Ternyata bukan dari istrinya Si Plontos Andra saja, tapi banyak lagi yang labrak. Dia pikir labrakan yang sudah lama sebelum istrinya Si Andra serta tiga istri costumernya yang lain, tidak akan mengiriminya pesan yang menghina dan mengancam lagi. Tapi ternyata mereka semua yang lama belum anggap masalah dengannya kelar, labrakannya berubah menjadi teror bukan hinaan dan ancaman lagi. Sadis!
Di lain sisi... Si Andra jadi memikirkan apa yang akan di lakukan oleh istrinya yang bernama Puspitasari, jika mengetahui dia masih menjalin hubungan dengan janda beranak dua itu. Dia sudah berumah tangga dengan istrinya selama lima belas tahun dan dikaruniai empat orang anak lelaki. Istrinya berprofesi sebagai seorang bidan.Andra pun bimbang, gelisah, khawatir, pokoknya perasaannya campur aduk. Dia tidak bisa memutuskan hubungannya dengan wanita beranak dua itu, tapi di sisi lain dia juga tidak mau terjadi hal-hal yang buruk terjadi pada istrinya. Dia tidak bisa tidur sejak membaca chat yang dikirim Flower semalam. "Apa yang harus aku lakukan? Aku mencintai Si Okem, tapi aku juga sayang sama istriku. Aku berniat serius bahkan aku ingin menikahi Si Okem, belum apa-apa malah sudah begini. Takutnya, istriku melakukan hal-hal di luar nalar." dia stress memikirkannya, sembari sesekali ngomong sendiri dengan koleksi mainannya di ruang kerjanya.Huft! Hela nafasnya berat berulang kali. Kalau pria plontos itu bilang. "Mendingan ngomong sama robot-robot koleksi mainan aku. Mau aku marah, sedih, senang, susah, nangis, ketawa, mau jelas mau gaje kek, biarpun gak tahu juntrungannya, mau ngomong kaya gimana kek, mereka semua tetap diam, gak ada yang komplain!"Pria yang menarik dan unik bukan? Yah seperti itu lah dia, sebagian temannya bilang dia pria yang hilang akal alias tidak waras. Tapi kalau menurut Flower, dia pria yang sangat menarik. Karena dari semalam belum juga ada balasan chat dari Flower, membuatnya semakin gelisah dan khawatir. Dia chat sekali lagi sebelum meneleponnya."Lagi apa Okem sayang? Di mana nih?" langsung dia kirim. Getar dari ponselnya di kantong celana jeansnya sontak membuatnya kaget."Eh!" Dia mengambil dari kantongnya, terus membuka aplikasi hijaunya."Oh, dari kekasih aku." bibirnya yang tipis menyiratkan senyum simpul, dia langsung membalasnya meminta dia untuk meneleponnya. "Kalau sudah sampai apartemen nanti aku mampir deh, hati-hati ya nyetirnya Okem sayang. muah!" ucapnya setelah ngobrol panjang lebar tinggi luas kuadrat, ia menutup teleponnya. Begitu juga wanita betawi sunda itu."Semua akan baik-baik saja, Flower." batinnya. Huft! Hela nafasnya berat.Sebelum turun hujan lagi dia menyalakan dan memanaskan mesin mobilnya, dan meminta bi Minah membereskan semua barang-barang ke dalam bagasi. Lalu mereka pun meninggalkan villa pemandian air panas Ciater. Beberapa jam berlalu, mobilnya sudah masuk tol Jakarta dan seperti biasa, jalannya macet parah. Apalagi ini hari terakhir cuti Idul Fitri atau Lebaran, banyak yang kembali ke kota besar untuk kembali beraktifitas mengais rejeki. Setelah pada pulang mudik untuk berkumpul dengan sanak saudara dan keluarga besarnya.Tengah asik bersenandung mendengarkan radio kesayangannya kisfm, tiba-tiba putri pertamanya nyeletuk. "I wan't pipis, mih." dengan wajah meringis, nahan kebelet.Tanpa ba bi bu, ia langsung meminta bi Minah mengosongkan satu botol minum aquanya yang besar. "Untuk sekarang, karena situasi dan kondisinya lagi begini, pipis di botol saja ya sayang. Mana ada toilet di jalan tol, rest area masih jauh, dede juga kalau mau pipis nanti di botol juga ya. Ntar ceboknya pake tisu basah saja." jelasnya dengan lemah lembut.Alana dan Alena hanya menganggukan kepalanya. Dalam hatinya berkata. "Untung di mobil aku sediain tisu biasa sama tisu basah. Selalu ada kata 'untung' ya kan." dia mengerlingkan matanya.Urgent gini mah belaga gila saja ya kan. Mana mungkin malaikat kecilnya disuruh buang air kecil di pinggir jalan, muke gile. Segini macet panjang, parahnya amit-amit. Di tambah cuaca panasnya minta ampyun, oh my god! "Bi Minah, kemaren di kulkas masih banyak stoknya?" tanyanya, pembantunya menoleh ke arahnya setelah selesai urus Alana."Eh, tinggal dikit lagi bu bos." sahutnya. "Oh, oke."Dilirik jam tangan yang dipakainya di tangan kanannya, "setengah dua, kalau bermacet-macet rianya lewat dari magrib besok saja belanja buat dapur sama kulkasnya, cape saja hadeh!Padahal cuma duduk doang di mobil, tapi kenapa bisa cape juga ya?Perlu meluruskan punggung dan kaki rasanya." ia ngedumel sembari menurunkan kaca mobilnya sedikit, dibakar sebatang rokok sampurna merahnya. Mobil maju sedikit-sedikit sampai jam lima lewat lima belas menit, keluar tol nya sesudah magrib. Rencana belanja untuk dapur dan lemari es ditunda besok, karena dari keluar tol ke apartemen yang ia tempati kalau tidak macet saja bisa sejam. Ternyata sudah keluar tol masih macet juga!Perjalanan hari ini benar-benar sangat melelahkan! Sesampainya di apartemen elitenya yang berlokasi di kawasan Sunter Jakarta Utara, sekitar jam sembilan malam. Dia langsung pergi ke kamarnya menjatuhkan badannya ke singgasana peraduannya, meluruskan punggung dan kakinya, ia menggeliatkan tubuhnya yang berbody biola!"Aih, kenapa enak sekali kalau kita nguliat ya?" gumamnya, dia pun tertidur dalam hitungan menit. Kedua putrinya tidur di kamar mereka sendiri yang ada di sebelah kamarnya, bi Minah melakukan tugasnya sebelum tidur.Belum tersadar dari alam bawah sadarnya, Andra sudah nongolin batang hidungnya ke apartemen, ia sudah menunggu sekitar setengah jam di ruang tamu sembari menikmati sebatang rokok sampurna merahnya, di temani segelas kopi torabika susunya. Tok! Tok! Tok!"Masuk." Ceklek..."Bu bos, ada pak bos di ruang tamu, sudah ada kali setengah jam." jelas bi Minah pelan. "Hemm."Bi Minah langsung keluar dari kamar tidurnya. Flower beranjak dari singgasana peraduannya, merapihkan dan menjepit rambut panjangnya, melangkahkan kakinya ke ruang tamu. Seketika dia berhenti sejenak di dekat lemari bupet besar yang ada di ruang tengah, mengintip dari belakang bupet sembari mendengarkan percakapan Si Andra dengan kedua putrinya yang penuh canda tawa.Matanya berkaca-kaca, tidak terasa bulir-bulir bening membasahi kedua pipinya, "andai Si Andra adalah ayah kandung mereka, pasti kedua anakku akan sangat bahagia, sayangnya itu cuma khayalan semu." batinnya, dia terharu melihat suasana di ruang tamu siang itu. Kemudian dia menyeka air mata di kedua pipinya dengan telapak tangannya, sembari menyenderkan punggung dan kepalanya di bupet, dia menarik nafas dalam-dalam.Huft! hela nafasnya berat berulang kali. "Hey, sudah lama?" sapanya basa-basi, Andra menoleh ke arahnya tersenyum lebar."Baru, kalau ibarat pohon tuh pohon sudah berbuah, sudah berguguran daunnya, sudah tumbang lagi, sudah tumbuh lagi tuh pohon." candanya, membuatnya dengan kedua putrinya tersenyum lebar. "Bisa ae," dia duduk di ujung sofa."Om Andra baik, terus om Andra kocak juga mih." celetuk putrinya yang kecil, sambil gelendotan di punggungnya. Mendengar celetukkan putrinya tentang pria plontos yang berstatus suami orang itu, bibirnya tersenyum simpul. Namun raut wajahnya menyiratkan kekhawatiran. Diambilnya bungkus rokok sampurna merah milik Andra lalu dia keluarkan sebatang, dibakar dan dihisapnya."Bi Minah tolong bikinin saya kopi sekalian bawa sini oleh-oleh yang kemaren beli di Bandung." serunya dengan lantang, dia langsung membuat kopi goodday yang majikannya biasa minum. "Kopi kebangsaan Si Bu Bos." kalau kata bi Minah. Ketika bi Minah menyediakan kopi majikannya sekaligus oleh-olehnya di meja."Kenapa gak disediain cemilan oleh-olehnya bi?" tanyanya datar. "Tadi sudah saya tawarin bu bos tapi pak bos gak mau masih kenyang katanya." dia menundukkan wajahnya, tangannya memegang baki nampan."Oh seperti itu ya sudah." ucapnya, bi Minah kembali ke dapur melanjutkan pekerjaannya. "Gimana mudiknya? Lama juga ya kamu pulang kampungnya aku tahun ini gak mudik lagi repot." Andra sebenarnya bete Flower mudiknya lama."Gimana gak lama dua kampung dari ujung ke ujung pertama ke rumah mamah dulu terus baru ke rumah papah dari Banten ke Bandung kan berlawanan arah tuh mana huj
Film kartun Rapunzel dimulai Alana dan Alena sangat bersemangat sampai mata mereka berdua tidak berkedip, mulutnya tidak berhenti mengunyah popcorn mereka berdua duduk di tengah-tengah. Sebelum masuk duluan ke dalam bioskop dia menyuruh bi Minah untuk membawa mereka berdua ke kamar mandi biar tidak bolak-balik karena mau buang air kecil.Meski pun sudah punya buntut dua dia pribadi masih suka nonton kartun. Pria bertubuh kekar itu menempelkan telapak tangannya mengusap wajah wanitanya, "Serius amat nontonnya." seketika dia menoleh ke arahnya dengan bibir yang mengerucut, dia mencubit kecil pahanya dan melanjutkan kembali nontonnya."Aw, pedes banget tangannya padahal cubitnya kecil." wajahnya meringis, dia mengusap-ngusap pahanya. "Anak sama emak sebelas dua belas sudah punya buntut dua juga masih doyan kartun, dasar!" batinnya, pria berumur tiga puluh lima tahun itu geleng-gelengkan kepalanya.Akhirnya
Matanya menatap langit-langit sebelah tangannya ia simpan di kepalanya menutupi bagian dahinya pikirannya melanglang buana memikirkan sampai kapan ia harus menjalani hubungan seperti ini dengan pria yang membuat setiap wanita luluh, kasmaran bila mendengar suaranya yang mengandung getar-getar asmara sehingga membuat semua wanita jatuh cinta kepadanya. Kadang ada kalanya ingin mengakhiri semua tapi dia selalu tidak mampu dan merasa berat hati tidak ingin melepasnya dan kehilangannya.Dia sontak kaget ketika kedua putrinya menghampirinya segera ia membuyarkan lamunannya. "What u doing (lagi apa) mih?" tanya putrinya yang besar, mereka berdua menindih tubuhnya."Eh beratnya anak-anak mimi." dia langsung memeluk kedua putrinya. "Kan mamamnya banyak biar sehat." sahut putri kecilnya, dia mencubit pelan pipi keduanya.Mereka langsung merubah posisinya kembali duduk tangannya merangkul pundak kedua putrinya me
Film kartun Rapunzelnya lima belas menit lagi sudah mau kelar, tiba-tiba putrinya yang kecil Alena langsung berdiri dan mukanya meringis."Mih pengen pipis." badannya digoyang-goyangnya. Seketika dia langsung berdiri menggendong putri kecilnya berjalan cepat ke luar bioskop ke kamar mandi takut anaknya tidak bisa nahan. Dia pun sekalian buang air kecil kamar mandi belum terlalu penuh jadi gak harus antri. Kemudian dia menggendong kembali putrinya ke dalam bioskop. Sekembalinya dia dari kamar mandi tidak lama filmnya selesai.Dari kursinya dia menoleh ke kursi sebelah dan kursi sebrang tempat sahabat-sahabatnya duduk. "Kita keluarnya belakangan saja yak." serunya lantang matanya melirik ke arah pintu keluar.Semua sahabat-sahabatnya mengangguk dan mengacungkan jempol kanannya ke arahnya saat semua sudah keluar bioskop dan tinggal mereka orang mereka beranjak dari duduknya berjalan pelan ke luar bioskop.
Kepalanya sudah sedikit pusing dia merebahkan badannya di sofa dan memejamkan kedua matanya sembari ngedumel sendiri dalam hatinya. Marah, cinta, cemburu, bete, galau, gundah gulana, bimbang, kangen, perasaan jadi tak menentu bercampur aduk semua menjadi satu."Ada apa dengan dia? Kadang dia ngangenin, kadang dia ngeselin, kadang dia konyol, kadang dia manja, kadang dia lembut, kadang ngebetein banget bikin badmood tapi kalau sudah dateng romantisnya ... Bikin meleleh! Ah entahlah! Suka bingung sendiri ngadepinnya tapi satu hal yang aku tahu dan aku suka darinya dia tidak pernah berbohong! Dia tidak pernah menutupi hal sekecil apa pun tentang sesuatu dan segalanya dariku. Then i feel like he so complette me with his love." gerutunya, dia menarik nafasnya dalam-dalam. Huft! Hela nafasnya berat berulang kali.Matanya membelalak melirik kanan kiri seketika ia merubah posisi badannya kembali duduk dia raih gelas yang tinggal berisi seteng
Alana tiba-tiba membisikkan sesuatu ke kuping sebelah kirinya Alena, ia hanya angguk-angguk mendengar omongan yang dibisikkan. Setelah selesai membisikkan sesuatu Alena menoleh ke arahnya tersenyum lebar dan mengacungkan kedua jempolnya ke arahnya lalu mereka berdua mengadukan kedua telapak tangan mereka hingga menimbulkan suara atau kita lebih mengenalnya dengan istilah tos!Pembantunya mengerutkan dahinya dengan raut wajah heran melihat putri-putri majikannya di sofa."Apa yang dibisikkin nona besar ke nona kecil? Ah gak ngerti deh saya sudah siang nih waktunya buat mereka makan siang!" batinnya, bi Minah kembali ke dapur menyiapkan makan siang untuk anak-anak majikannya. "Non besar non kecil sudah waktunya makan siang." seru bi Minah sembari menata meja makannya. "Oke bi." sahut mereka berdua serempak. Alana melirik jam di dinding. "Sudah setengah satu ayo kita mamam siang dede." ia menggandeng sebelah tangan
"Sama-sama non besar alhamdulillah kalau non besar sudah baikan." ia menyudahi pijitnya menutup kembali baju anak majikannya, ia tersenyum lebar. Alena pun tersenyum lebar ia merasa senang kakak kembarannya baik-baik saja.Sehabis mengurusi anak majikannya yang besar ia beranjak dari sofa berjalan ke arah meja makan dan membereskan bekas makan kedua putri majikannya dan langsung mencuci piring. Alena berpindah posisi duduknya ke samping kakak kembarannya lalu memberikan buah apel hijau kepadanya yang baru saja dia ambil di lemari es sebelumnya. "Thank you my lovely sister (terima kasih adikku tercinta) kalau kaka minum tolak angin nanti rencana kita gagal dong. Inget jangan bilang mimi kalau tadi kaka masuk angin, oke!" matanya menatap tajam ke arahnya dengan mulutnya yang menggigit buah apel hijaunya."Oke tapi benerkan kaka sudah gak masuk angin lagi sudah sembuh? Dede gak mau kaka sakit." tanyanya memastikan sembari mengunyah apel hijaunya, wajahnya penuh kekhawati
"Ya sudahlah tapi ini yang terakhir ya minta nonton Rapunzelnya nanti kalau sudah keluar vcdnya mimi belikan tapi nanti kaka minum tolak anginnya pas mau masuk bioskopnya ya terus pake jaket ya." dia merentangkan kedua tangannya dan tersenyum simpul, kedua putrinya langsung memeluknya erat. "Jangan nakal jangan bikin mimi marah jangan bikin mimi khawatir ya mimi cuma punya kaka sama dede di dunia ini mimi gak mau kaka sama dede kenapa-kenapa apalagi kalau sampai kalian berdua sakit memang mau lihat mimi sedih?" ucapnya lemah lembut sembari membelai-belai rambut dan punggung kedua putrinya, mereka berdua duduk di paha kanan kirinya. Mereka berdua hanya mengangguk dan menggelengkan kepalanya mendengar celotehan miminya.Kedua putrinya mencium kedua pipinya bergantian dia pun menciumi pipi kedua putrinya dan memeluk erat mereka berdua. Kemudian dia melirik ke arah jam di dinding. "Bi nanti siapin mereka dua jam lagi ya jam lima sore n