Share

Jadi Istri Kedua Bosku Sendiri?
Jadi Istri Kedua Bosku Sendiri?
Author: Lia Dydzu

Bab ~ 1

"Akhirnya aku menemukanmu, Nak!”

Tangis seorang Ibu pecah. Dipeluknya Danika dengan erat, hingga gadis itu merasa sesak nafas karena tercekik.

“Bu, tolong, Bu! Saya tercekik, Bu!”

Tangan Danika menggapai-gapai pada Reni, sang sahabat yang berdiri tercengang menyaksikan kejadian didepannya.

Bagaimana tidak, dia pun syok dengan apa yang terjadi barusan.

Beberapa jam lalu..

“Pusing banget kepala gue, Ren!” Danika berujar sambil memijit keningnya.

Danika dan Reni adalah sahabat sejak mereka SMA, hubungan persahabatan itu kembali terjalin saat kuliah dan bekerja di perusahaan yang sama.

Mereka berdua baru saja keluar dari kantor untuk pulang ke rumah masing-masing. Danika dan Reni berjalan menuju halte terdekat untuk menunggu angkutan umum.

“Memangnya lo pusing kenapa, Ka?”

“Kerjaan kantor banyak banget belakangan ini. Terus tadi gue ditegur kepala staf karena sering terlambat. Padahal terlambat gue hanya 30 menit doang!”

Reni tiba-tiba saja tertawa. 

Melihat itu, Danika bersedekap dada. “Kenapa lo ketawa, hah? Memang ada yang lucu?”

“Ya, lucu aja. Masa iya lo terlambatnya parah banget begitu?”

Danika menghela nafas dan menggelengkan kepalanya. “Gue juga gak tahu! Jangan sampai gue bermasalah deh di kantor, apa lagi kalau sampai kena tegur sama Bos! Wah, bisa tamat gue! Mana skincare gue belum pada lunas lagi!”

“Makanya lo tidurnya cepetan nanti malam!”

“Oke, Bos!” Mereka berdua kemudian tertawa.

“Ren, gue haus, nih! Gue beli minum dulu ya di depan.”

Reni mengangguk. Danika segera beranjak dari duduknya untuk ke minimarket yang ada di seberang jalan. Baru beberapa langkah berjalan, tiba-tiba rerdengar deritan rem yang begitu panjang dan jeritan Danika setelahnya.

Cit!

Brugh!

“Nikaaaa!” Reni menjerit histeris sejadinya. Dia langsung berlari menghampiri Danika yang sudah duduk terjatuh.

“Nika, Lo gak apa-apa?” Reni sibuk memeriksa semua bagian tubuh Danika. Dia bersyukur Danika selamat.

Sang pengemudi langsung keluar dari mobilnya yang ternyata seorang wanita paruh baya dengan penampilan cukup nyentrik. Rambut pendek dan berponi ala Dora, dengan berpakaian ala anak muda. Untung tidak sekalian membawa ransel dan bertanya di mana peta.

“Ya ampun, Nak! Kamu tidak apa-apa? Maafkan saya. Saya benar-benar tidak sengaja.”

“Duh, Ibu, sih? Apa sedari tadi Ibu menyetir tidak lihat jalan apa, Bu?” Reni sudah merepet hingga sepanjang jalan kenangan.

Ibu itu gelisah dan takut. Dia menangkupkan tangan di depan dadanya. “Maafkan saya! Ayo kita bawa teman kamu ke Rumah Sakit.”

“Tunggu, Bu! Saya akan coba menyadarkan dia lagi,” ucap Reni.

Ibu itu hanya mengangguk pasrah saat mendengar apa yang akan dilakukan oleh teman gadis yang dia tabrak ini.

Danika yang masih syok hampir saja basah celananya. Pandangannya kosong seperti dompetnya yang minta diisi. Reni semakin khawatir, dia mendekatkan bibirnya tepat ditelinga Danika.

“Danikaaaaaa..!!!”

Entah karena kekuatan suara Reni yang tinggi, atau bau mulut Reni yang begitu menggugah perut ingin muntah, membuat Danika kembali sadar dari rasa syoknya.

“Kurang ajar! Apa-apaan lo, Ren?” Danika mengusap-usap hidungnya. Sedang Reni mengucap syukur tiada henti karena usahanya berhasil. Tidak sia-sia dia makan rendang jengkol buatan emaknya tadi pagi.

Sedang wanita penabrak Danika tiba-tiba tidak bergeming. Tubuhnya seperti kaku ketika mendengar nama gadis cantik yang hampir dia tabrak itu. Pelan-pelan dia berlutut untuk melihat dengan jelas wajah gadis yang bernama Danika itu.

“Nak, apa benar kamu bernama Danika?”

Danika dan Reni saling pandang satu sama lain. Danika langsung saja mengangguk “Iya, benar nama saya Danika.”

Ibu itu tiba-tiba saja bergerak mendekat pada Danika, dekat sekali. Danika merasa ngeri, sebab mata Ibu itu mendelik seperti orang kesurupan padanya.

“Apa benar kamu anaknya Sawiyah dan Toyib yang tidak pernah pulang-pulang tiga kali puasa dan tiga kali lebaran itu?” Ibu itu bertanya tanpa jeda nafas.

Danika menjadi gugup “I-iya benar!”

Ibu itu  mendadak tampak terharu dan bernafas lega. Adegan selanjutnya terjadi. Danika tidak habis pikir apa yang sedang terjadi saat ini.

*_*

Danika menatap langit-langit kamar kos-nya yang tidak terlalu lebar ini. Kejadian tadi benar-benar aneh baginya. Dan dia jadi merasa rindu pada kedua orang tuanya yang sudah tidak ada lagi di hidupnya ataupun di dunia ini.

Danika bangkit dari rebahan-nya, dia membuka lemari dan mengambil sesuatu di sana. Ternyata Danika mengambil foto yang berbingkai 8 inci itu. Air mata menetes dari pelupuk mata indah Danika.

“Ibu, Ayah, Danika rindu sekali pada kalian.”

Lama Danika menangis. Kemudian dia sadar, dia tidak boleh bersedih dengan keadaan yang ada pada dirinya sekarang. Ini sudah takdir dari Allah untuknya.

“Maafkan Nika, Nika tidak boleh sedih. Nika harus kuat dan selalu semangat! Apalagi kisah horor The Tante sudah waktunya tayang, hehe. Astaghfirullah, maafkan hamba, Ya Allah.”

Danika dengan semangat membuat kopi susu favoritnya. Sudah tahu kan kenapa dia selalu saja terlambat masuk kantor? Jelas sekali sebabnya adalah tidur selalu lewat tengah malam. Ditambah lagi pengaruh kopi yang membuat matanya sulit untuk terpejam.

“Wah, benar-benar semakin seru saja, nih kisah horornya. Gila! Merinding aku jadinya, kan?” Danika menggerutu sendiri sambil menyeruput kopinya yang mulai agak dingin.

“Duh! Kenapa cepat banget dingin sih, kopi ini!” tanpa sengaja Danika melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 1 dini hari. Dia pun panik setengah ampun. Dan dengan segera menyudahi acara menonton kisah horor The Tante dengan perasaan tidak rela.

*_*

Di sinilah Danika sekarang. Menatap bosnya dengan rasa sebal yang luar biasa. Bagaimana tidak, dia sudah hampir setengah jam berdiri hanya untuk menunggui bosnya yang sedang membolak-balik kertas.

‘Kurang ajar! Apa lagi salah dan dosaku sehingga aku berhadapan dengan bos yang aneh ini! Dan sialnya, kakiku sudah lelah sekali berdiri dengan heels seperti ini! Huuufftt.'

Arsenio Roberto, lelaki tampan stok langka ini yang sudah berusia 33 tahun itu tengah serius memperhatikan kertas berisi biodata seseorang di sana. Sepertinya dia tak peduli pada makhluk hidup yang tengah bernafas sebal melalui hidungnya yang kembang kempis di hadapannya itu.

Sebenarnya, Danika dan beberapa karyawan wanita yang lain begitu terpesona pada Arsenio. Tapi sayangnya lelaki tampan dengan janggut tipisnya ini sudah memiliki istri. Istrinya juga cantik bagai model kelas atas.

Sedang mereka hanya apa coba? Mungkin kalau dibandingkan, istri Arsenio itu bagaikan hidung mancung, mereka hanya bagaikan ingusnya. Kalau istri bos mereka bagaikan kulit yang mulus, mereka hanya bagaikan kulit burik dan berjerawat-nya. Jelas sangat jauh berbeda bukan?

Tidak mengapa juga 'sih kalau mengagumi bos mereka yang tampan bagaikan pangeran dari kayangan itu. Tapi bagi Danika, dia sudah pensiun untuk terkagum-kagum pada Arsenio.

Eh, belum terlalu lama juga. Karena yang sesungguhnya Danika tahu, bosnya ini sangat, sangat apa ya? Sangat menyebalkan sekali. Dia selalu saja dapat hukuman yang aneh-aneh saat tanpa sengaja Danika terlambat masuk kantor. Memang sih tidak melalui Arsenio langsung, tapi melalui kepala staf. Tapi kan yang memberikan perintah 'kan tetap Arsenio.

“Kamu Danika?”

“Eh, iya, Tuan?”

Arsenio mendekatkan kembali kertas CV karyawan untuk dia baca “Nama panjang kamu Danika aroma melati?” tanyanya dengan tawa yang di tahan.

“Iya! Itu memang nama saya!” Danika terkejut setengah mati saat tiba-tiba Arsenio tertawa cekikikan. Bahkan dia sampai memegangi perutnya. Danika memasang wajah ilfil.

“Kenapa nama kamu tidak Danika aroma kantil saja?”

“Hmm, mungkin waktu itu Ibu saya ngidamnya menghirup bunga melati dan makan pecahan beling, Tuan! Ya suka hati Ibu saya lah, Tuan! Kenapa Tuan yang heboh!”

Braaak! Arsenio menggebrak meja. Danika antara panik dan bingung.

‘Kumat nih orang!’

“Kamu tahu apa kesalahan kamu?”

“Justru saya mau tanya sama Tuan apa kesalahan saya!” jawab Danika santai.

Arsenio sudah mulai memasang wajah masam. Danika cengengesan dan mengusap tengkuk belakangnya.

‘Duh! Kenapa wajah dia berubah begitu? Apa jangan-jangan dia marah? Waduh siaga 1 gue! Bisa gawat, nih! Mana skin care gue belum lunas lagi!’

Danika jantungan dan bersiap-siap kalau-kalau dragon di hadapannya ini akan menyemburkan api.

'Amboi! Habislah aku!’

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status