Share

MASIH RAGU

BAB 6

Mimpi yang baru saja dialami oleh Dea, benar-benar terasa sangat nyata, bahkan tangannya masih terasa sakit ketika Arfan menariknya tadi, padahal itu semua hanya mimpi.

Dea memutuskan untuk beranjak dari ranjangnya, lalu ia melangkah ke kamar mandi untuk berwudhu, ia akan membaca murotal qur’an untuk menenangkan hatinya, karena hanya dengan cara itu, perasaannya akan menjadi lebih baik.

Ayat demi ayat lantunan surah yang ia baca terdengar syahdu menghangatkan jiwanya, menemaninya menghabiskan malam yang sebentar lagi akan berganti menjadi pagi, hingga terdengar suara azan subuh yang berkumandang, barulah Dea menyudahinya.

“Sodakallah hul’azim,” Dea menutup al qur’an kecilnya dan menyimpan kembali di tempat semula.

Tok…Tok…Tok…

“Dea, Sudah bangun belum, Nak!” terdengar suara bunda dari luar kamarnya.

“Iya, Bun! Aku sudah bangun,” teriak Dea dari dalam kamar.

Dea bergegas membuka pintu, menghampiri bunda yang masih saja mengetuk pintu kamarnya.

“Aku sudah bangun, Bunda!” ucap Dea ketika pintu kamar sudah terbuka.

“Shalat jamaah sama Bunda yuk, Nak!” ajak Bunda Ana.

“Ayok, Bun! Aku ambil sajadahnya dulu ya,” Dea kembali masuk ke kamarnya.

Setelah menutup pintu kamarnya, Dea berjalan menyusul Bunda Ana ke mushola yang ada di rumahnya, lalu keduanya shalat dengan khusyu dengan bunda yang menjadi imamnya.

“Bunda!” panggil Dea, ketika mereka sudah selesai shalat.

“Iya, ada apa, Sayang?” Bunda menoleh pada putrinya.

Bukannya menjawab, Dea malah menundukan wajahnya, membuat Bunda Ana menyernyitkan dahinya sambil menatap wajah putrinya yang terlihat murung.

“Ada apa, Sayang? Coba cerita sama bunda, Nak!” Bunda menyentuh kedua tangan putrinya, menggenggamnya dengan sangat erat.

Dea mendongakan wajahnya, menatap manik bunda yang dapat menenangkan hati dan jiwanya.

“Beberapa hari ini, Dea melaksanakan shalat istikharah, Bun! Meminta petunjuk jodoh terbaik untuk Dea,” papar Dea.

“Lantas, kamu sudah mendapatkan jawabannya?” tanya Bunda Ana.

“Sudah, Bun! Tapi….” Dea tidak melanjutkan ucapannya.

Bunda tersenyum, lalu ia membawa Dea ke dalam pelukannya, mengusap-usap punggungnya agar putrinya bisa merasa tenang dan nyaman.

“Yakinkan dulu hati kamu, Nak! Kalau kamu sudah mantap, katakan pada bunda. Siapapun orangnya, itu pasti yang terbaik, karena kamu melibatkan Allah dalam istikharahmu,” papar Bunda.

“Iya, Bunda! Dea akan memantapkan hati ini dulu,” ucap Dea.

Bunda melepaskan pelukannya, lalu ia tersenyum melihat putri kecilnya yang kini sudah beranjak dewasa, bahkan dia sudah memikirkan tentang siapa yang akan menjadi jodohnya.

————

Pagi-pagi sekali, Dea sudah mencari keberadaan Angga, ia akan menceritakan tentang mimpinya semalam dan ia juga ingin meminta pendapat dari abangnya tentang pilihannya.

Setelah shalat subuh bersama bunda, Dea kembali ke kamarnya lalu ia melakukan saran yang bunda katakan padanya dan kini ia butuh saran dari abangnya untuk lebih memantapkan pilihannya.

Dea berjalan dengan terburu-buru menuju kamar Angga, ia sudah tidak sabar ingin mendengar pendapat abangnya, semoga saja Angga bisa membantunya mengatasi kegalauan hatinya saat ini.

Tok … Tok … Tok … 

”Abang …!” panggil Dea dari luar pintu kamar Angga.

“Iya, Dek! Masuk aja,” sahut Angga berteriak dari dalam kamarnya.

Dea membuka pintu kamar Angga, netranya langsung melihat Angga yang sedang berkutat dengan Laptop di meja kerjanya, lalu ia menghampirinya.

“Abang, lagi sibuk enggak?” tanya Dea berdiri di samping Angga.

“Enggak, Dek! Abang lagi mengirim email ini aja,” jawab Angga masih fokus pada Laptopnya, “memangnya ada apa, Dek?” tanya Angga menoleh pada pada adiknya.

Angga menghentikan aktifitasnya, mengajak Dea duduk di sampingnya, lalu menatap wajah adiknya yang terlihat sedang memikirkan sesuatu. Tebakannya, pasti adiknya sedang ada masalah, kalau tidak, mana mungkin dia repot-repot menemuinya sepagi ini.

“Abang …! Tentang istikharah, Dea sudah ada jawabannya,” papar Dea.

“Wah, bagus dong kalau kamu sudah tau jawabannya,” ujar Angga senang, ”jadi, siapa yang akan kamu pilih, Dek?” tanya Angga penasaran.

Dea menghela napas panjang, ia bingung harus mengatakan apa pada abangnya, ia khawatir Angga akan menggodanya lagi seperti malam itu.

“Tapi, setelah aku memberitahunya, Abang jangan tertawa dan menggodaku,” pinta Dea.

“Iya, kamu tidak perlu khawatir, Abang tidak akan melakukannya,” ucap Angga meyakinkan adiknya.

Dea menatap manik Angga, memastikan apa yang dikatakan oleh abangnya benar atau tidak, dan ia melihat kesungguhan dari wajah abangnya.

“Jawabannya masih sama, Abang!” ujar Dea.

Setelah mengatakan itu, Dea hanya terdiam dan tidak melanjutkan ucapannya, padahal Angga sudah menunggu kelanjutannya, bahkan kini dia merasa penasaran siapa laki-laki yang akan dipilih oleh adiknya.

“Kamu kalau ngomong itu jangan setengah-setengah, jangan membuat Abang penasaran, to the point aja, Dek!” kesal Angga.

“Ish, Iya-iya, enggak usah marah, Bang!” pungkas Dea.

Abang memang orangnya tidak sabaran, padahal ia hanya menjeda ucapannya sebentar saja, tapi Angga malah kesal padanya.

“Jadi, siapa orangnya?” tanya Angga lagi.

“Abang Arfan!” jawab Dea singkat, ”sudah dua kali shalat istikharah dan jawabannya tetap sama,” jelas Dea mengembuskan napasnya.

Ucapan Dea benar-benar di luar dugaannya, Angga sama sekali tidak menyangka kalau Arfan yang ada di mimpi adiknya lagi. Apa mungkin Arfan adalah jodoh adiknya? Kalau memang benar, tentu ia sangat senang, karena feelingnya mengatakan Arfan pasti bisa menjadi suami yang baik untuk Dea.

“Kalau sudah tau jawabanya, kenapa kamu masih terlihat sedih?” Angga menatap adiknya yang masih terlihat murung.

”Dea enggak sedih, tapi masih bingung, Bang!” tutur Dea.

“Bingung kenapa lagi, Allah ‘kan sudah memberikan petunjuk melalui mimpi itu, seharusnya kamu jangan meragukannya, Dek!” jelas Angga.

Dea terdiam setelah mendengar Angga mengatakan itu padanya, ia sama sekali tidak ragu atas petunjuk yang Allah berikan padanya, justru ia sangat bersyukur kalau memang Arfan adalah jodoh terbaik yang Allah pilihkan untuknya, hanya saja ada satu hal yang masih mengganjal di hatinya.

”Abang ‘kan tau, Bang Arfan hanya menganggapku sebagai adiknya saja, dia juga enggak mungkin cinta sama aku, Bang!” lirih Dea.

Angga benar-benar tidak mengerti maksud perkataan adiknya, kenapa dia bisa mengatakan hal itu. Tapi, melihat Dea seperti itu ia jadi merasa kasihan, sepertinya beban yang dipikirkannya sangat berat.

“Oiya, Dek! Kamu tau dari mana kalau Arfan enggak cinta sama kamu?” tanya Angga, setelah ia mencerna semua perkataan Dea.

 “Waktu itu di kamar Abang, Aku pernah mendengarnya, Bang Arfan mengatakan kalau dia tidak mungkin mencintaiku, dia juga bilang hanya menganggapku seperti adiknya saja,” Dea mencoba mengingat-ingat apa yang Arfan katakan pada Angga.

Begitu juga dengan Angga, ia mencoba mengingat-ingat apa saja yang Arfan katakan padanya. Sepertinya, Dea salah paham tentang obrolannya dengan Arfan, atau dia tidak mendengarkannya sampai selesai.

“Kamu pasti tidak mendengarkan semuanya sampai selesai, ya?” tuduh Angga.

“Untuk apa aku mendengarkan semuanya, kalau hanya membuatku sakit hati,” ungkap Dea kesal.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status