MasukDi tengah kilatan cahaya lampu-lampu bandara yang gemerlap, Dira dan Arga menyusuri lorong menuju pesawat yang akan mereka tumpangi. Dira, dengan rambut cokelatnya terikat rapi di belakang kepala, menyeringai pada Arga yang mengikuti di belakangnya dengan tas jinjingannya.
"Dira, besok kita landing di Surabaya, kan?" tanya Arga sambil mengatur posisi koper di tangannya.
"Ya, benar. Lagi-lagi Surabaya," jawab Dira sambil menggelengkan kepala. "Rute yang sama terus, rasanya seperti kita sudah tinggal di sana saja."
Arga tertawa kecil. "Tapi kan itu artinya kita bisa mengunjungi tempat-tempat favorit kita di sana lagi."
"Sudah bosan, Arg. Apa yang seru di Surabaya selain makanan enak?" Dira menghela nafas. "Kita butuh sesuatu yang berbeda, sesuatu yang bisa menghibur kita."
"Tapi apa?" tanya Arga sambil melirik sekeliling, mencari inspirasi.
Sebelum Dira bisa me
Kisah ini bercerita tentang Seorang asisten rumah tangga atau disingkat ART bernama Mirna usia 33 tahun. Ia seorang janda kembang di kampungnya, dengan tubuh padat berisi kulit putih berwajah manis membuat setiap para lelaki di kampungnya begitu tergila-gila padanya.Namun, hanya satu laki-laki yang bisa mendapatkannya yaitu Idris seorang juragan kambing di kampung Minra. Itu pun karena Mirna dijodohkan oleh kedua ortunya, sayangnya Idris mata keranjang sehingga setelah menikah dengan mirna ia kerap kali berselingkuh dengan beberapa perempuan di kampung itu.Mirna pun akhirnya ta tahan dan meninta cerai setelah baru menikah 2 tahun dengan Idris. Setelah itu Mirna hijrah ke jakarta dan menjadi ART di sebuah rumah mewah milik pasangan pengusaha yaitu Benson dan Jenna.Tuan Benson seorang pria usia 35 tahun gagah berwajah putih bersih dengan jenggot lebat namun tetap memancarkan ketampanan, sehingga banyak perempuan yang te
Sementara itu, di sebuah resort mewah di pinggir pantai yang indah, Arga dan Dira menikmati momen bahagia mereka sebagai pasangan yang baru saja menikah. Mereka merasa seperti terjebak dalam dunia yang hanya mereka berdua yang ada, dan setiap momen bersama terasa seperti surga di bumi.Saat matahari terbenam di ufuk barat, Arga dan Dira berjalan berpegangan tangan di tepi pantai yang sepi. Pasir putih di bawah kaki mereka terasa hangat dan lembut, sementara ombak yang menggulung dengan tenang di depan mereka menambah suasana romantis."Dira, kau tahu, aku sangat mencintaimu," kata Arga dengan lembut, matanya penuh dengan kehangatan.Dira tersenyum manis, matanya bersinar dengan kebahagiaan yang tak terbendung. "Aku juga mencintaimu, Arga. Lebih dari apapun di dunia ini."Arga menarik Dira ke dalam pelukannya, mencium lembut bibirnya yang manis. Mereka terdiam sejenak, menikmati keintiman dan kehangat
Joko menatap Sarah dengan kebingungan. "Tapi bagaimana aku bisa mengatakan jujur padanya? Apakah dia akan bisa menerima kenyataan ini?"Sarah merasakan kekhawatiran yang sama, tapi dia tahu bahwa mereka harus menghadapi kenyataan yang ada. "Kita harus berani mengambil langkah ini, Joko. Kita tidak bisa terus membiarkan hubungan ini menghancurkan kehidupan rumah tanggamu."Joko mengangguk setuju, merasakan beban berat yang ada di pundaknya. Mereka berdua tahu bahwa mereka harus mengakhiri semua ini sebelum semuanya terlambat.Setelah beberapa hari berlalu, Joko akhirnya memutuskan untuk berbicara dengan Susi. Mereka duduk bersama di ruang keluarga, ketegangan terasa di udara."Susi, ada sesuatu yang ingin kami bicarakan denganmu," ujar Joko dengan suara yang gemetar.Susi menatap mereka dengan kebingungan. "Ada apa, Mas Joko? Apakah ada yang salah?"Joko menel
"Joko? Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Sarah dengan suara yang bergetar.Joko menelan ludahnya, mencoba menemukan kata-kata yang tepat. "Sarah, maafkan saya, tapi aku tidak bisa menahan perasaanku lagi. Aku ingin ... aku ingin menjadi dekat denganmu."Sarah terdiam sejenak, matanya memancarkan perasaan bingung dan ragu. Dia tahu bahwa ini adalah kesalahan besar, tapi dia tidak bisa menahan lagi keinginannya untuk menjadi dekat dengan Joko."Ayo masuk," kata Sarah akhirnya, membuka pintu lebih lebar.Mereka masuk ke dalam kamar Sarah, di mana ketegangan dan kegairahan menyelimuti mereka seketika. Sarah menutup pintu dengan perlahan, matanya tidak pernah meninggalkan pandangan Joko."Malam ini, aku hanya ingin menjadi milikmu," bisik Joko, suaranya penuh dengan kerinduan dan keinginan.Sarah tersenyum tipis, merasakan kebahagiaan yang tak terlukiskan di d
Di tengah kilatan cahaya lampu-lampu bandara yang gemerlap, Dira dan Arga menyusuri lorong menuju pesawat yang akan mereka tumpangi. Dira, dengan rambut cokelatnya terikat rapi di belakang kepala, menyeringai pada Arga yang mengikuti di belakangnya dengan tas jinjingannya."Dira, besok kita landing di Surabaya, kan?" tanya Arga sambil mengatur posisi koper di tangannya."Ya, benar. Lagi-lagi Surabaya," jawab Dira sambil menggelengkan kepala. "Rute yang sama terus, rasanya seperti kita sudah tinggal di sana saja."Arga tertawa kecil. "Tapi kan itu artinya kita bisa mengunjungi tempat-tempat favorit kita di sana lagi.""Sudah bosan, Arg. Apa yang seru di Surabaya selain makanan enak?" Dira menghela nafas. "Kita butuh sesuatu yang berbeda, sesuatu yang bisa menghibur kita.""Tapi apa?" tanya Arga sambil melirik sekeliling, mencari inspirasi.Sebelum Dira bisa me
Dalam suasana malam yang hening, Joana dan Barry kembali berusaha untuk menumbuhkan kembali cinta di antara mereka yang belakangan semakin terasa hambar. Mereka duduk di ujung ranjang, wajah-wajah mereka mencerminkan rasa kekosongan yang dalam. Mereka mencoba memulai percakapan, mencari titik terang di antara bayang-bayang yang semakin tebal."Barry, aku rindu pada kita," ujar Joana dengan suara serak.Barry mengangguk, tetapi matanya terlihat kosong. "Aku juga, Joana. Tapi kenapa rasanya semakin sulit untuk kita menghubungkan diri?"Joana menggigit bibirnya, mencoba menemukan kata-kata yang tepat. "Aku tidak tahu, Barry. Mungkin kita butuh waktu untuk mencari kembali keintiman yang hilang."Barry menatap istrinya dengan ekspresi campuran antara penyesalan dan kebingungan. "Tapi bagaimana kita bisa mendapatkan kembali apa yang sudah hilang jika kita terus seperti ini?"Joana meng







