Gimana ini?Apa kasih tau bos?Tapi ini…Bodo amat lah, takut kena gue…Dewa dilema saat ini. Apa yang ia temukan barusan benar-benar membuatnya tidak habis pikir. Bagaimana bisa ia melaporkan hal ini?Tidak tahu apa yang akan terjadi kedepannya. Jika ia menyembunyikan ini dari Dariel nanti malah disangka ia ada main juga dengan pihak lawan.Pihak lawan?Keluarga yang mengerikan.Semua temuan yang ia dapatkan di print out. Sebelum keluar dari apartemen pemberian Dariel ia berdoa dulu. Ia berharap bos Dariel tidak akan memforsir tenaganya setelah ini.Bekerja baik di dalam ruangan maupun di lapangan sama-sama capek. Jika dilapangan kita lelah fisik, tapi bagi orang yang bekerja di back office otak kita yang lelah. Banyak yang menyangka bekerja di dalam ruangan itu enak, tapi mereka ngga tau gimana pusingnya kepala kalo seharian menatap monitor komputer dan pinggang yang pegal karena keseringan duduk.Sama dengan Dewa, meskipun jam kerjanya fleksibel, kerja di apartemen, di fasilitasi j
Saat ini Arin sedang rebahan di ranjangnya sambil memainkan ponsel. Bukan memainkan ponsel, tapi menatap ponsel, berharap ponselnya berbunyi ada pesan masuk atau telepon. Sekeras apapun Arin mencoba untuk tidak berharap pada Dariel tapi tetap saja sulit.Lili duduk bersandar pada tembok di ujung ranjang. Lili juga sedang memainkan ponsel, namun berbeda dengan Lili yang sibuk scroll sosial media, Arin hanya diam saja menatap ponsel. Hal itu tidak luput dari penglihatan Lili.“Kak, lagi ada masalah apa? Cerita sama Lili. Kali aja Lili bisa bantu, kasih saran misalnya.” ucap Lili.Arin hanya diam mengabaikan tawaran Lili.“Aku tau kakak lagi ada masalah, tapi bukan karena kerjaan. Karena cowok, kan?” tanya Lili.Arin mendelik lalu fokus lagi melihat ponselnya.“Bener berarti, masalah cowok ini mah. Kenapa kak? Cowoknya cuek? Apa sel
Dariel menempelkan ponselnya di telinga kanan. Sudah berkali-kali Dariel menelepon Arin tapi tidak diangkat. Dariel mengerutkan keningnya, ia jadi khawatir pada Arin.Dariel sudah pulang kerja dari tadi dan sekarang ia sedang berusaha menelepon Arin. Ia sudah membaca semua pesan Arin. Ia merasa bersalah tidak pernah menghubungi Arin. Chat terakhir yang ia terima membuat ia takut. Takut Arin benar-benar meninggalkannya.*Api itu padam menjelang subuh.Bantuan dari pemadam kebakaran cukup membantu meski pun mereka kewalahan memadamkan api itu. Rumah Arin itu bisa dibilang sederhana tapi kobaran api itu seolah membakar gedung besar. Apinya sangat besar.Arin dan Lili sudah tenang dibanding tadi malam. Lelah menangis Arin hanya diam melamun. Arin dan Lili diamankan di rumah pak Cakra. Bu Cakra tidak henti-hentinya menenangkan Arin dan Lili yang terus menangis.S
Dari berangkat hingga sekarang masih Arin yang mengemudikan motor itu. Lili dibonceng Arin.Selama perjalanan ke kota Arin melipir memasuki mall. Mumpung belum terlalu malam dan toko masih buka. Ia akan membeli ponsel terlebih dulu.“Ngapain beli ponsel kak?”“Biar ngga susah komunikasi.” Arin menjawab sambil melihat ponsel-ponsel yang berjejer di etalase.Arin tidak membeli ponsel baru, ia membeli ponsel bekas yang penting kualitas masih bagus dan bisa digunakan untuk telepon. Arin membeli 2 ponsel, satu untuknya, satu lagi untuk Lili. Ponsel mereka tidak tau ada dimana, paling hangus terbakar. Saat siang sepulang dari makam pun Arin dan Lili mampir ke rumah mereka yang terbakar itu, dan memang tidak ada barang-barang yang bisa diselamatkan lagi.Selain membeli ponsel ia juga membeli kartu perdana, untuk Lili juga.“Sorry buat sekarang kita beli ponsel bekas dulu, kita mesti menghemat dulu. Nanti kalo kakak gajihan kita beli ponsel baru.”“Aku ngga masalah sih, kak. Ini juga udah lum
Di ruang meeting ukuran kecil itu disana ada Dariel, Dewa dan Richard yang duduk mengelilingi meja bundar. Diatas meja itu terdapat proyektor, laptop dan berserakan berkas-berkas. Meeting ini tidak begitu kaku, yang penting nyaman, karena pembahasan meeting ini rencana Dariel untuk memberantas orang-orang yang terlibat dalam penggelapan dana. Apakan ini bisa disebut meeting? Anggap saja begitu. Jika biasa kita temukan penggelapan dana itu dilakukan oleh satu hingga dua orang dalam satu perusahaan, tapi Dewa menemukan jika yang melakukan penggelapan dana itu banyak orang di hampir seluruh anak cabang HP Group di Asia dan semua orang itu saling terkait. “Pertama saya menyelidiki semua proyek yang pernah ditangani oleh HP Group. Dan yang paling sering terlibat di setiap proyek itu adalah pak Bowo, dia bagian Legal di HP anehnya dia selalu terlibat di setiap proyek.” Dewa menghentikan penjelasannya. “I don’t know, apakah memang di HP Group ini orang Legal bisa terlibat di setiap proy
“Ngga nyangka acara Rising Star our Company tinggal 8 hari lagi.”“hm.”Kalya mengeluarkan makanan yang ada di dalam lunch bag. Ia menata makanan itu di atas meja.Sudah menjadi rutinitas sehari-hari jika Kalya akan menyediakan makanan di jam makan siang untuk Brian. Brian tidak meminta untuk disediakan makanan hasil masak Kalya setiap hari, delivery food juga tidak masalah.Dulu ia pernah menyarankan Kalya untuk delivery food, niatnya baik hanya tidak ingin membuat Kalya terlalu lelah dan bangun terlalu pagi, namun karena Kalya tersinggung mereka jadi bertengkar lagi, padahal baru saja 3 hari dari mereka baikan dulu.Flashback“Bangun jam berapa?” tanya Brian sambil melihat Kalya yang sedang menyiapkan hasil masakannya untuk mereka santap bersama. Bukan tanpa alasan, tapi ia melihat lingkaran hitam tipis di sekitar mata Kalya. Padahal Kalya sudah mencoba menutupinya menggunakan foundation.“Jam 4 subuh.”“Kalo tidur?”“Semalem kan mas ngajak aku keliling malem-malem, pulang jam 11 ma
Selama lima hari ini Arin dan Lili disibukkan dengan kepengurusan berkas kependudukannya. Arin dan Lili membuat Kartu Keluarga dan KTP yang baru dengan beralamatkan tempat kontrakan Arin. Tidak mudah bagi mereka untuk mengurus berkas itu, dikarenakan berkas pendukungnya juga tidak ada, terutama surat kepindahan.Awalnya Arin dan Lili mengunjungi rumah pak RT dan pak RW untuk meminta surat pengantar untuk pembuatan KK dan KTP. Arin juga bercerita mengenai musibah yang ia alami sehingga memutuskan pindah kesini. Setelah mendapatkan surat pengantar dari RT dan RW, selanjutnya Arin mendatangi kantor kelurahan. Syukurlah saat ke kantor kelurahan juga lancar.Namun kesulitan ia temui saat datang ke kantor kecamatan. Ternyata antriannya cukup panjang dan mereka datang cukup siang, yakni setelah mengambil surat lamaran yang dibuatkan oleh Lina waktu itu. Makanya sudah telat jika mau mengurus berkas.Tidak ada pilihan lain jadinya Arin dan Lili mengurus berkas di kecamatan keesokan harinya. Me
“Tenang aja Li. Interview itu jangan dianggap serius. Kalo kamu ngga diterima kerja disana ntar mbak cariin kerjaan buat kamu.” ucap Lina.“Makasih, mbak.” ucap Lili.Saat ini mereka sedang sarapan bersama. Sama seperti tujuan menginap semalam, Lina mau belajar masak. Buktinya sarapan kali ini Lina yang buat, diajari Arin. Lina membuat yang dasar dulu, yaitu nasi goreng.Sebenarnya Lina tidak terlalu buta dalam memasak. Untuk mengetahui bahan makanan apa saja yang diperlukan memang iya sudah tahu, hanya saja saat membumbuinya selalu tidak pas. Tadi saja nasi gorengnya tidak terasa rasanya, hambar.“Siap mbak. Ngomong-ngomong nasi goreng buatan mbak enak.”Citra tertawa meledek.“Tadi rasanya hambar. Disuruh Arin tambahin garam baru deh ada rasanya.” - Citra“Biarin wleee… Yang penting ini enak.” Lina menjulurkan lidahnya meledek Citra.“Karena mbak lagi seneng karena masakannya enak, biar mbak aja yang anter kamu interview. Sekalian mbak juga mau jajan kue.” - Lina“Beneran gapapa mba