Tampak sang ustaz agak kewalahan mengatasi sesuatu tersebut. Namun, beberapa saat kemudian kedua tangan pria muda tersebut memegang dengan cara menangkupkan kedua telapak tangan layaknya menangkap seekor burung.Ustaz berlari ke arah dapur diiringi tatapan keheranan semua yang melihatnya.“Keluar dari tubuh ibu itu! Atau kau ingin liat kematian yang lebih mengerikan?”Sang ustaz berteriak lantang ke arah ibu yang kesurupan. Mata wanita yang sedang mengejang ini mengarah pria muda ini dan ia tertawa terbahak-bahak.“Tukang bual! Kau hanya pandai menakut-nakuti bangsa kami,” ucap wanita kesurupan tersebut.“Jadi ingin bukti? Baik!” teriak Ustaz Hamdan yang semakin tak sabaran.Pria muda ini membawa ‘sesuatu' yang tertangkup menuju meja lalu jongkok di bawahnya untuk memasukkannya ke dalam sebuah botol di krat minuman.Kemudian, Ustaz Hamdan menutupnya dengan tutup botol dan menyegel dengan doa.Tempat minuman beling ini lalu dibawa ke tunggu dalamdapur yang kayu-kayunya sedang membara.
“Mustafa! Sudah waktunya tobat,”ucap pria setengah baya ini dengan suara berwibawa.“Ampun, Pak Tua. Aku tak akan ganggu kalian. Tolong lepaskan kami! Kasian sodaraku ini. Kami harus segera balik ke dunia kami.”Ustaz Hamdan memberi isyarat dengan kedua tangan terbuka ke arah abahnya. Pak Kiai pun mengangguk lalu tersenyum.“Bismillahirrahmanirrahim,” ucap Pak Kiai dan Ustaz Hamdan bersamaan.Pria bersorban tersebut membuka tutup botol lalu meniupkan sebuah doa ke dalamnya.“Mustafa, ajak sodaramu pulang. Jangan ganggu kami lagi!”Setelah Pak Kiai berkata, seketika botol bergetar hebat. Terasa ada hawa dingin keluar dari mulut botol lalu berubah menjadi semilir angin yang berputar mengitari seisi ruangan. Tak seperti biasa, angin yang berembus beraroma kasturi sangat lemah.“Terima kasih, Pak Tua. Dan juga Ustaz baik. Kami pulang,” ucap Mustafa tanpa wujud.Sesaat kemudian, angin semilir pun lenyap. Pak Kiai dan Ustaz Hamdan bersamaan mengusap wajah dan tampak jelas ekspresi lega dari
“Tahu dan tempe asli ini, Mbak Dinda. Ke mana Bu Teti sebenarnya?”Tiba-tiba telinga Dinda mendengar suara sayup-sayup meminta tolong. Sesaat kemudian tak terdengar lagi. Wanita muda ini jadi panik karenanya.“Ya Allah! Ibu kemana?” tanya Dinda sembari menunduk tanpa terasa buliran bening menetes dari kedua pelupuk mata.“Berdoa demi keselamatan beliau, Mbak. Semoga segera pulang. Banyak istighfar, biar hati bisa lebih tenang,” nasihat Ustaz Hamdan yang hanya mampu melihat wanita.tercintanya dari kejauhan.Dinda maupun Ustaz Hamdan yang kebetulan sedang menghadap ke jalan seketika terkejut melihat kedatangan Bu Teti dengan diantar warga lain desa. Dinda segera bangkit dan berlari menghampiri Bu Teti dengan diikuti Ustaz Hamdan.“Assalamualaikum,” ucap salam dari salah satu warga yang mengantar.“W*'alaikumussalam.W*rahmatullahi W*barakatuh, “jawab salam dari Ustaz Hamdan diikuti oleh Dinda.Wanita muda ini segera memeluk Bu Teti dengan mata berkaca-kaca.“Alhamdulillah! Ibu dari mana?
“Tak perlu dijawab sekarang. Saya memahami rasa kehilangan yang dialami Mbak Dinda. Setiap saat, jika memerlukan bantuan saya, bisa langsung WA.”“Terima kasih sebelumnya, Ustaz.”Tanpa disangka-sangka, tiga gelas yang ada di meja dekat Ustaz Hamdan terlempar ke lantai dan pecah berkeping-keping.“Astaghfirullah haladzim!” seru keduanya spontan secara bersamaan.“Rupanya ada yang cemburu, Mbak Dinda,” ucap Ustaz Hamdan sembari memidai sekeliling.Dinda tersenyum dan mengerti maksud ucapan sang ustaz. Wanita muda ini bergegas masuk rumah lalu datang kembali dengan membawa sapu dan pengki. Saat ia sampai teras, Ustaz Hamdan sudah mengumpulkan pecahan gelas dan dua gelas yang masih utuh diletakkan di meja.“Biar saya yangbuang ke tempat sampah. Alhamdulillah yang dua masih utuh,” ucap ustaz berhidung bangir ini sembari mengambil alih barang yang dibawa Dinda.Wanita muda ini segera mengambil dua gelas dari meja.“Makasih, Ustaz. Sayabalikin gelas ke dapur dulu.”“Silakan.”Sepasang mata
"Saya ketemu seorang ibu yang sedang mencari alamat.”“Nah itu. Mustafa berubah wujud jadi ibu tadi lalu membuat pikiran Bu Teti kacau. Dan belanjaan dibawa pulang dengan berubah wujud seperti saya,” jelas sang ustaz kembali.“Astaghfirullah! Berarti jin itu telah sampe sini, saat saya tersesat?” tanya Bu Teti dengan rasa kaget.Pertanyaan wanita ini dijawab anggukan oleh sang ustaz dan juga Dinda.“Gak ada kapoknya,” ucap Bu Teti kemudian. “Tenang, Bu. Selama taat beribadah dan selalu ingat pada Allah, bangsa jin tak bisa ganggu kita.”Ustaz Hamdan bangkit lalu mengambil botol dan dimasukkan ke dalam saku celana. Pria muda ini berpamitan kepada kedua wanita ini. Bu Teti memergoki beberapa kali sang ustaz mencuri pandang ke Dinda, dalam hati ikut senang jika mereka berjodoh.Kedua wanita mengantar sampai ke teras. Ustaz Hamdan melangkah menuju motor yang berada di luar pagar dengan berat hati. Ada sesuatu yang ingin ia katakan kepada Bu Teti, tetapi ia lupa.“Kita duduk di ruang tamu
“Nduk, baca doa. Mohon pertolongan pada Allah,” ucap Bu Teti saat melihat Dinda berlinangan airmata.“Kenapa gak ada selesainya musibah ini, Bu? Aku harus bagaimana lagi?”Dinda menunduk sembari mengusap genangan air mata yang seakan-akan tak mau menyusut.“Sudah, Nduk! Insyaallah masih ada jalan. Gak boleh putus asa.”Setiba di klinik, ibu dan anak bergegas menuju loket pendaftaran lalu ikut antre. Dinda dan Bu Teti duduk menunggu di bangku panjang dengan beberapa pasien lain. Seorang wanita tua menghampiri Dinda lalu duduk di bangku kosong sebelah.Wanita tersebut menatap lekat ke perut Dinda, hingga membuat risih sang wanita muda.“Bu, boleh tukar tempat duduk?”“Ada apa, Nduk?”Dinda tak menjawab, tetapi telunjuknya mengarah ke wanita tua. Bu Teti segera bergeser untukbertukar tempat. Beberapa menit kemudian, nama Dinda dipanggil petugas. Ia dan sang ibu bangkit lalu melangkah ke ruang dokter kandungan.Sampai di dalam, Dinda diminta ke toilet untuk mengambil simple urine. Ia dipe
“Astaghfirullahhal adzim! Aku gak mau diganggu!” teriak Dinda tiba-tiba dari balik tirai ruang tengah.“Sini, Nduk! Dari tadi bangun?” tanya Bu Teti sembari melambaikan tangan.Ustaz Hamdan tersenyum melihat Dinda yang serba salah dari balik tirai. Bu Teti segera menghampiri lalu mengajak duduk.“Gak perlu takut, Mbak Dinda. Percaya sama Allah. Nanti coba saya ngobrol dengan Abah, gimana baiknya,” kata sang ustaz muda dengan sesekali ekor matanya mengamati wanita pujaan.“Saya gak mau lagi berhubungan dengan dunia gaib,” ujar wanita muda ini sembari menunduk.Kini, tampak dari kedua kelopak mata Dinda berkaca-kaca. Ustaz Hamdan yang melihatnya menjadi kasihan.“Yang di perut Mbak Dinda hanya tipuan dari bangsa jin. Mereka senang kalo manusia selalu dalam kekhawatiran dan panik. Agar mudah disesatkan,” ujar sang ustaz sembari tersenyum bijak.Bu Teti yang sedari klinik sudah panik, seketika memegang perut Dinda.“Ustaz, hasilnya memang positif dan Mbah yang tadi juga bilang kalo ada j
"Bapak! Aku tak maumemakainya.”“Ayolah, Sayang!a Sesekali kamu berdandan seksi di depan Bapak,” ucap pria mabuk tersebut sembari memeluk Dinda dari belakang. “Astaghfirullah haladzim! Bapaaak ....!”“Ayolah, Sayang! Bentaran ... Bapak itu sayang pada kamu. Apa pun akan Bapak belikan untukmu,” ucap Pak Wardoyo yang telah dirasuki setan dengan nafas memburu.Dinda meronta sekuat tenaga, tetapi sang bapak semakin bernafsu dengan putri kandungnya. Apalagi saat baju atasan Dinda telah sobek melebar hingga bagian dada terbuka sebagian, Pak Wardoyo semakin bergairah melihatnya. Wanita muda ini sekuat tenaga lepas dari cengkeraman sang bapak.“Astaghfirullah! Paaak! Sadaarr ...!” teriak Dinda histeris saat tubuh pria yang telah terbukti dalam tes DNA sebagai bapak biologis menindihnya. Sementara di tempat lain, menempuh jarak sekitar satu jam perjalanan dari rumah mewah Pak Wardoyo.“Hei, ustaz tak tau diri! Kau telah berani mengurungku. Aku bisa pastikan Jamila akan tetap jadi istriku sa