Share

2. Tidak ada restu untuk Clara

"Apa maksudmu!" bentak Jack yang tak mengerti dengan ucapan putranya.

Gustav menghela napas panjang, di sela-sela kekacauannya ia mulai mencoba untuk menceritakan apa yang telah terjadi. Meskipun pada akhirnya ia akan mendapatkan amarah dari sang ayah. 

"Pernikahan kami telah hancur, dan mungkin sebentar lagi kami akan berpisah," ucapnya dengan nada yang sedikit berat.

Seketika tamparan dari sang Ayah berhasil membuatnya meringis, namun itu tidak sebanding dengan sakitnya hati Grace saat ini. Ia memang pantas mendapatkan tamparan bahkan berkali-kali lipat. 

"Bisa bisanya kau mengatakan hal yang sangat aku benci! Otakmu dimana? Dia sedang mengandung anakmu, cucuku itu cucuku!" Sambil menunjuk dadanya dengan amarah yang menggebu-gebu, Jack sungguh dibuat tak percaya dengan apa yang putranya katakan.

"Katakan apa yang sebenarnya terjadi," ucap Jack yang sedikit menurunkan intonasi bicaranya, meskipun kecewa ia juga berhak tahu alasan apa yang membuat mereka memutuskan untuk berpisah.

"Aku yang salah, membuatnya terluka," ucapnya yang tak sanggup untuk mengatakan yang sebenarnya.

"Tidak usah bertele-tele!" Seketika Jack menggebrak meja dengan kasar, sungguh ia geram dengan jawaban putranya yang tidak langsung pada intinya.

"Aku…. Aku… sudah mengkhianati kepercayaannya, Clara, dia hamil anakku." Seketika air matanya mengalir begitu saja.

Seketika tamparan bertubi-tubi dari sang ayah pun berhasil mendarat di pipinya, ia sama sekali tak mengaduh, seolah pasrah menerima amukan sang ayah. 

Sementara ibunya yang mendengar pernyataan pahit itu hanya memegangi dadanya yang terasa sesak. Sungguh ia tak menyangka dengan apa yang ia dengar, putra yang ia besarkan dengan baik dan ia ajarkan tentang segala kebaikan, justru kini tengah mengecewakannya. Menyakiti wanita yang sangat ia sayangi selama ini, bahkan sedang mengandung cucunya, cucu pertama yang sebentar lagi hadir, namun harapan itu telah dipatahkan oleh putranya sendiri. Seolah ia telah gagal dalam mendidik putranya.

Napas Jack tengah memburu, ia begitu marah kecewa kepada putranya yang tidak tahu diri. 

"Lalu apa yang akan kau lakukan selanjutnya, menikahi wanita berduri itu? Cuh, jangan harap aku merestuinya!" Jack pun meludah, kemudian bergegas pergi meninggalkan Gustav yang menunduk tak berkutik. Hatinya sangat kecewa, marah? Jelas saja.

Kemudian Gustav menatap ke arah sang ibu. Terlihat diraut wajahnya yang keriput tersemat kekecewaan yang tak bisa lagi di sembunyikan, air mata yang mengalir pun berhasil  menyita perhatian Gustav. Gustav kemudian berdiri dan berjalan mendekati sang ibu.

"Maafkan aku, bu," ucapnya sembari memeluk sang ibu. Rasa bersalah pun semakin menjadi, belum pernah ia mengecewakan sang ibu, tapi hari ini ia benar-benar membuat wanita yang melahirkannya merasakan kekecewaan yang teramat sangat.

Sang ibu hanya diam tak mengatakan sepatah kata, membuat Gustav semakin merasa bersalah. Ternyata bukan hanya Grace yang terluka, kedua orang tuanya pun demikian. Bahkan ia telah menyakiti semua orang yang telah mempercayainya.

"Bu, bagaimana pun juga aku harus bertanggung jawab," ucapnya dengan membenamkan wajahnya dibahu sang ibu.

Ibunya masih saja diam, rasanya enggan untuk berbicara. Ia begitu kecewa dan tak mau ikut campur lebih dalam. Membiarkan sang putra memilih jalan hidupnya, toh suatu saat pasti akan menyadari sendiri akan kesalahannya.

****

Sementara di keheningan malam, Grace masih terbayang bagaimana sakitnya ketika sahabatnya mengucapkan sebuah kejujuran yang menjijikkan. Tak pernah menyangka bahkan tak pernah tersemat di pikirannya jika hal itu akan terjadi. Ia mengusap lembut perutnya yang semakin membesar. Nampak air matanya yang lolos dari kelopak matanya yang sedari tadi ia tahan.

Sungguh rasanya miris, belum juga anak itu lahir. Sang suami sudah meninggalkannya. Entah apa yang harus Grace katakan jika anak itu lahir dan tumbuh semakin besar. Pastinya menanyakan sosok sang ayah. Bagaimana ia akan menjawabnya, sementara ia tak lagi berniat untuk menikah. Rasanya sudah cukup dan tidak ingin lagi mengulang sakit yang sama. Sakit hatinya telah membuatnya trauma.

"Nak, kita berjuang sama-sama ya? Bantu mommy untuk bangkit," ucapnya sembari mengelus perutnya yang sesekali ada pergerakan, seolah anak yang dikandungnya merespon ucapannya.

"Eh kamu tahu nak? Maafkan mommy ya, yang membuat kamu juga ikut sedih," ucapnya tersenyum kala merasakan pergerakan di dalam perutnya.

Sungguh ia masih bersyukur, setidaknya ia tidak sendirian. Masih ada anak yang membuatnya semangat melanjutkan hidupnya. 

Kini hari-harinya sudah berbeda, ia mencoba untuk tetap kuat, karena sesungguhnya waktu terus berjalan. Tak mungkin jika ia hanya berjalan di tempat dan meratapi rasa sakitnya sementara mereka yang menyakiti belum tentu memikirkannya, bahkan bisa saja justru bahagia dan menikah tanpa sepengetahuannya. Namun ia menepisnya, tak mau lagi untuk memikirkan dua pengkhianat itu.

*****

"Tuan Jack, tolong restui hubungan kami," ucap Clara saat di dalam ruangan kerja Jack. Ya, Clara merupakan sekretaris Jack. 

"Ada banyak sekali tanaman yang saya sukai, namun sayangnya ada juga tanaman yang tidak saya sukai, yaitu tanaman berduri," ucap Jack seraya menyindir Clara.

Mulut Clara seketika terkatup, ia mengerti apa yang dikatakan oleh atasannya yang mana ia sedang disamakan seperti tanaman berduri. Sakit memang, tapi itulah kenyataannya. Tetapi bagaimana pun juga ia sedang mengandung anak dari Gustav, sekaligus calon cucu atasannya.

"Sekalipun kau menikah dengan putraku, tak akan pernah ada secuil pun restu dariku. Karena apa? Karena aku tidak menyukai tanaman berduri. Dan kau bukan hanya tanaman berduri, tapi juga tanaman benalu yang tumbuh liar." Sungguh ucapan Jack membuat hati Clara tersayat, sebegitu hinanya ia di depan calon ayah mertua. Bahkan secara terang-terangan calon ayah mertuanya itu tidak menyukainya.

Clara hanya menghela napas, bagaimanapun juga ia harus memperjuangkan haknya.

 

"Tapi Tuan, anak ini tidak bersalah. Dan anak ini juga membutuhkan sosok seorang ayah." Clara bahkan rela mengesampingkan harga dirinya demi atasannya merestui pernikahannya bersama Gustav.

"Kau pikir anak yang dikandung Grace tidak membutuhkan sosok seorang ayah?" Lagi-lagi Clara harus menerima perkataan yang menyakitkan.

Clara sesekali menelan salivanya, ia bahkan tidak tahu lagi harus mengatakan apa, mau memohon seperti apa pun juga tetap saja atasannya tidak akan pernah bisa merestui pernikahannya dengan Gustav.

"Tuan, saya memang pendosa. Tapi tolong restuilah pernikahan kami."

"Kau menyuruhku untuk menusuk besanku dari belakang? Bahkan surat cerai saja Gustav belum menerimanya. Bagaimana mungkin kau mendesak untuk menikah dengan putraku!" Jack semakin marah dan meninggikan suaranya. Mungkin kemarahannya bisa saja terdengar dari luar ruangannya.

Clara yang sedari tadi tersudut dengan semua perkataan calon ayah mertuanya itu pun hanya bisa mengumpat dalam hati. Mirisnya ia bahkan tidak serta merta merasa bersalah apalagi merasa malu. 

"Baiklah jika memang anda tidak akan memberikan kami restu, kami tetap akan menikah, meski itu tanpa restu, permisi," tutur Clara tanpa merasa bersalah, kemudian bergegas pergi tanpa menunggu Jack mengatakan sesuatu.

"Bisa-bisanya Gustav memberikanku keturunan dari wanita menjijikkan seperti itu, dimana matanya pada saat itu, ck ck ck," ucap Jack yang menyesalkan kejadian putranya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status