Share

Part 6

Author: Manda Azzahra
last update Last Updated: 2022-07-03 03:28:40

6

Aku menelan ludah. Si brengsek ini benar-benar pintar memanfaatkan keadaan dan mencari kesempatan. Aku melotot, mendongak agar dia tahu aku marah. Namun sayang, pandangannya hanya lurus ke depan tanpa menoleh ke arahku.

Dasar licik.

Nyonya kaya raya itu berpikir sejenak. Napas dihembus secara perlahan. Lalu tersenyum sinis menatap kami.

"Begitu lebih baik. Gadis jalanan sepertimu memang pantasnya bersanding dengan preman seperti dia. Kalian sangat cocok. Jadi jangan lagi bermimpi yang bukan-bukan." Tarikan di sudut bibirnya membuat hatiku terasa sakit. Entah kenapa.

Wanita itu kembali melirik tajam ke arahku. Lalu pergi begitu saja meninggalkan kami.

Leherku sampai memanjang untuk memastikan bahwa mobil Alphard miliknya sudah menjauh, membawanya pergi dan tidak terlihat lagi.

Dengan cepat aku melepaskan diri dan mendorong tubuh Ren agar menjauh. Namun tentu saja kaki jenjangnya tak bergeser sedikitpun. Terpaksa aku mengalah dan harus mundur. Aku mengusap bahu dan juga bagian tubuhku yang bersentuhan dengannya. Merasa tidak terima dengan sikapnya yang berlebihan.

"Cari kesempatan!" pekikku. Dia hanya tersenyum, sembari membenarkan letak topinya.

        ~~~~

Aku kehilangan jejak. Daryan seolah hilang ditelan bumi. Sudah satu minggu ini tak ada kabar darinya. Pesan yang kukirim pun masih saja bercentang dua abu-abu. Dia sama sekali tak membacanya.

Jujur, ada sesuatu yang hilang di sudut hati. Ini adalah konsekwensi yang harus kubayar karena menerima ide gila Daryan. Aku harus siap kehilangan teman, yang bahkan belum lama aku kenal.

Teringat saat pertama kali ide gila itu tercetus dari mulutnya.

"Rasanya aku ingin mati saja, Yan. Hidup pun percuma jika seperti ini terus. Aku lelah menghadapi hutan-hutang Ayahku. Lunas yang satu, ada lagi yang lain. Bahkan surat rumah sampai dia gadaikan pada rentenir itu. Padahal hutang yang lama pun belum semua aku bayar." Aku mengeluh sambil mengacak rambut, frustasi.

"Pakai uangku saja. Bisa kau bayar kapan-kapan." Dia menyeruput bubble drinknya.

"Lalu apa bedanya dengan hidupku yang sekarang?" Aku memainkan layar ponsel dan menscroll postingan-postingan dari beranda f******k yang lewat.

"Tapi aku tak akan menagih dengan kejam. Aku juga bukan rentenir."

"Aku hanya ingin bebas dari hutang. Kepalaku rasanya mau pecah jika ingat akan angka-angka sialan itu."

"Kalau begitu aku saja yang bayar. Kau tahu sendiri uangku sangat banyak. Tidak perlu kau ganti."

Aku tertawa kecil. Anak orang kaya yang satu ini selalu berbicara tanpa memikirkan perasaan orang lain. Menganggap semua hal terlihat sepele. Dia pikir ratusan juta itu sedikit. Bisa diberikan dengan cuma-cuma tanpa rasa bersalah dari si penerima. Aku hanya menggeleng.

Kini mataku tertuju pada postingan sebuah akun. Menarik. Jika aku melakukan hal serupa, mungkin dalam waktu dekat aku bisa mendapatkan uang dengan cara yang mudah.

"Yan."

"Hem."

"Menurutmu, aku ini menarik, tidak?" Tiba-tiba saja aku ingin tahu pendapatnya.

Daryan mengamati wajahku, kemudian matanya turun menyusuri bagian dadaku. Dia menelan ludah sampai di sana.

"Hish!" Aku mendesis saat sorot matanya terlihat liar. "Dasar mata keranjang."

"Tidak sama sekali."

"Apanya yang tidak? Kau pikir aku tidak tahu pikiran kotormu itu, ha?"

"Maksudku, kau tidak menarik sama sekali."

Heh? Dia bilang apa?

Sebentar saja wajahku basah akibat semburan bobanya saat aku mengatakan ingin open BO di sosial media. Aku putus asa, hingga tak ada cara lain yang bisa mendapatkan uang seratus lima puluh juta dengan mudah. 

Harus berapa tahun lagi aku hidup dalam teror seperti ini. Jumlahnya tidak main-main. Uang yang harus aku bayar untuk menebus surat rumah dan juga hutang-hutang sebelumnya.

"Kau tidak menarik. Dadamu rata. Hargamu pasti murah. Jual aku saja."

Dengan bodohnya aku mengagguk, mengiyakan. Mataku tak berkedip mendengar rencana konyol yang ia tuturkan. Aku pikir semuanya tak masuk akal. Tapi mengingat rencana gilaku untuk menjual diri tadi, kurasa tak ada salahnya menjadi gila sekali lagi.

"Ingat, ya. Dua minggu lagi. Belajar akting, seolah-olah kau takut kehilanganku. Jangan berhenti sampai di angka satu Milyar. Aku ini anak kesayangan. Uang keluargaku jauh lebih banyak dari itu."

        ~~~

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • JERAT CINTA SANG RENTENIR   Part 92 (Ending)

    Satu minggu sebelum pernikahan, Daryan muncul di ruko yang kini sudah menjelma menjadi kafe. Dimana orang-orang Ren yang bekerja, kini berpakaian rapi hingga menutupi tato-tato yang ada di tubuh mereka.Tak ada pegawai wanita di sini. Ren tak ingin aku tiba-tiba merajuk dan mendiamkannya karena tak sengaja melihatnya berbicara dengan mereka, meski hanya untuk urusan pekerjaan.Aku mengulum senyum mendengar keputusannya."Aku bukan pesuruhmu! Tanpa kau minta pun aku sudah menjaganya sejak dulu." Ren berucap lantang, saat Daryan bilang mengikhlaskan, dan memintanya menjagaku.Aku yang duduk di samping Ren hanya terdiam. Setidaknya Daryan tak lagi membahas tentang apa yang dia lakukan di rumahnya waktu itu. Dan Ren juga menepati janji untuk duduk dan berbicara baik-baik, tanpa ada lagi perkelahian.Dia tak perlu melakukan itu. Karena apa pun yang terjadi, Daryan tak akan mungkin bisa merebutku lagi.Daryan menghabiskan "strawberry boba" racikan

  • JERAT CINTA SANG RENTENIR   Part 91

    Aku kembali memasuki kamar usai mandi. Melepas handuk yang masih melilit di kepala. Matahari mulai meninggi. Kulihat tubuh itu masih terbaring di atas ranjang. Tertidur pulas setelah terjaga semalaman.Matanya memicing, saat titik-titik air dari rambutku yang basah memercik ke wajahnya. Membuat wajah garang itu terlihat begitu lucu."Kau nakal sekali." Suara serak khas bangun tidur itu tersenyum memandangku."Kau juga sering melakukan ini padaku." Aku membela diri. "Cepatlah bangun, nanti kau terlambat.""Kenapa kau mandi duluan? Apa tidak lelah jika harus melakukannya berulang-ulang?""Apa maksudmu?""Maksudku?" Dia mengulangi ucapanku. "Maksudku, kau harus kembali membersihkan diri saat kita melakukannya sekali lagi."Dia langsung menarik tubuhku. Memasukkanku ke dalam selimut yang masih membalut tubuh polosnya."Eh, apa yang kau lakukan, Ren? Aku sudah mandi. Dan kau bau!" Aku meronta minta dilepaskan."Kita bis

  • JERAT CINTA SANG RENTENIR   Part 90

    Ayah mengangkat wajah. Menatapku dengan pandangan sayu. Mungkin tak percaya aku bisa berbicara selembut ini.Menit kemudian dia menggeleng. Menolak ajakanku."Ayah di sini saja. Kontrak kerja ayah masih panjang. Kau lihat? Satu tahun ke depan gedung ini belum tentu siap. Ayah bisa hasilkan uang untuk biaya kuliah Adit dan juga mengganti semua uang yang kau berikan untuk membayar hutang-hutang ayah."Aku menggeleng kuat. Semakin terisak dengan ucapannya."Lagi pula, jika ayah masih tinggal di rumah, kau tak akan leluasa pulang ke sana. Kau pasti begitu membenci ayah, kan?"Tangisku semakin pecah. Tak menyangka ayah akan berpikiran seperti itu.Ucapan ayah sebenarnya tidak salah. Selama ini aku memang selalu berusaha menghindarinya. Tak ingin sering-sering terlibat perdebatan yang akhirnya membuatku kesal dan menangis.Ayah memundurkan kursi, lalu bangkit menuju sebuah dipan. Sepertinya mereka membuat itu sebagai tempat tidur. Kul

  • JERAT CINTA SANG RENTENIR   Part 89

    Minggu pagi.Laman berita kembali memuat berita tentang kasus Jo. Satu persatu bukti dan saksi mulai terkuak. Akhirnya seseorang ditetapkan sebagai tersangka dan akhirnya tertangkap saat hendak melarikan diri ke luar kota.Mataku membesar, lalu segera keluar dan berlari menuruni anak tangga menuju lantai dua."Ren!"Dua orang di ruangan itu langsung menoleh ke arahku. Ren memutar bola mata ke atas, sudah terbiasa dengan kelancanganku yang selalu masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.Dia menggeleng pasrah, lalu meminta agar pria paruh baya yang duduk di seberang mejanya segera keluar."Kau sudah lihat beritanya? Pembunuhnya sudah tertangkap. Ayahku tidak bersalah. Ayahku bukan pembunuh, Ren." Aku melompat dan memeluk tubuhnya, kemudian melepaskan dan tersenyum.Ren mambalas senyumanku, lalu menganguk."Ayahmu juga sudah kembali. Dia di barak konstruksi sekarang. Kau ingin menemuinya?"Aku terdiam.

  • JERAT CINTA SANG RENTENIR   Part 88

    "Kau jangan panik. Aku sudah menyuruh orang untuk mencari ayahmu. Setelah bertemu dia akan aman bersama mereka. Kau tak perlu cemas lagi.""Ren!" Aku membenamkan diri di dada bidangnya. Memeluk erat tubuh berotot itu.Begitu merasa bersalah dan jahat karena telah mencurigainya. Jadi apa yang dia katakan di kantor tadi adalah semata-mata hanya ingin melindungi ayahku saja."Harusnya kau tidak perlu tahu masalah ini. Lihatlah, kau semakin kacau saja." Ren mengangkat dan membawaku kembali dalam gendongan. Lalu berjalan menuju ranjang.Meletakkanku di sana, lalu duduk di sisiku."Maafkan aku, Ren. Aku telah menuduhmu yang bukan-bukan," sesalku, menatap wajah yang tadi sempat membuatku merasa takut."Ya. Sepertinya aku mulai terbiasa dengan semua ini. Memangnya kapan kau pernah berpikiran baik tentangku, ha? Kau terlihat sayang padaku hanya saat aku sedang sakit saja. Selebihnya kau lebih sering mengumpat dan memukuliku," rajuknya."Ren!" Aku langsung menerkam tubuhnya. "Kapan aku seperti

  • JERAT CINTA SANG RENTENIR   Part 87

    Aku memandang Ren penuh tanya. Dia tak mengelak sedikit pun dengan tuduhanku. Apa dia akan mengakui semuanya?Aku langsung menepis tangannya dengan kasar, lalu berbalik memunggunginya. Menangis ketakutan. Lalu sebentar saja kurasakan tubuh itu merapat dan memelukku dari belakang."Maaf, kalau aku tak jujur sejak awal," bisiknya penuh sesal.Sontak hatiku semakin teriris mendengarnya. Dan selama itu pula aku telah menuduh Daryan yang melakukannya."Aku hanya tak ingin membuatmu cemas. Itu saja." Ren kembali merapatkan bibirnya di telingaku. Membuat sekujur tubuhku merinding dengan sikapnya."Aku akan membereskan semuanya. Kau tidak perlu takut. Orang-orang ayahku punya akses di kepolisian, bahkan pemerintahan. Kau tidak perlu cemas." Dia kembali meyakinkan."Aku akan menutupi semuanya. Tak akan ada yang masuk penjara. Terlepas dari itu, bukankah Jo memang pantas mati?" Suara itu seperti membenarkan perbuatannya.Membuat suasana hatiku semakin mencekam."Kau tenang saja. Ayahmu akan sel

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status