Share

KENYATAAN

BAB 7

Ternyata benar dugaannya, Dea hanya mendengar separuh saja pembicaraannya dengan Arfan, dia tidak tahu kalau Arfan mengatakan hal lain tentang dirinya. Akhirnya, Angga memutuskan untuk menceritakan apa saja yang Arfan katakan pada adiknya.

Flashback,

“Fan, kalau di dunia ini tidak ada gadis lain selain Dea, apa yang akan kamu lakukan?” tanya Angga.

Mereka berdua sedang melakukan permainan Truth or Dare. Kali ini, Arfan yang harus menjawab pertanyaan Angga dengan jujur dan cepat, karena pilihannya jatuh pada Truth.

“Memangnya tidak ada pertanyaan yang lain selain itu?” bukannya menjawab pertanyaan, Arfan malah meminta Angga untuk mengganti pertanyaannya.

“Tidak ada, hanya itu yang tiba-tiba terlintas di kepalaku,” papar Angga, ”cepat jawab! Jangan kelamaan mikirnya,” pinta Angga.

Arfan menghela napasnya yang terasa sangat berat, mencoba menguatkan hatinya yang sedang rapuh karena patah hati, ia baru saja diberitahu oleh Angga kalau Dea baru saja dilamar oleh tiga laki-laki sekaligus, dan itu membuat hatinya tidak menentu.

“Dea itu sudah saya anggap seperti adik saya sendiri, tidak mungkin saya mencintainya,” jawab Arfan, ia terdiam sejenak sambil memikirkan apa yang akan ia katakan selanjutnya, “tapi, kalau memang Dea ditakdirkan berjodoh dengan saya, pasti saya akan sangat senang, saya akan mencintai dia dengan sepenuh hati dan saya akan selalu membuatnya bahagia seumur hidup saya. Apalagi, dulu saya juga pernah berjanji pada Dea, Saya akan menikahinya jika dia sudah besar,” sambungnya.

“Kapan kamu mengatakan itu pada adikku? Kenapa baru cerita sekarang?” Angga menatap tajam sahabatnya, yang juga sedang menatap padanya.

Angga benar-benar merasa seperti kakak yang tidak berguna, bahkan ia tidak tau apa-apa tentang hal ini.

 “Waktu dia masih SMP, dulu dia pernah mengajakku untuk berpacaran, katanya semua teman-temannya melakukan itu,” jelas Arfan.

“Lantas kamu jawab apa?” Angga semakin penasaran dengan apa yang akan dikatakan oleh sahabatnya.

“Saya bilang saja, sekarang kita tidak boleh pacaran, nanti kita pacaranya kalau sudah menikah. Tapi, dia malah merengek dan meminta saya menikah denganya saat itu juga. Jadi, untuk menghiburnya agar berhenti merengek, saya bilang padanya akan kita akan menikah jika dia sudah besar,” jelas Arfan.

Flashback off,

Setelah mendengarkan cerita yang sebenarnya, Dea terdiam di tempatnya, ternyata selama ini ia salah paham pada Arfan. Andai waktu itu ia mendengarkan semuanya sampai selesai, pasti tidak akan jadi seperti ini.

“Jadi, Aku salah ya, Bang?” ungkap Dea.

Angga tersenyum sambil menatap Dea, “lain kali, kalau ada sesuatu yang mengganjal di hati itu dibicarakan, jangan menyimpulkan sendiri, apalagi sampai menduga-duga yang tidak pasti.”

“Iya, Bang! Lain kali aku tidak akan melakukan itu, Aku akan menanyakannya dulu kebenarannya, agar tidak ada salah paham lagi,” papar Dea.

Dea sudah merasa sedikit lebih baik, setelah ia mengetahui yang sebenarnya, meskipun masih ada satu hal yang masih mengganjal di hatinya.

‘Aku serahkan semuanya kepada-Mu Ya Allah, jika dia memang jodoh terbaik untukku, Engkau yang akan mempersatukan kami dengan cara-Mu’ batin Dea.

“Ya sudah, Abang mau berangkat ke kantor dulu, kamu juga mau kuliah ‘kan?” Angga beranjak dari duduknya, ia harus segera bersiap agar tidak terlambat sampai di kantor.

“Tapi, Bang! Tentang mimpiku, gimana?” tanya Dea, sebelum Angga melangkah masuk ke kamar mandi.

“Gimana apanya?” Angga menghentikan langkahnya.

Dea menghampiri Angga yang sudah berada di depan pintu kamar mandi, walaupun subuh tadi dia sudah mandi, tapi dia selalu menyempatkan diri untuk mandi lagi, agar terlihat lebih segar dan fress.

”Gimana caranya Bang Arfan tau tentang semua ini, Bang?” tanya Dea lagi.

“Kamu ceritakan saja semuanya, dia pasti akan mengerti, Dek!” saran Angga.

”Kalau Bang Arfanya enggak mau gimana?” tanya Dea ragu.

Angga menatap wajah adiknya yang terlihat khawatir dan itu terlihat sangat menggemaskan di matanya.

“Ya … Enggak usah nikah!” Angga mencubit hidung mancung Dea, lalu ia berlari masuk ke dalam kamar mandi dengan tawa yang terdengar menggema di balik pintu.

“Abang…! Sakit tau,” Dea berteriak, sambil menyentuh hidungnya yang terasa sakit, “Awas ya, Bang! Aku akan membalasnya!” sarkas Dea.

————

Setelah menunggu hampir satu jam, akhirnya Angga bisa keluar dari kamar mandi dengan selamat, itu semua karena Bunda Ana yang memanggil Dea dan memintanya untuk membeli sesuatu di warung sebelah rumah, jadi Angga bisa keluar tanpa mendapat pembalasan dari adiknya itu.

Setelah sampai di kantor, Angga membuka pintu ruangan Arfan dengan sangat hati-hati, untuk memastikan apa bosnya itu ada di dalam atau tidak, ia juga tidak ingin Arfan melihatnya datang terlambat.

“Pagi, Pak Angga!” sapa Arfan meledek Angga yang datang terlambat.

“Eh, Pak Bos, selamat siang, Pak!” Angga masuk ke dalam, lalu menghampiri Arfan.

“Assalamu’alaikum, Angga!” Arfan melirik Angga sekilas.

Angga menoleh sambil tersenyum kecil, ia lupa mengucapkan salam lagi dan Arfan pasti akan menceramahinya lagi.

“Maaf, maaf! Saya lupa!” pekik Angga menampilkan deretan gigi putihnya. ”Assalamu’alaikum Bapak CEO yang terhormat,” ulangnya.

“Apa sih, Angga! Saya ‘kan hanya mengingatkan,” ujar Arfan kesal.

Angga tersenyum melihat sahabatnya yang terlihat kesal karena ulahnya. Padahal, ia bekerja di perusahaan dia sebagai asisten pribadinya, tapi Arfan tidak membolehkan ia memanggil bapak atau pak bos seperti yang lainnya.

“Iya, iya! Maaf, deh!” ucap Angga tersenyum manis.

“Hemm …!” Arfan hanya berdehem, lalu ia kembali fokus pada Laptopnya lagi.

Angga menghampiri Arfan yang sedang duduk di kursi kebesarannya, lalu ia ikut duduk di depannya, ia melihat sekilas apa yang sedang dilakukan oleh sahabatnya, ternyata dia sedang sibuk mengecek beberapa email yang dikirim oleh perusahaan-perusahaan yang mengajaknya bekerja sama.

“Fan, masih sibuk enggak?” tanya Angga.

“Sedikit lagi selesai, ada apa memangnya?” Arfan menatap Angga.

“Ada yang mau dibicarakan, penting!” tutur Angga.

Arfan melanjutkan pekerjaannya yang tinggal sedikit lagi, ia tidak mau menundanya dan akan berakhir lupa, lebih baik ia menyelesaikannya dulu baru melakukan hal lain.

“Ada apa?” tanya Arfan ketika ia sudah selesai dengan pekerjaannya.

Angga sedikit terperanjak, saat mendengar suara Arfan yang tiba-tiba, pasalnya ia sedang mengecek email yang masuk di ponselnya dan ia sedang tidak memperhatikan Arfan yang sudah selesai.

“Fan, kamu masih ingat enggak, waktu itu saya pernah cerita, ada tiga laki-laki yang melamar Dea?” tanya Angga dengan nada yang serius.

Arfan terdiam sejenak, antara terkejut atau sedang mengingat kembali kejadian beberapa minggu yang lalu. Ketika Angga kesal pada adiknya, yang selalu merengek meminta dia mencarikan solusi untuk masalahnya.

Hari itu, setelah mereka pulang meeting dengan cliennya, Arfan dan Angga tidak sengaja bertemu dengan salah satu laki-laki yang katanya melamar Dea, mereka melihat laki-laki itu bersama dengan seorang wanita, dia masuk ke dalam losmen, bahkan mereka bermesraan di depan umum dan kejadian itu di saksikan oleh Arfan dan Angga. Hampir saja Angga akan menghabisi laki-laki itu, beruntung Arfan bisa mencegahnya agar tidak melakukan hal yang dapat merugikan dia.

“Saya ingat itu! Kenapa memangnya?” Arfan menatap Angga.

“Dea sudah tau siapa yang akan ia pilih untuk menjadi suaminya,” terang Angga.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status