bos!" dia langsung mendatangi majikannya.

"Ada apa, bu bos?"

"Berendam sini sekalian, seger nih. Sudah bereskan rapihin barangnya?" dengan mata yang terpejam.

"Siap bu bos. Bentar saya ganti baju dulu." tersenyum lebar melihat ke arah Alana dan Alena yang sedang mainan air.

Flower hanya berdehem.

Bergegas bi Minah mengganti bajunya dan masuk ke kolam air panas, berendam sekalian menjaga kedua putri bu bosnya. Majikannya yang cantik dan baik.

Setelah selesai berendam air panasnya, mereka kembali ke ruang tengah dan duduk santai sambil menonton tv, tidak bisa duduk santai di luar masih hujan lebat. Diambilnya sebatang rokok sampoerna merah dari bungkusnya, lalu dibakar dan dihisapnya dengan ditemani sebotol kopi goodday capuccino.

Dibuka ponselnya, ada pesan line dari Si Andra, menanyakan chat istrinya yang mengancam. Discreenshootnya chat istri kekasihnya itu lalu dikirimnya.

"Sudah aku kirim ya sayang, maaf baru sempat bales." dia sisipkan stiker dengan mata memelas.

Saat ini yang ada di pikiran dan hatinya, semua hanya tentang kedua putri kembar tercintanya. Bagaimana caranya agar mereka berdua dapat hidup dengan baik dan layak. Walaupun dia harus berjuang sendiri sebagai single parent. Biarpun harus dilabrak istri orang sampai ribuan kali, di hina, caci maki, dia tidak perduli. Dia sudah kebal dengan itu semua meski kadang menyakitkan dan sangat menusuk hati. Tapi semua itu tidak sebanding dengan kenyataan getir saat dia harus berpisah dengan pria yang tak lain sang ayah dari kedua putrinya yang tercinta. Sebenernya dia tidak memikirkan untuk membina rumah tangga kembali untuk saat ini, tapi jika Allah SWT berkehendak lain dia tidak bisa menolaknya. Nasib masih bisa dirubah tapi siapa yang bisa merubah takdir? saya? anda? kalian? wallahu alam.

Karena Alana, Alena dan bi Minah sudah tidur cukup lama waktu di mobil, malam itu mereka bertiga bergadang sampai pagi menonton tv, main hp sembari ngemil. Tidak dengannya yang langsung tepar, setelah tidak lama balas chat pria berkepala plontos yang basicnya humoris.

Dinginnya di pagi itu sampai terasa menusuk ke tulang belulang setelah kemarin hujan semalaman, padahal sudah jam delapan. Bi Minah sedang menyiapkan sarapan seperti pesan majikannya sebelum tidur, meskipun hanya buat sarapan instan, bubur ayam instan rasa ayam bawang dan soto, kopi dan susu.

Dengan suara pelan sambil memeluknya, kedua putrinya mencoba membangunkannya.

"Mih, wake up for breakfast."

Dia ngelilir sambil memeluk balik kedua putrinya, masih dengan mata yang tertutup.

"Morning my baby, what time now?" tanyanya dengan suara lemas.

"Eight, mih." sahut mereka serempak.

Mereka berdua langsung menciumi pipinya, keningnya, wajahnya semua diciumi abis sampai dia membuka matanya. Terus menciumi balik kedua putrinya, mengawali pagi ini dengan canda dan tawa. Bi Minah tersenyum lebar melihatnya.

Semua aktifitas dari berendam air panas lagi, sarapan, telah selesai dan hari sudah menjelang siang. Sebelum berangkat pulang ke Jakarta mereka berempat duduk di kursi yang ada di teras villa, hanya untuk menikmati suasana perkampungan yang asri, udaranya masih segar dan bersih, jauh dari kata polusi. Flower sudah pasti sembari merokok, ngopi, dan mengecek ponselnya. Banyak pesan yang masuk dan panggilan telepon yang tidak terjawab, saat membuka pesan line yang masuk ada beberapa yang membuatnya terkejut, dia menggeleng-gelengkan kepala dan tak berhenti mulutnya berdecak.

"Mereka masih saja kirim chat yang menghina, mengancam apa mereka gak ada kerjaan? sibuk banget kayanya mereka. Iya sibuk, sibuk urusin aku huh! Disuruh datengin aku gak mau tapi terus saja chat bla bla bla ... Malas aku ladeninnya toh bukan salah aku. Suami mereka sendiri yang datang aku cuma tahunya kerja cari duit. Mereka boking di room aku temenin minum, nyanyi, joget, kalau ada yang ngajak ngamar ya aku ngamar, kelar! Rejeki gak boleh di tolak ya kan, terus salah aku gitu? Dasar nenek-nenek gayung! Coba mereka yang di posisi aku." gerutunya kesal, ia memejamkan matanya dan menarik nafas dalam-dalam.

Huft! Hela nafasnya berat berulang kali.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status