Home / Romansa / Janda Kembang / Kekecewaan Orang Tua

Share

Kekecewaan Orang Tua

Author: madamkey
last update Last Updated: 2021-03-18 21:33:42

Sudah satu minggu Thalisa tidak pulang ke kediaman Wira, berkomunikasi dengannya pun hanya untuk menanyakan tentang perceraian mereka. Selebihnya, Thalisa sudah pasrah akan status janda yang akan ia sandang nanti. Mau tidak mau, Thalisa harus menceritakan ini semua pada kedua orang tuanya.

Persidangan akan diadakan dua minggu lagi, masih ada kesempatan bagi Thalisa untuk pulang ke kampung dan mengabari keluarganya. Setelah dari sana, Thalisa akan kembali lagi ke Jakarta untuk mengurus surat-surat kepindahannya.

Menurut orang-orang di kampungnya, status janda adalah hal yang paling buruk, karena janda gemar digandrungi oleh laki-laki, terlebih laki-laki yang sudah memiliki istri. Itu sebabnya, menjadi janda sangat ditakuti oleh para perempuan di sana.

Kakinya terasa berat untuk melangkah menuju terminal, ia sangat takut dengan tanggapan yang akan diberikan oleh kedua orang tuanya dan juga orang-orang sekampung yang bisa saja mengetahui hal ini dari mulut ke mulut.

Setelah membeli tiket kemarin, Thalisa langsung berangkat sore ini menuju Sukabumi. Thalisa sudah harus memantapkan hati untuk bertemu dengan kedua orang tuanya, menahan rasa malu, menahan rasa sedih, dan juga menahan rasa sakit hati karena telah mengecewakan keluarganya.

***

Selama perjalanan dari Jakarta menuju Sukabumi memakan waktu kurang lebih tiga jam lewat tiga puluh menit, akhirnya sampailah Thalisa di terminal Sukabumi. Rumah orang tua Thalisa tidak terlalu jauh dari terminal, berjarak sekitar tiga puluh lima menit, dan Thalisa pun memesan taksi online untuk sampai ke rumahnya.

Tidak lama menunggu, taksi online atas nama Abdul pun tiba. Thalisa meminta tolong kepada driver tersebut untuk mengangkat barang-barangnya ke bagasi mobil. Setelah itu, driver tersebut langsung mengendarai mobilnya dan mengikuti titik arah lokasi yang sudah tersedia di maps.

Thalisa tidak banyak bicara pada driver online itu, begitu pun sebaliknya. Karena driver online itu pun bisa melihat bahwa Thalisa sedang tidak dalam keadaan yang baik-baik saja, terlihat dari matanya yang memerah sembab akibat menangis.

"Ibu, dari Jakarta, ya?" tanya Abdul, driver itu seraya mengarahkan kaca spionnya ke arah Thalisa.

Thalisa menengok ke arah bangku pengemudi, lalu tersenyum dan menganggukkan kepalanya.

"Di Jakarta, pemandangannya bagus, nggak, Bu, kayak di kampung ini?" tanyanya lagi dengan senyum yang manis persis seperti gula.

"Sama aja, Mas, di Jakarta lebih panas karena sudah banyak gedung-gedung. Kalau di sini kan sejuk, karena pohon-pohon besar masih banyak yang belum ditebang," jelas Thalisa dengan raut wajah yang sedikit cerah dan bahagia.

"Mbak kesini pulang ke rumah orang tua atau cuma liburan aja, Mbak?"

"Pulang, Mas, kangen orang tua," jawab Thalisa dengan wajah yang berubah murung, ia kembali teringat tujuannya kembali ke Sukabumi.

Sampailah mereka di pekarangan rumah milik Bapak Johan dan Ibu Imas, orang tua Thalisa. Begitu melihat anaknya turun dari motor betapa senangnya hati Imas, ia sangat merindukan anak sulungnya ini, ia pun memeluk dan mengelus kepala Thalisa dengan sangat senang.

"Masha Allah, Nduk, kamu itu sibuk banget, ya, di Jakarta? Ibu nggak dikabarin," gerutu Ibu Imas seraya membolak-balikkan tubuh Thalisa, melihat keanehan yang terlihat di tubuh anaknya tersebut. "Lho, lho, kok kamu kurusan? Makanmu nggak teratur, ya?" cecar sang ibu, ia pun menuntun Thalisa untuk masuk ke dalam rumah. Sedangkan Bapak Johan membawakan koper-koper milik Thalisa.

"Sudahlah, Bu, anak kita baru saja sampai, lho, bukannya disuruh istirahat malah dikasih pertanyaan yang segitu hebohnya," sela Bapak yang langsung membuka pintu kamar milik Thalisa sebelum menikah.

"Oh iya, Pak, Ibu sampai lupa. Habis Ibu tuh gemas sama Thalisa," sahut Imas dengan senyum bahagia. Bagaimana tidak bahagia, selama ini Thalisa jarang sekali memberi kabar untuk orang tuanya di kampung, itu karena larangan dari Wira yang tidak mengizinkan Thalisa untuk berkomunikasi dengan orang tuanya.

"Kamu kenapa sendiri kesini, Thalisa? Suamimu mana?" tanya Johan, ia duduk di bangku ruang tamu seraya meletakkan peci salatnya di atas meja.

Thalisa pun menghampiri sang ayah dan bersimpuh di kedua kaki ayahnya. Sikap Thalisa membuat Imas dan juga Johan bingung, mengapa Thalisa sampai harus bersimpuh di hadapan sang ayah?

"Ada apa, Nduk? Bangun, Nak, bangunlah," bujuk Johan seraya memegang kedua bahu Thalisa dan mengajaknya untuk duduk di kursi.

"Pak, Bu, maafin aku, ya," lirih Thalisa seraya menangis di pangkuan sang ayah.

Hal terberat akan disampaikan oleh Thalisa, entah harus dimulai dari mana Thalisa tidak sanggup menceritakan nasib rumah tangganya yang baru seumur jagung harus berakhir sebentar lagi.

Thalisa berpikir, mungkin saja selama ini ada dosa yang belum dimaafkan oleh orang tua sampai akhirnya rumah tangga yang ia jalani tidak berjalan mulus seperti apa yang sudah ia cita-citakan.

"Kamu itu kenapa, Nduk? Tiba-tiba nangis, kamu ada masalah sama suamimu?" tanya Imas yang langsung mengusap bahu Thalisa dengan lembut dan penuh kasih sayang. Buliran bening mulai memenuhi mata sayunya yang terlihat keriput.

"Pak, Bu, Thalisa mau cerai sama Mas Wira," ucap Thalisa dengan tangis yang menggema di ruang tamu.

Johan dan Imas langsung menatap heran satu sama lain, selama ini yang mereka tahu anaknya baik-baik saja tanpa masalah apa pun, lalu tiba-tiba Thalisa kembali ke rumah membawa koper yang berisi semua pakaiannya dan mengatakan bahwa mereka akan bercerai? Apa maksud semua ini?

"Astagfirullahaladzim, Nduk! Kamu nggak boleh bilang seperti itu, dosa!" bentak Imas.

"Ibu diam dulu, biar Thalisa jelaskan semuanya dari awal," pinta Johan pada Imas. Thalisa tahu, ayahnya sedang menahan amarah yang membuncah di hatinya.

"A-aku nggak b-bisa kasih Mas Wira keturunan, Bu, Pak. Aku mandul, dan Mas Wira selingkuh sama perempuan lain," jelas Thalisa dengan sesegukan. Imas yang tadinya masih ingin berbicara, langsung terdiam begitu mendengar cerita dari Thalisa.

"Mas Wira mau menceraikan aku, dan menikahi perempuan itu agar bisa dapat keturunan," sambung Thalisa.

Johan terpaku, matanya memerah menyala, tangannya mengepal kuat hingga menampilkan buku-buku jari yang memutih. Kesalahan yang paling ditakuti oleh Johan, menikahi anaknya dengan lelaki yang salah.

Imas pun langsung memeluk anak sulungnya dengan erat, tangisan berderai air mata mulai mengisi ruangan yang sunyi itu. Beruntung adik laki-laki Thalisa sedang tidak ada di rumah, karena dia lah orang pertama yang tidak menyukai Wira.

"Ya Allah, Nduk, kenapa nasibmu seperti ini, Nak?" jerit tangis Imas seraya mengusap kedua pipi anaknya, hal itu menambah kesedihan bagi Thalisa. Ia pun membalas pelukan sang ibu dengan erat.

"Hubungi suamimu dan suruh dia datang ke sini," perintah Johan dengan suara yang terdengar tegas.

"Nggak perlu, Pak, karena sidang perceraian kita akan dimulai dua minggu lagi, nggak perlu Bapak suruh Mas Wira datang ke sini," elak Thalisa sambil menangis, ia belum siap untuk bertemu dengan Wira setelah apa yang sudah suaminya itu perbuat.

"Mau dua minggu lagi, atau satu hari sekali pun, Bapak nggak peduli! Bapak harus bicara sama suamimu!" murka Johan. Ia sudah tidak tahan dengan perasaan yang bergejolak di hatinya, melihat anak perempuannya menangis adalah luka yang paling dalam untuknya.

"Apa Wira itu tidak ingat, dulu dia memohon-mohon pada adikmu agar kamu diizinkan untuk menikah dengan dia? Kalau sampai Dafa tahu, Bapak nggak akan menghentikan apa yang akan Dafa lakukan pada suamimu itu," jelas Johan dengan amarah yang berapi-api, kesalnya sudah tidak bisa dibendung lagi.

Ia menyesal karena sudah menikahkan putrinya dengan orang yang salah, orang yang tidak bertanggungjawab dan orang yang sangat tidak tahu malu, mengecewakan orang tua sama saja membuka jalan menuju kesengsaraan yang abadi.

***

To be continue,

Jangan lupa untuk masukkan novel Madam ke rak, ya. Salam hangat dari Madam yang manis💜

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Janda Kembang   Kejutan Tak Terduga...

    "Apa kabar?" tanya seseorang dengan perawakan tinggi besar itu dengan senyum yang mengembang. "K-alandra?" Thalisa menyebutkan nama teman sekolah SMA-nya itu dengan ragu-ragu. Ia ingat namanya. Namun, sepertinya ia lupa dengan pemilik wajah tampan yang saat ini sedang ia pandang. Melihat Thalisa yang tampak ragu itu pun membuat lelaki tersebut tertawa dengan girangnya. "Kamu masih mengingatku rupanya, Thalisa," kelakarnya dengan wajah memerah karena tawanya. "Ternyata benar? Kamu Kalandra?" Thalisa meyakinkan kembali tebakannya seraya meraih tangan teman lamanya itu dengan reflek. "Ya. Kalandra si cupu yang selalu kamu bela saat ada yang mencoba untuk merundungku," ungkap Kalandra dengan sumringah. Ia menjabat tangan Thalisa dengan lembut, memperkenalkan kembali wajah barunya yang lebih gentle. "Oh Tuhan ... Kalandra, sudah lama kita tidak bertemu

  • Janda Kembang   Melampiaskan Kemarahan

    "Bunda, hari ini aku ingin berkunjung ke rumah Mama Windy bersama Mas Wira." Shofia menghadang Arasya yang sedang memasak di dapur bersama Bibi Erna. Arasya tidak menjawab atau pun menanggapi perkataan Shofia padanya. Lebih tepatnya, Arasya mengabaikan Shofia."Bunda dengerin aku, nggak, sih?" bentak Shofia dengan kesal. Ia sangat marah karena sejak keributan tadi malam, Arasya mulai mendiamkannya. Tidak menjawab sepatah kata pun perkataan Shofia.Arasya menarik napasnya dengan berat. Masih tidak menjawab, Arasya hanya menyuruh Bibi Erna untuk memotong sayuran. Sedangkan Arasya melanjutkan kembali kegiatannya yang sedang menumis cabai dan bawang yang sudah berada di atas wajan."Bi, jangan lupa untuk mengiris tomat dan mencuci seladanya, ya. Saya mau membawakan Thalisa salad untuk sarapan," perintah Arasya dengan wajah datarnya.Mendengar sang ibu menyebut nama wanita sialan itu, Shofia mengepalkan kedua tangannya s

  • Janda Kembang   Membohongi Bunda Arasya

    "Tunggu!" teriak Arden dengan suara yang terdengar menggelegar hingga seisi halaman rumah Thalisa.Ibu-ibu komplek yang semula menarik paksa Thalisa langsung berhenti dan melepaskan genggamannya dari tangan Thalisa."Apa-apaan ini? Kenapa kalian kasar sekali?" sambung Arden."Alah, kamu itu nggak tahu apa-apa, mending diam dan ikuti saja perkataan kami!" teriak salah satu ibu-ibu yang ikutserta meramaikan rumah Thalisa."Dasar wanita jalang! Lelaki siapa yang kau ajak ke rumah ini? Hah?" hardik Ibu Ratri yang rumahnya tepat bersampingan dengan Thalisa. Ibu yang pertama kali Thalisa kenal dengan keramahannya, kini berubah menjadi ganas. Penuh amarah."Tunggu sebentar! Biar saya jelaskan." Thalisa menarik napasnya dalam dan mengembuskannya perlahan sebelum membuka suara kembali. "Arden ini adalah atasan saya di kantor. Kami tidak memiliki hubungan apa pun selain rekan kerja!"

  • Janda Kembang   Fitnah Keji

    Hayooo, pada nungguin, ya? HeheMadam datang lagi, nih. Membawakan cerita yang membuat darah kalian mendidih! AhaaayHappy reading yaay! 💃💃**"Kamu gimana, sih? Kenapa bodoh banget!" bentak Wira dengan emosi yang meninggi. Ia tidak peduli jika citranya di depan Shofia menjadi buruk. Bagaimana Wira tidak kesal dengan istrinya, kerjasama yang seharusnya berjalan dengan lancar harus gagal hanya karena Shofia yang melihat Thalisa pada acara pertemuan itu."Ya, aku minta maaf, Mas. Aku tuh paling nggak bisa lihat dia! Bawaannya emosi terus, kamu tahu sendiri kan kalau aku benci banget sama dia?" kilah Shofia. Wajahnya terlihat ketakutan. Jantungnya berdebar dengan sangat kencang karena bentakan Wira yang mengejutkannya."Kalau sudah hancur kayak gini, siapa yang mau tanggungjawab?! Dengan kerjasama dengan Zac Company kita bisa mendapatkan keuntungan besar!"

  • Janda Kembang   Meeting yang Gagal

    "Asal apa?" ketus Arden dengan wajah yang sudah tidak bisa dikondisikan lagi. Bisakah mereka menyelesaikan urusan pribadi mereka di luar pekerjaan?"Asal ... Thalisa tidak ikutserta dalam meeting siang ini," ucap Shofia dengan ujung bibirnya yang sedikit ditarik ke atas menampakkan senyuman licik di wajahnya yang cantik.Arden semakin geram. Mana bisa ia menjalankan meeting ini jika tidak ada Thalisa? Thalisa adalah manager keuangan di perusahaannya. Dalam masalah ini, Thalisa harus ikutserta karena ini juga menyangkut keuangan perusahaan."Saya tidak setuju, Nona Shofia." Arden menolak mentah-mentah permintaan Shofia yang terbilang sangat kekanak-kanakan.Shofia mengangkat kedua tangannya di atas meja, menautkan jemarinya satu sama lain."Kalau begitu, aku tidak bisa melanjutkan kerjasama ini, Tuan Arden," tolak Shofia."Tidak masalah. Saya pun tidak bisa be

  • Janda Kembang   Permintaan Arden

    Setelah menyelesaikan makan siangnya Thalisa langsung pamit meninggalkan meja makan kantin untuk pergi ke ruangan kerjanya. Thalisa bingung harus berbuat apa, ia takut jika nanti yang meeting bersamanya adalah mantan suami yang selalu menghantui dirinya selama ini. Ia merasa belum siap untuk kembali bertemu dengan lelaki itu.Pada langkah kakinya menuju lift Thalisa terus saja menggigit kuku jarinya, ia merasa gugup. Apa yang harus ia lakukan jika itu adalah Wira? Haruskah ia mengundurkan diri dari meetingnya siang ini? Ah tidak, itu sangat tidak profesional sekali dan Thalisa pun tidak mungkin dengan tiba-tiba mengundurkan diri dari rapat yang akan diselenggarakan sebentar lagi.Thalisa menaiki lift dan menekan angka dua puluh tanpa disadari. Ia melewati lantai yang seharusnya ia datangi. Begitu suara lift berdenting dan pintu terbuka, Thalisa keluar dan berjalan ke arah pintu ruangan, saat Thalisa melihat tata letak ruangan dan juga vas bunga yang biasa ada di

  • Janda Kembang   Makan Siang

    Pagi ini Thalisa pergi ke kantor seperti biasa, Thalisa memulai aktifitasnya kembali setelah kemarin merasakan kegalauan yang membuatnya amat terpuruk.Kini, Thalisa tidak ingin mempedulikan atau mendengarkan perkataan orang lain terhadapnya. Ia hanya perlu tutup telinga jika ada orang yang membicarakan tentang dirinya. Begitulah saran dari dua orang wanita yang mempunyai peran penting dalam hidupnya saat ini. Mereka adalah Liona dan juga Cheryl.Kemarin adalah hari terburuk bagi Thalisa, karena ia kembali mengingat masa lalu yang membuatnya semakin tersiksa. Namun, dengan kehadiran dua sahabatnya ini, Thalisa bisa kembali percaya diri terhadap hidupnya. Kedua sahabat yang membawa dirinya dalam lingkungan yang positif.***Pekerjaan di kantor yang ia tinggalkan selama dua hari kemarin karena kecelakaan yang ia alami membuatnya harus kembali bekerja lembur sampai malam hari. Walaupun begitu, pekerjaan ini tidak membuat

  • Janda Kembang   Tatapannya yang Sayu

    Thalisa membanting pintu rumah dengan kondisi panik, bayang-bayang masa lalunya terasa semakin menghantui, dan suara orang-orang yang menghinanya pun begitu menusuk di telinga Thalisa.Ia pun menutup semua gorden hingga ruangannya menjadi gelap gulita tanpa pencahayaan lampu sedikit pun. Thalisa menutup kedua telinganya dengan kasar, air matanya mengucur deras membasahi pipi, ia hanya bisa berharap bahwa ini hanyalah mimpi buruk.Ia tidak menyadari, bahwa dibalik semua ini adalah salah satu bagian dari rencana sang mantan suami, Wira.Di depan rumah Thalisa sudah ada seseorang yang memperhatikan, berpakaian serba hitam, memakai topi dan juga masker untuk menutupi wajahnya. Ia mengikuti Thalisa mulai sepulang dari kafe hingga Thalisa sampai di rumah dalam keadaan yang memperihatinkan.Terpancar seulas senyuman bangga di sana. Ya, orang itu sangat senang melihat Thalisa menderita. Mencari kelemahan jan

  • Janda Kembang   Thalisa Janda Mandul?

    Wira dan Shofia memberanikan diri masuk ke dalam kamar Bunda untuk melancarkan rencana yang mereka buat agar Bibi Erna tidak tinggal lagi di rumah ini.Shofia bertugas untuk mencari barang peninggalan sang ayah di lemari pakaian sang bunda dan mengambilnya untuk diletakkan di dalam lemari Bibi Erna. Sedangkan Wira bertugas menjaga pintu kamar Bunda, takut-takut jika nanti Bunda pulang dari acara arisannya dan memergoki Wira dan juga Shofia sedang mengacak-acak kamarnya. Rencana mereka bisa gagal, dan Shofia tidak akan mendapatkan harta warisan.Dapat! Shofia menemukan sebuah kalung berinisial huruf S yang mana itu adalah kalung yang diberikan almarhum ayahnya untuk diberikan pada Shofia. Ia memang belum ingin memakainya, maka dari itu ia menyuruh sang bunda untuk menyimpannya, dan akan sang bunda kembalikan begitu Shofia memintanya.Shofia pun langsung memanggil Wira dan menyuruhnya untuk menaruh kalung itu di tempat Bibi Erna. Kebe

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status