Velove yang sudah bisa kabur dari Altares pun pergi ke kantin dengan wajah kesalnya. Sepanjang perjalanan ke kantin gerutuan dan makian tak lepas dari nama Altares.
"Bisa bisanya aku nggak tahu kalau dia dosen disini. Mana ngajarnya di kelasku lagi!" Velove menaruh tas nya dengan keras. Dia menelungkupkan wajahnya di meja karena lelah. Ingin sekali dia memejamkan matanya tapi datang dua orang laki laki yang tiba tiba duduk didepannya. "Mau apa kalian?" tanya Velove ketus. "Ayolah sayang, kenapa masih ketus sih sama aku. Kamu nggak kangen sama aku, padahal aku kangen banget sama kamu." Damian mengatakan itu di depan banyak orang. Terlebih saat ini mereka menjadi pusat perhatian karena beberapa yang mengenal Damian bukan anak kampus disitu. Apalagi Velove mahasiswa yang baru pindah kesana. Bisa terbilang baru karena dia pindah di pertengahan semester. "Damian stop, kita nggak ada hubungan lagi. Dan stop panggil aku sayang." bentak Velove kesal. Damian terkekeh melihat ekspresi kesal Velove. Sementara Lukas temannya hanya diam melihat drama dua orang yang sudah putus hubungan itu. Tangan Damian terulur dan ingin meraih tangan Velove tapi Velove langsung menepisnya. Velove benar benar sudah muak melihat wajah Damian saat ini. Mengingat ketika beberapa bulan lalu Velove memergoki Damian sedang bertukar saliva dengan teman terdekat Velove. Karena alasan itu lah Velove pergi ke club malam bersama teman temannya di luar negeri. "Jangan berani menyentuhku dengan tangan kotormu itu Damian!!!" tunjuk Velove semakin marah. Damian yang tersinggung pun menarik paksa tangan Velove dan di seretnya keluar dari kampus. Lukas sempat terkejut dengan apa yang di lakukan Damian saat ini. Pasalnya tak ada dalam perjanjian jika Damian akan bersikap kasar dengan Velove. Damian mengatakan pada Lucas jika dia ingin meminta maaf pada Velove dan membujuknya untuk kembali pada Damian. "Damian, kamu gila! Lepasin aku!!" Velove terus berteriak, tapi tak ada yang berani mencegah itu. Velove yang termasuk pendiam dan jarang bergaul pun terus meronta dan memukul tangan Damian. Dari kejauhan Altares mengerutkan keningnya saat melihat Velove di seret secara kasar oleh Damian. Dia bergegas meninggalkan dosen perempuan yang sedang mengajaknya bicara dengan sedikit menggodanya sedari tadi. Tapi saat langkahnya semakin dekat dengan Velove tubuhnya membeku di tempatnya. Brak..... Damian terpental begitu keras dan menabrak dinding. "Argh ....." teriak Damian keras. Semua orang pun melongo, tak terkecuali Lucas. Altares sempat melongo tapi dia juga sedikit terguncang melihat wajah Velove yang saat ini sedang marah besar. "Aku sudah kasih kamu peringatan Damian. Tapi telinga kamu tuli. Kita udah nggak ada hubungan semenjak kamu tidur sama Diana. Jadi jangan pernah menggangguku lagi. Atau jika kamu masih saja nekad, aku akan benar benar mematahkan semua tulang tulangmu!!!" teriak Velove keras. Napasnya memburu karena marah. Setelah itu Velove pergi dari sana dengan cepat. Sedangkan Damian sudah mengumpat marah karena Velove berhasil membuatnya kembali malu di depan banyak orang. Apa kata orang jika dia kalah dari seorang wanita. "Berengsek kamu Velove, aku akan balas kamu nanti!!!" desis Damian kesal. Altares yang melihat Velove pergi dari sana dengan cepat memburu Velove. Dan saat Altares melihat Velove berada di dekat parkiran dia menarik tangan Velove dengan lembut. "Apa yang kamu lakukan?" teriak Velove. Awalnya teriakan itu keras tapi perlahan mengecil saat tahu siapa yang tengah menariknya saat ini. Wajahnya berubah menjadi panik dan kepalanya menoleh ke kiri dan ke kanan takut jika ada yang melihat dia di bawa pergi oleh Altares. Altares membawanya masuk ke dalam mobil milik Altares. "Kok masuk mobil? Aku bawa mobil sendiri tadi!" Velove bingung dengan apa yang di lakukan Altares. Apalagi sejak masuk mobil Altares hanya diam saja tanpa ada suara sedikitpun. Terdengar di telinga Velove jika Altares menyuruh Carlos mengambil mobil Velove di parkiran kampus. "Kita mau kemana?" tanya Velove bingung. Altares hanya diam mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang. Karena tak kunjung mendapat jawaban Velove memalingkan wajahnya ke arah lain. Dia memilih menatap jendela mobil sambil melihat jalanan yang sedang mereka lewati. Awalnya dia merasa biasa saja, tapi kemudian Velove merasa asing dengan jalanan yang mereka lalui. " Al, kamu mau culik aku ya?" pekik Velove. " Rugi nyulik istri sendiri. " jawab Altares datar. " Lah iya ya," sahut Velove tersadar. Velove kembali diam dengan wajah penasaran. Tapi matanya menyipit saat mobil itu berbelok pada sebuah rumah mewah dengan halaman yang begitu luas tapi asri. Saat melihat sisi kiri dan kanan halaman itu ada beberapa bunga yang di tanam dan juga kolam kecil di tengahnya. " Ini rumah siapa? " tanya Velove bingung. Tapi Altares tak menjawab dan malah keluar dari dalam mobil terlebih dahulu. Velove yang di tinggal merasa kesal, lalu dia menutup pintu mobil dengan kencang. Menyusul Altares yang sudah lebih dahulu masuk ke dalam rumah. Velove tak punya tenaga lagi untuk meladeni Altares karena tenaganya habis akibat ulah Damian. Tapi saat Velove masuk ke dalam rumah itu tubuhnya membatu melihat sebuah pigura besar yang berisi foto pernikahannya dengan Altares. "Ini rumah kita, rumah yang akan kita tempati setelahnya." Altares tiba tiba muncul dari dalam rumah membawa sebuah kotak obat. Dia memberi kode pada Velove untuk duduk disebelahnya. Velove seperti robot yang berjalan kaku. Otaknya kosong seketika. Kata kata "Rumah Kita" dari Altares terus berjalan di otak mungilnya. Altares membiarkan Velove bengong karena saat ini dia fokus pada pergelangan tangan Velove yang memerah. "Aw...." Velove akhirnya tersadar ketika tangannya terasa perih. "Sakit?" Velove terpaku pada wajah tampan Altares yang saat ini tengah fokus mengobati tangannya. to be continuedVelove yang sudah bisa kabur dari Altares pun pergi ke kantin dengan wajah kesalnya. Sepanjang perjalanan ke kantin gerutuan dan makian tak lepas dari nama Altares. "Bisa bisanya aku nggak tahu kalau dia dosen disini. Mana ngajarnya di kelasku lagi!" Velove menaruh tas nya dengan keras. Dia menelungkupkan wajahnya di meja karena lelah. Ingin sekali dia memejamkan matanya tapi datang dua orang laki laki yang tiba tiba duduk didepannya. "Mau apa kalian?" tanya Velove ketus. "Ayolah sayang, kenapa masih ketus sih sama aku. Kamu nggak kangen sama aku, padahal aku kangen banget sama kamu." Damian mengatakan itu di depan banyak orang. Terlebih saat ini mereka menjadi pusat perhatian karena beberapa yang mengenal Damian bukan anak kampus disitu. Apalagi Velove mahasiswa yang baru pindah kesana. Bisa terbilang baru karena dia pindah di pertengahan semester. "Damian stop, kita nggak ada hubungan lagi. Dan stop panggil aku sayang." bentak Velove kesal. Damian terkekeh m
Altares memilih meninggalkan kamar mereka dan kembali bersama keluarganya di bawah. Sedangkan Velove dengan cepat membersihkan sisa riasan di wajahnya. Velove bernapas lega karena saat kembali ke kamar Altares sudah pergi dari sana. Velove naik ke atas ranjangnya dan tak lama matanya mulai terpejam dengan cepat. Velove langsung tertidur pulas. Altares yang sudah selesai mengobrol pun kembali ke dalam kamar. Dia melihat Velove yang sudah pulas dalam tidurnya. "Dia kebo banget!" Altares berlalu ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Setelah berganti pakaian dia ikut naik ke atas ranjang. Meraih tubuh Velove lalu memeluknya sambil tertidur. Velove yang merasa nyaman dalam pelukan itu semakin mengeratkan pelukannya pada Altares yang dia pikir adalah guling miliknya. # Pagi menjelang..... "Kyaaa .....mpph....." Altares yang terkejut pun langsung membungkam mulut Velove yang saat terbangun sudah berteriak kencang. Mata Velove melotot saat sadar siapa yang ada disamp
Velove bangun saat jam alarmnya berbunyi berkali kali. Tapi bukannya lekas bangun, Velove kembali melanjutkan tidurnya. Karena kesal alarmnya terus berbunyi akhirnya Velove melempar jam itu ke sembarang arah. Dug ... "Eh....." Mata Velove terbuka sempurna saat mendengar suara kesakitan. Dia lalu bangun dari tidurnya dan melotot lebar saat melihat siapa yang sudah ada di dalam kamarnya. "Kamuuu?" Velove syok, lalu tersadar jika saat ini dia sedang memakai gaun tidur yang tipis. Velove dengan cepat menarik selimutnya dan menutup tubuhnya sehingga yang terlihat hanya kepalanya saja. "Kamu ngapain masuk ke kamarku?" teriak Velove keras. Altares tak menghiraukan perkataan Velove karena kepalanya masih berdenyut akibat terkena jam alarma Velove tadi. Velove yang menyadari itu meringis kecil sekaligus takut. Dia takut jika Altares akan marah kepadanya bahkan membalas apa yang dia lakukan meskipun itu tak sengaja. "Lupa, kalau kita mau pergi?" Velove mengerutk
Velove masuk ke dalam kamarnya dengan langkah gontai mengingat apa yang di katakan sang Momy tadi. Saat sampai di kamarnya, dia melihat jarinya yang tersemat cincin yang di berikan Sofiah tadi kepadanya. "Jual ginjal? Astaga.... ini kenapa malah bikin aku takut? Bukan apa apa malah udah horor begini!" dumel Velove dalam hati. Dia membersihkan wajahnya sesaat setelah dia berganti pakaian. Merebahkan dirinya dan berguling guling tak jelas di ranjangnya. Velove sudah membayangkan bagaimana jadinya dia yang akan menikah sebentar lagi. "Gila nggak sih ini, balik ke indo malah langsung di suruh nikah. Mana jodohnya om om mesum lagi." Velove terus mengomel dalam hati sampai pada akhirnya dia terpejam karena hari sudah semakin larut. # Di sisi lain, Altares hanya mampir sebentar di rumah kedua orang tuanya. "Nggak nginep aja Al?" "Nggak ma, lain kali. Besok aku ada kerjaan pagi." Sofiah mengangguk mengerti. Altares sama seperti Marko sang papa yang gila kerja. J
"Apa aku tak salah dengar?" "Nggak ada yang salah, dan itu persyaratan nya. Seminggu lagi atau sebulan lagi. Semua keputusan ada padamu." Velove langsung melongo mendengar syarat yang tak masuk akal menurutnya. Dua duanya jatuhnya akan sama. Sedangkan Altares diam menunggu jawaban Velove. Bagi Velove dua syarat itu hanya menguntungkan satu pihak yaitu Altares sedangkan dia tetap akan di rugikan. Altares tersenyum samar saat melihat wajah keruh Velove. Lebih tepatnya wajah Velove yang sedang berpikir keras saat ini. "Kalau gitu, aku juga punya syarat untuk kamu." Altares menaikkan sebelah alisnya mendengar Velove juga mengajukan syarat untuknya. "Tapi lepas dulu." "Kalau aku nggak mau?" tantang Altares. Velove memanyunkan bibirnya cemberut karena Altares terus saja menjawabnya. Belum lagi posisi yang seperti ini, Velove takut jika Daddy nya tiba tiba ada disana dan malah akan salah paham. Velove mulai memberontak karena Altares tak juga mau melepaskannya. Dan ka
Velove jelas malu setengah mati. Dia menutup pintu kamarnya dengan keras. Memukul kepalanya sendiri, bisa bisanya dia ketiduran dan lupa dengan acara perjodohan itu. "Ya Tuhan, malu banget aku. Dan tadi, laki laki itu?" "Ahhh, dia pasti yang mau di jodohin sama aku!!" Velove terus menggerutu tapi kemudian sebuah pikirkan terlintas dalam otaknya. "Bukannya itu bagus? Dia bisa ilfeel kan sama aku gara gara lihat hal tadi?" Velove tersenyum senang, lalu dia menuju kamar mandi dengan perasaan yang lebih tenang dan santai. Dia akan bersiap, tapi dia juga tak ingin membuat Daddy-nya mengamuk dan malah menghukumnya. # Sedangkan di ruang tamu, Nesa meminta maaf pada tamunya berkali kali karena ulah Velove barusan. "Nyonya Sofiah, maafkan putriku. Mungkin dia lupa jika malam ini adalah malam yang penting untuknya." Sofiah yang awalnya syok melihat penampilan Velove akhirnya tertawa. Dia merasa jika Velove itu sangat lucu dengan penampilan polosnya. "Tidak apa apa ny