Altares memilih meninggalkan kamar mereka dan kembali bersama keluarganya di bawah. Sedangkan Velove dengan cepat membersihkan sisa riasan di wajahnya. Velove bernapas lega karena saat kembali ke kamar Altares sudah pergi dari sana. Velove naik ke atas ranjangnya dan tak lama matanya mulai terpejam dengan cepat.
Velove langsung tertidur pulas. Altares yang sudah selesai mengobrol pun kembali ke dalam kamar. Dia melihat Velove yang sudah pulas dalam tidurnya. "Dia kebo banget!" Altares berlalu ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Setelah berganti pakaian dia ikut naik ke atas ranjang. Meraih tubuh Velove lalu memeluknya sambil tertidur. Velove yang merasa nyaman dalam pelukan itu semakin mengeratkan pelukannya pada Altares yang dia pikir adalah guling miliknya. # Pagi menjelang..... "Kyaaa .....mpph....." Altares yang terkejut pun langsung membungkam mulut Velove yang saat terbangun sudah berteriak kencang. Mata Velove melotot saat sadar siapa yang ada disampingnya. Otaknya mulai berjalan dengan cepat mengingat kenapa Altares ada disana. "Udah ingat?" Velove mengangguk dengan cepat dan saat tangan Altares sudah di lepas barulah Velove bisa menghirup udara sebanyak banyaknya. "Kenapa teriak? Lupa kalau udah nikah?" Velove mengangguk pelan, Altares sendiri memilih bangkit dari ranjang karena pagi ini ada urusan penting. "Aku bersiap terlebih dahulu, aku ada kerjaan penting pagi ini." Tanpa menunggu jawaban Velove, Altares melenggang pergi masuk ke dalam kamar mandi..Tak ada setengah jam, Altares selesai bersiap bahkan dia juga memakai bajunya di dalam kamar mandi. Velove hanya melihat apa yang di lakukan Altares saat ini tanpa ingin bertanya. Ponsel Altares berdering dan nama Carlos tertera disana. "Habis ini sampai." Setelah menjawab Altares pergi begitu saja tanpa berpamitan pada Velove. Velove mengdengus kesal karena merasa di abaikan oleh Altares. "Bisa bisanya dia lupa sama aku!" Velove yang kesal memilih untuk segera mandi karena dia harus kuliah pagi ini. Dan saat dia melihat ponselnya ada pemberitahuan di grub bagian jurusannya jika ada dosen baru yang mengajar disana. "Aneh, kenapa tiba tiba ada dosen baru?" gumam Velove. Di dalam grub juga menyebutkan jika namanya adalah Juan. "Pasti orang nya udah tua banget, mana namanya Juan lagi. Mungkin kayak bapak bapak perut buncit itu kali ya?" Velove terus berceloteh sendiri dan tertawa membayangkan siapa dosen baru yang akan masuk ke dalam kelasnya. # Velove yang saat ini sudah ada di kelasnya pun lebih sering terlihat melamun karena mengingat jika dia sudah menikah. "Huft, ini aku beneran udah nikah?" gumam Velove pelan. Velove bahkan tak peduli dengan kehebohan yang terjadi di kelasnya saat dosen baru itu sudah masuk ke dalam. "Kalau nikah harus layani dia kan?" "Siapa yang harus dilayani?" "Ya suamiku." Spontan Velove menjawab dengan cepat karena ternyata kelas sudah di mulai dan dosen baru itu melihat Velove melamun sejak tadi. Jadi dia ingin menegurnya, tapi saat sampai di dekat Velove, gadis itu malah bergumam yang membuat sang dosen menyeringai ke arah Velove. Velove langsung berdiri dan menunjuk wajah Altares dengan mata yang melotot. "Kamuu?" Sedetik kemudian Velove tersadar dimana dirinya berada. Dan jangan di tanya bagaimana wajah Velove saat ini. Panik dan malu, dia melihat sekeliling yang tengah melihat apa yang terjadi padanya. Apalagi Velove sempat membaca di grub jika dosen yang baru itu terkenal galak dan dingin. "Jadi siapa yang harus kamu layani nona Velove?" Velove tergagap bingung dan syok, bagaimana bisa Altares ada disana dan malah menjadi dosen barunya. Altares menyeringai ke arah Velove, lalu kemudian dia menyuruh Velove berdiri di depan saat pelajaran kelasnya di mulai. "Karena kamu sudah membuat keributan di kelas pertamaku, kamu di hukum untuk berdiri di depan sampai jam kelas ku habis." Mata Velove melotot kesal, ingin rasanya dia menjitak kepala Altares. Dan apa apaan ini, bahkan dia harus berdiri di depan kelas, sedangkan Velove masih merasa syok jika Altares adalah Juan. Jangan lupakan status mereka yang sudah menikah. Kaki Velove mulai kesemutan karena berdiri disana hampir satu jam lamanya. Dan saat suara pengumuman terdengar jika kelas sudah selesai barulah Velove segera berlari keluar dari kelasnya. Sret .... Mpph..... Mata Velove membola saat tangannya di tarik dengan cepat oleh seseorang.. "Mau kemana?" Mata Velove membola melihat siapa yang sedang menahan nya saat ini. Perlahan Altares melepas tangannya dari mulut Velove. Dug .... Altares meringis pelan saat kakinya di injak keras oleh Velove yang sedang kesal. "Apa apaan kamu? Kenapa malah jadi dosenku hah?" Velove menjeda kalimatnya, dia menatap kesal Altares yang sejak tadi hanya diam tak jauh darinya. "Emang kamu nggak nyimak siapa nama kepanjangan ku saat kita menikah kemarin?" tanya Altares. Velove terdiam, mencoba mengingat siapa nama Altares yang lengkap lalu tak lama saat ingatannya mulai penuh matanya menatap horor ke arah Altares. " Altares Juan Xafier," ucap Velove lirih. Altares melihat Velove dengan senyum miring, dia ingin tertawa karena Velove berubah panik saat ini. "Kenapa tak memberitahuku dari kemarin???" pekik Velove tertahan "Kamu juga tak bertanya kan, jadi aku akan diam saja." to be continuedAltares memilih meninggalkan kamar mereka dan kembali bersama keluarganya di bawah. Sedangkan Velove dengan cepat membersihkan sisa riasan di wajahnya. Velove bernapas lega karena saat kembali ke kamar Altares sudah pergi dari sana. Velove naik ke atas ranjangnya dan tak lama matanya mulai terpejam dengan cepat. Velove langsung tertidur pulas. Altares yang sudah selesai mengobrol pun kembali ke dalam kamar. Dia melihat Velove yang sudah pulas dalam tidurnya. "Dia kebo banget!" Altares berlalu ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Setelah berganti pakaian dia ikut naik ke atas ranjang. Meraih tubuh Velove lalu memeluknya sambil tertidur. Velove yang merasa nyaman dalam pelukan itu semakin mengeratkan pelukannya pada Altares yang dia pikir adalah guling miliknya. # Pagi menjelang..... "Kyaaa .....mpph....." Altares yang terkejut pun langsung membungkam mulut Velove yang saat terbangun sudah berteriak kencang. Mata Velove melotot saat sadar siapa yang ada disamp
Velove bangun saat jam alarmnya berbunyi berkali kali. Tapi bukannya lekas bangun, Velove kembali melanjutkan tidurnya. Karena kesal alarmnya terus berbunyi akhirnya Velove melempar jam itu ke sembarang arah. Dug ... "Eh....." Mata Velove terbuka sempurna saat mendengar suara kesakitan. Dia lalu bangun dari tidurnya dan melotot lebar saat melihat siapa yang sudah ada di dalam kamarnya. "Kamuuu?" Velove syok, lalu tersadar jika saat ini dia sedang memakai gaun tidur yang tipis. Velove dengan cepat menarik selimutnya dan menutup tubuhnya sehingga yang terlihat hanya kepalanya saja. "Kamu ngapain masuk ke kamarku?" teriak Velove keras. Altares tak menghiraukan perkataan Velove karena kepalanya masih berdenyut akibat terkena jam alarma Velove tadi. Velove yang menyadari itu meringis kecil sekaligus takut. Dia takut jika Altares akan marah kepadanya bahkan membalas apa yang dia lakukan meskipun itu tak sengaja. "Lupa, kalau kita mau pergi?" Velove mengerutk
Velove masuk ke dalam kamarnya dengan langkah gontai mengingat apa yang di katakan sang Momy tadi. Saat sampai di kamarnya, dia melihat jarinya yang tersemat cincin yang di berikan Sofiah tadi kepadanya. "Jual ginjal? Astaga.... ini kenapa malah bikin aku takut? Bukan apa apa malah udah horor begini!" dumel Velove dalam hati. Dia membersihkan wajahnya sesaat setelah dia berganti pakaian. Merebahkan dirinya dan berguling guling tak jelas di ranjangnya. Velove sudah membayangkan bagaimana jadinya dia yang akan menikah sebentar lagi. "Gila nggak sih ini, balik ke indo malah langsung di suruh nikah. Mana jodohnya om om mesum lagi." Velove terus mengomel dalam hati sampai pada akhirnya dia terpejam karena hari sudah semakin larut. # Di sisi lain, Altares hanya mampir sebentar di rumah kedua orang tuanya. "Nggak nginep aja Al?" "Nggak ma, lain kali. Besok aku ada kerjaan pagi." Sofiah mengangguk mengerti. Altares sama seperti Marko sang papa yang gila kerja. J
"Apa aku tak salah dengar?" "Nggak ada yang salah, dan itu persyaratan nya. Seminggu lagi atau sebulan lagi. Semua keputusan ada padamu." Velove langsung melongo mendengar syarat yang tak masuk akal menurutnya. Dua duanya jatuhnya akan sama. Sedangkan Altares diam menunggu jawaban Velove. Bagi Velove dua syarat itu hanya menguntungkan satu pihak yaitu Altares sedangkan dia tetap akan di rugikan. Altares tersenyum samar saat melihat wajah keruh Velove. Lebih tepatnya wajah Velove yang sedang berpikir keras saat ini. "Kalau gitu, aku juga punya syarat untuk kamu." Altares menaikkan sebelah alisnya mendengar Velove juga mengajukan syarat untuknya. "Tapi lepas dulu." "Kalau aku nggak mau?" tantang Altares. Velove memanyunkan bibirnya cemberut karena Altares terus saja menjawabnya. Belum lagi posisi yang seperti ini, Velove takut jika Daddy nya tiba tiba ada disana dan malah akan salah paham. Velove mulai memberontak karena Altares tak juga mau melepaskannya. Dan ka
Velove jelas malu setengah mati. Dia menutup pintu kamarnya dengan keras. Memukul kepalanya sendiri, bisa bisanya dia ketiduran dan lupa dengan acara perjodohan itu. "Ya Tuhan, malu banget aku. Dan tadi, laki laki itu?" "Ahhh, dia pasti yang mau di jodohin sama aku!!" Velove terus menggerutu tapi kemudian sebuah pikirkan terlintas dalam otaknya. "Bukannya itu bagus? Dia bisa ilfeel kan sama aku gara gara lihat hal tadi?" Velove tersenyum senang, lalu dia menuju kamar mandi dengan perasaan yang lebih tenang dan santai. Dia akan bersiap, tapi dia juga tak ingin membuat Daddy-nya mengamuk dan malah menghukumnya. # Sedangkan di ruang tamu, Nesa meminta maaf pada tamunya berkali kali karena ulah Velove barusan. "Nyonya Sofiah, maafkan putriku. Mungkin dia lupa jika malam ini adalah malam yang penting untuknya." Sofiah yang awalnya syok melihat penampilan Velove akhirnya tertawa. Dia merasa jika Velove itu sangat lucu dengan penampilan polosnya. "Tidak apa apa ny
"Appa? Dad? Yang bener aja. Aku baru masuk kuliah dan Daddy udah jodohin aku!!" pekik seorang gadis dengan keras. "Ya, dan nanti malam kita akan membicarakan masalah itu. Jadi jangan pergi kemana mana." Velove, memijat keningnya yang berdenyut. Bagiamana tidak. Baru saja dia kembali dari kampus tiba tiba di ajak bicara tentang masalah perjodohan. Astaga, jaman sekarang masih ada perjodohan seperti itu. "Dad, kenapa nggak rundingin dulu sama aku sih. Main di jodohin aja." dumel Velove lagi. " Lagian, kenapa nggak Daddy aja yang nikah lagi. Kenapa malah aku yang di jodohin! " Bugh..... " Aduh! " Velove meringis saat sebuah bantal melayang mengenai kepalanya dan pelakunya adalah sang Mommy. Mata Mommy nya sudah melotot ke arah Velove yang membuat Velove semakin cemberut saat ini. "Kalau bicara yang bener Velove, masak nyuruh Daddy kamu nikah lagi." omel Nesa. Mahen menghela napas berkali kali melihat tingkah laku putrinya ini. Tapi dia tak bisa membatalkan