LOGIN**
Jadi, yang disebut dengan tidur siaga itu adalah seperti ini. Pertama-tama, Gending mengambil posisi duduk yang nyaman di sofa ruang serbaguna.
Kedua, ia menarik nafas yang dalam, menahannya di dada, lalu melepaskannya pelan-pelan.
Ketiga.., oh, jangan lupa, pakai kacamata terlebih dulu, supaya tidak ada orang yang tahu bahwa mata Gending sedang terpejam.
Sang ajudan ini mengambil kacamata potokromik dari saku kemeja dan memakainya. Ia juga menundukkan kepalanya sedikit seakan-akan sedang mencermati sebuah notes yang sedang ia pegang.
Nah, yang ketiga adalah, memejamkan mata.
Keempat, membuat hitungan di dalam hati dengan cara seperti ini.., ya, Gending pun menghitung di dalam hati.
“Satu-dua-tiga.., satu.”
“Satu-dua-tiga.., dua.”
“Satu-dua- tiga.., tiga.”
“Satu-dua-tiga.., empat.”
Bersamaan dengan itu, tanamkan di dalam pikiran sendiri, ketika nanti
**Prakk..!Widya terkejut!Tiba-tiba saja lukisan bergambar badut hello Kitty dan wanita berbusana pengantin di dinding kamarnya terjatuh.Tentunya, hal itu memutus kesedihan yang ia ratapi sejak beberapa jam yang lalu. Perlahan ia mengangkat wajahnya dari bantal yang telah basah akibat air matanya sendiri.Bayangan Kelvin, yang sejak tadi menghuni alam pikirannnya sekejap raib. Digantikan keanehan yang berusaha ia nalari dengan logika yang wajar.Putri Wibisono ini pun bangkit dari ranjangnya. Sebentar ia duduk di tepian ranjang, terisak beberapa kali, sambil mengusap air matanya menggunakan punggung tapak tangan, kanan dan kiri bergantian.Ia lalu berjalan pelan menuju ke satu bidang dinding di sisi kiri. Sampai di situ, ia membungkuk, mengambil lukisan badut hello Kitty yang terjatuh dan memeriksa bingkainya.Ini adalah lukisan karya anak down syndrome bernama Mikhail, yang ia dapat dari sebuah lomba di Taman Mini Indonesia
**“Kenapa kamu tidak mau berpamitan dengan Ibu Suri?”“Entahlah, Iroh.., aku merasa tidak tega saja.”“Aku tidak sanggup melihat matanya, melihat wajahnya, melihat sosoknya di kursi roda, lalu bilang pamit mau pergi.., rasanya, Iroh, seperti mau meninggalkan ibu sendiri.”“Sepertinya, kamu sudah cukup dekat dengan Ibu Suri itu ya?”“Bisa dikatakan, begitulah. Ibu Suri itu orangnya baik, Iroh. Jauh berbeda dengan Miss Widya anaknya.”“Kamu tahu kan, ada pepatah yang berbunyi; buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Nah, Miss Widya ini jatuhnya jauh, jauh banget dari pohonnya.”Terdengar suara helaan nafas yang panjang dari sisi Iroh.“Jangankan dengan Ibu Suri, bahkan dengan Venus saja aku tak sampai hati mau pamit.”“Orang bilang, mata adalah jendela hati. Maka begitulah kira-kira ketika aku melihat bola mata Venus.”&ldq
**Gending sampai di rumah Acropolis ketika waktu sudah menunjukkan pukul empat sore. Taksi yang mengantarkannya pulang segera pergi setelah ia turun dan membayar ongkosnya.Ia kemudian memasuki rumah lewat pintu pagar yang dibukakan oleh Mbak Ratih.“Lho, kamu pulang cepat?” Sapa Mbak Ratih heran.“Iya, Mbak.”“Kenapa?”“Disuruh Miss Widya.”“Oh, naik apa tadi?” “Naik taksi.”Sebelum Mbak Ratih bertanya lagi, Gending cepat-cepat mendahului.“Ibu Suri di mana?”“Lagi istirahat.”“Di kamarnya?”“Iya.”Gending merasa lega. Sebab ia tidak harus bertegur sapa dengan Ibu Suri seandainya bertemu.Tanpa pikir panjang Gending segera mengarahkan langkah kakinya menuju paviliun belakang.Guk..! Gukk..!Terdengar gongongan dari Venus dari satu pojok di
**“Terima kasih atas waktunya ya Mbak.” Ujar Gending sembari berdiri.“Never mind.” Sahut Mbak Vera, tersenyum tipis, tapi mimiknnya sedih.“Kalau kamu butuh bantuan ke Mbak, hubungi saja. Selagi Mbak bisa pasti akan Mbak bantu.”Setelah berpisah dengan Mbak Vera itu Gending kemudian menemui Hari Atmoko.Dia adalah komandan dari satu regu sekuriti yang dikontrak dan ditugaskan perusahaan bironya di perkantoran Arung Tower ini.Gending yang memang telah mengenal baik sang komandan pun menyampaikan maksudnya.“Begini, Bang. Saya berbicara bukan atas nama Ibu Widya selaku CEO Arung Bahari Corp, juga tidak mengatas-namakan Arung Tower ini.”“Tunggu, tunggu Mas Gending. Sepertinya, ini obrolan serius nih.” Sahut Hari Atmoko, menarik sebuah kursi dan menyodorkannnya pada Gending.“Duduk dulu Mas, duduk dulu.”Gending yang mendapat keramah-tam
**“Jadi, setelah pergi dari Acropolis, kamu mau ke mana?”“Untuk sementara, mungkin aku mau pergi ke Angke.”“Tempat siapa tuh?”“Tempat tinggal aku yang dulu, bareng teman karibku, sesama badut hello Kitty.”Mbak Vera mengangguk-angguk. Ada raut prihatin yang tercetak di wajahnya, menyadari seorang rekan yang telah ia kenal dengan cukup baik akan segera pergi.“Kamu mau turun ke jalan lagi? Mengamen jadi badut lagi?”“Sepertinya itu pilihan terakhir, Mbak. Karena, kebetulan aku mendapat tawaran pekerjaan dari seorang teman lama.”“Pekerjaan apa tuh?”Gending tidak akan keceplosan, alih-alih salah bicara, dengan membeberkan penawaran yang ia terima dari agen intelejen negara bernama samaran Mang Demang itu. Intelejen negara, gitu lho!Jawab Gending kemudian, “Pekerjaan biasa yang pernah aku jalani dulu, sewaktu
**“Tapi ini soal.., tapi ini soal..,”Gending tak bisa melanjutkan lagi kalimatnya, saking banyaknya kata yang memenuhi kepala dan berebut keluar lewat lisannya.Terakhir, ia hanya bisa menarik nafas dalam-dalam, dan membuangnya kuat-kuat.“Gending,” ujar Mbak Vera lembut.“Kamu yang sabar ya. Kamu tahu Mbak ada di pihak kamu. Mbak bisa mengerti kok apa yang kamu rasakan sekarang ini.”“Jujur ya, semua rasa hormat yang Mbak miliki sekarang, Mbak limpahkan semuanya ke kamu, seorang laki-laki yang begitu teguh menjalankan amanah.”“Walaupun kamu tidak mendapat pamrih apa pun. Tetapi kamu terus menjalankan amanah itu sebagai bentuk balas budi kepada orang tua asuh kamu.”Gending menundukkan kepala. Tangannya bergerak malas memutar-mutar sedotan di gelas es jeruk miliknya. “Mbak b







