Share

45

Penulis: Ipak Munthe
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-11 15:42:09

Di dapur, Sofia menyalakan kompor dan mulai memanaskan wajan. Tangannya cekatan, tapi pikirannya entah ke mana.

Sesekali ia terdiam, menatap kosong ke arah jendela, seolah ada sesuatu yang terus menghantui pikirannya.

Pisau di tangannya berhenti memotong sayuran ketika ia menghela napas panjang.

"Aku harus kuat…" bisiknya nyaris tak terdengar.

Bau tumisan mulai memenuhi ruangan, namun rasanya hambar di matanya.

Sofia memaksa tersenyum ketika Bima tiba-tiba muncul di pintu dapur, bersandar sambil mengamati gerak-geriknya.

"Kok bengong?" tanya Bima ringan, meski matanya tajam memperhatikan.

Sofia tersentak kecil lalu buru-buru kembali menumis. "Nggak, cuma kepikiran menu aja."

Bima tidak menjawab, tapi ekspresinya jelas menunjukkan ia tidak percaya.

Tapi Bima bingung harus berbuat apa, akhirnya dia duduk di kursi meja makan sambil menunggu sarapan buatan Sofia.

Sampai tak lama kemudian sepiring nasi goreng pun tersaji.

"Silakan," kata Sofia.

"Hmm..." Bima melihat
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Janda Ceroboh dan Pengacara Dingin   46

    Ruang sidang modern, penuh awak media. Di kiri ruang, Aldi duduk dengan jas mahal dan senyum mengejek. Di kanan, Sofia duduk tenang, mengenakan setelan rapi, di sampingnya Bima. Tenang, tajam, dan siap bertarung. Terdengar suara Hakim "Kita buka sidang gugatan perdata antara pihak penggugat, Ny. Sofia Indah Lestari dan pihak tergugat, Tn. Aldi Prayoga…" Aldi berbisik pada pengacaranya sambil tersenyum. "Tenang saja. Dia nggak punya apa-apa. Dan aku nggak mau dipermalukan lagi oleh dia." Sementara itu, Bima membuka map berisi dokumen. Sofia menatap lurus ke depan. Tidak lagi takut, tidak lagi ragu. "Klien kami menerima seluruh aset atas dasar kepercayaan dan cinta. Tidak ada paksaan, tidak ada tipu muslihat. Semua dokumen sah secara hukum." Pengacara Aldi yang berbicara kali ini. Aldi tersenyum ke arah Sofia. "Kita dulu saling mencintai, bukan begitu, Sofia?" Sofia menatapnya tenang, lalu beralih pada hakim. Jika bukan karena hal penting dia tak akan mau bertem

  • Janda Ceroboh dan Pengacara Dingin   45

    Di dapur, Sofia menyalakan kompor dan mulai memanaskan wajan. Tangannya cekatan, tapi pikirannya entah ke mana. Sesekali ia terdiam, menatap kosong ke arah jendela, seolah ada sesuatu yang terus menghantui pikirannya. Pisau di tangannya berhenti memotong sayuran ketika ia menghela napas panjang. "Aku harus kuat…" bisiknya nyaris tak terdengar. Bau tumisan mulai memenuhi ruangan, namun rasanya hambar di matanya. Sofia memaksa tersenyum ketika Bima tiba-tiba muncul di pintu dapur, bersandar sambil mengamati gerak-geriknya. "Kok bengong?" tanya Bima ringan, meski matanya tajam memperhatikan. Sofia tersentak kecil lalu buru-buru kembali menumis. "Nggak, cuma kepikiran menu aja." Bima tidak menjawab, tapi ekspresinya jelas menunjukkan ia tidak percaya. Tapi Bima bingung harus berbuat apa, akhirnya dia duduk di kursi meja makan sambil menunggu sarapan buatan Sofia. Sampai tak lama kemudian sepiring nasi goreng pun tersaji. "Silakan," kata Sofia. "Hmm..." Bima melihat

  • Janda Ceroboh dan Pengacara Dingin   44

    Pagi menyelinap lewat celah tirai, cahaya hangat menyapu wajah Sofia. Ia terbangun perlahan, menyadari ada lengan hangat yang meleluknyanya. Bima. Sofia terperanjat begitu menyadari lengan Bima melingkari tubuhnya. Dengan gerakan refleks, ia segera duduk tegak, matanya langsung meneliti pakaiannya sendiri sambil mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi semalam. Kenapa Bima bisa tidur di ranjang ini? Bahkan… memeluknya. Dan apakah itu benar-benar hanya sekadar pelukan? Pikirannya berputar liar. Ada rasa malu, bingung, dan sedikit panik yang bercampur menjadi satu. Bima yang merasa gerakannya terusik, perlahan membuka mata. Pandangannya sedikit kabur, tapi begitu fokusnya kembali, ia baru sadar, mereka berdua terbaring di ranjang yang sama. Sofia menatapnya lekat-lekat, sorot matanya penuh tanya. "Kenapa kamu tidur di sini?" suaranya terdengar dingin, tapi samar-samar bergetar. Bima terdiam, menelan kebingungan yang sejak tadi mengganjal. Sebenarnya, ia hanya berniat

  • Janda Ceroboh dan Pengacara Dingin   43

    "Sofia, kamu tidak melupakan Mamimu, kan?" tanya Bima tiba-tiba. Sofia menoleh, menatapnya penuh tanda tanya. "Kamu harus tetap semangat. Aku dapat kabar dari dokter yang menanganinya. Katanya, keadaan Mamimu mulai ada kemajuan. Hari ini, jari-jarinya bergerak," terang Bima. Sofia benar-benar bahagia mendengarnya. Ini seperti secercah harapan di tengah keputusasaan. "Benarkah?" tanyanya tak percaya. "Iya," jawab Bima yakin. "Kita pulang, hari juga sudah sore," kata Bima lagi, suaranya lembut namun sarat kekhawatiran. Sofia mengangguk, lalu kembali berbicara di depan makam ayahnya. "Pi, Sofia pamit dulu. Nanti Sofia pasti datang lagi." Ia berjalan menuju mobil, dan Bima menunggunya dengan tatapan sendu. Sepanjang perjalanan pulang, Bima beberapa kali melirik ke arah Sofia. Ada rasa bersalah dan iba yang mengendap di matanya, namun ia memilih diam, takut kata-katanya justru melukai lebih dalam. Sesampainya di rumah, Sofia membuka pintu mobil dan turun perlahan. Bima

  • Janda Ceroboh dan Pengacara Dingin   42

    "Dia milikku! Sampai kapan pun juga!" bentak Aldi penuh emosi. Tanpa ragu, Aldi yang sudah bangkit kembali langsung menggenggam tangan Sofia, berniat menyeretnya pergi. Lagipula Sofia sudah setuju untuk kembali padanya. "Lepaskan dia!" suara Bima terdengar berat, penuh peringatan, sambil ikut menarik tangan Sofia ke arah sebaliknya. Sofia terjepit di antara keduanya. Tarikan dari dua arah membuat tubuhnya oleng, dan rasa sakit mulai menyebar di lengannya. Air matanya menetes tanpa suara. "Akhhh..." lirihnya menahan perih. Bima tersentak melihat wajah Sofia yang menahan sakit. Seketika itu juga, dia melepaskan genggamannya. Namun bukan berarti dia menyerah. Tidak. Dia hanya tak ingin menyakitinya. Tapi dia tak akan membiarkan pria itu membawanya. "Dia istriku. Aku bilang, lepaskan dia." suara Bima dalam, nyaris seperti geraman. Aldi mendengus sinis. "Kalau begitu, ceraikan dia sekarang juga! Karena kami akan kembali rujuk!" Bima tak menjawab. Ia hanya melangk

  • Janda Ceroboh dan Pengacara Dingin   41

    Ciiittt! Suara rem mobil yang mendadak mengerik itu memecah udara. Mobil itu berhenti hanya beberapa langkah di depan Sofia. Sofia menatap kosong ke depan, kecewa. Kenapa tidak menabrak saja sekalian? pikirnya getir. Dari kejauhan, Bima yang menyaksikan semuanya berdiri terpaku. Rasa lega langsung memenuhi dadanya saat melihat Sofia masih hidup, masih utuh. Tak lama, pintu mobil terbuka. Seseorang turun dengan langkah tergesa dan Sofia menegang saat mengenali sosok itu. Aldi. Sofia membelalakkan mata. Barulah ia sadar mobil itu adalah milik pria yang paling tak ingin ia temui saat ini. "Kamu?" tanya Aldi, terkejut bukan main saat menyadari siapa yang hampir saja ditabraknya. Sofia hanya diam. Matanya masih basah. Ia tak ingin menangis di hadapan pria itu lagi. "Seharusnya aku tabrak saja kamu tadi," gumam Aldi, sinis. Tapi nadanya tak cukup kuat untuk menyembunyikan kegugupan. Lalu tatapan matanya berubah. Terpaku pada penampilan Sofia. celana jins ketat, tubuh

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status