Share

8 | Konferensi Pers

Aвтор: Asterona
last update Последнее обновление: 2021-05-07 11:33:08

Halaman gedung perusahaan Pradipta kini dikerumuni banyak wartawan. Mereka mendesak masuk dan menemui Bian untuk meminta kejelasan mengenai berita yang beredar semalam. Bahkan banyak satpam ikut turun tangan menangani keadaan.

Para wartawan itu memang tidak terlalu mendesak masuk, tetapi mereka terus melontarkan pertanyaan tentang Anjani dan Bian yang membuat satpam-satpam itu kebingungan.

"Pak, tolong jawab pertanyaan kami? Menurut bapak apakah benar Pak Bian sengaja menabrak Anjani?"

"Kenapa pak Bian tidak bertanggung jawab?"

"Apakah Bian sudah hadir tapi kalian menyembunyikannya dari kami, pak?"

"Perusahaan Pradipta sedang terancam karena sikap tidak bertanggung jawab CEO-nya. Bagaimana tanggapan bapak?"

Setidaknya itu sederet pertanyaan yang mereka lontarkan. Sebagai respon pun para satpam hanya diam sebab mereka tidak tahu-menahu masalah itu.

Di tempat lain Vanya mondar-mandir tidak karuan. Ia khawatir andai Bian tidak datang. Tapi rasanya tidak mungkin, Bian tipe orang yang disiplin waktu meskipun soal bertanggung jawab bosnya itu kadang mengandalkan uang.

Tok-tok.

Pintu ruangannya diketuk membuat Vanya mendongak kaget. Ia lantas membuka pintu dan berharap yang datang adalah Bian.

Namun ternyata itu adalah Pak Bram. Baru melihatnya saja Vanya gemetaran. Ia memang cukup mengenal Bram. Apalagi sifatnya sebelas dua belas dengan Bian. Hanya saja Hans lebih bijak dari Bian. Bram tidak selalu mengukur bahwa semua masalah harus diselesaikan menggunakan uang.

"Dimana Bian? Kenapa sampai sekarang dia belum juga datang? Di luar sudah sangat ramai. Kau tahu, mereka mendesak ingin masuk dan meminta penjelasan bosmu itu," ucap Bram to the point. Ia memasuki ruangan kerja Vanya dan wanita itu pun menutup pintu.

Vanya menelan salivanya kasar. Setelah mengumpulkan keberanian ia menjawab, "Ma-maaf, Pak. Pak Bian sedang dalam perjalanan. Saya yakin tidak lama lagi dia akan datang." Vanya lalu melempar senyum tipis dan mempersilakan. "Apa sebaiknya bapak duduk dulu. Kita bicarakan dengan nyaman."

Bram menggeleng, "Tidak usah. Saya masih belum tenang sebelum bosmu itu datang."

"Pak Bian pasti datang, Pak. Saya cukup mengenal dia. Pak Bian selalu menyelesaikan masalahnya," ujar Vanya meyakinkan. Sungguh, menghadapi Bram rasanya lebih berat daripada menghadapi Bian.

"Kalau tidak bagaimana?" Bram mendengus pelan. Ia memijat pelipisnya yang terasa pening, "Apa yang akan kau lakukan untuk membubarkan mereka?"

"Sa-saya tidak tahu, Pak," sahut Vanya gugup. Beginilah resiko menjadi sekretaris bos menyebalkan itu. Ia mesti siap penampung sementara urusan Bian. "Tapi saya sudah menghubungi Bian. Saya memintanya masuk lewat pintu belakang agar prosedur konferensi pers yang kita rencanakan berjalan dengan baik."

Bram memasukkan kedua tangannya ke saku celana dan mengangguk paham, "Baguslah. Setidaknya Bian paham ini bukan masalah sepele." Bram sedikit merasa lega. Wajahnya yang tadi datar sekarang terlihat lebih bersemangat. "Saya tunggu dia di ruangan saya."

"Baik, Pak."

Bram pun melangkah mengeluari ruangan. Seketika Vanya menghembuskan napas lega. Lantas ia bergegas menengok ke jendela kantornya dan menatap ke halaman belakang dasar gedung, kali saja ia melihat kedatangan mobil Bian.

Dan benar, mobil mewah berwarna putih itu tampak berhenti di samping gerbang. Dengan mengendap pemiliknya keluar, lalu seorang lagi menjatuhkan tongkat ke tanah, mata Vanya melebar.

"Yaampun. Anjani ternyata ikut?!"

***

"Cepat sebelum kita ketahuan," ucap Bian pada Anjani. Ia lebih dulu mengeluari mobil sementara wanita itu masih sibuk membenarkan tongkatnya yang baru saja terjatuh.

"Iya-iya sebentar." Beberapa menit kemudian barulah Anjani menemukan posisi nyaman untuk tongkatnya. Peduli setan pada Bian, lebih penting ia merasa nyaman saat menggerakan tongkatnya.

Dan sebuah mobil hitam berisi Clara, Bi Ratih, dan Pak Romi di belakang ikut terparkir. Clara keluar dari sana disusul Bi Ratih dan Pak Romi.

"Cala ikut!" girang Clara, berlari memeluk Anjani dengan wajah memelas.

"Hanya putrimu," kekeh Bian. Ia lumayan sebal melihat anak kecil itu selalu menempel dengan ibunya. Kemudian tatapan Bian mengarah pada Bi Ratih dan Pak Romi. "Biar mereka tunggu di luar."

Anjani keberatan. "Tapi, Pak—"

"Kamu kira kantor saya tempat penampungan?" tandas Bian. "Memangnya untuk apa mereka ikut? Toh, saya juga tidak berniat menjual kamu."

Bi Ratih mengangguk setuju, "Ibu pergi saja. Kami tidak apa-apa menunggu di sini."

"Terima kasih, Bi."

Pasrah Anjani mengikuti permintaan Bian, ia lalu pamit masuk ke dalam bersama Clara. Bi Ratih dan Pak Romi pun memilih menunggu di dalam mobil mereka.

Bian berjalan paling depan dan membuka pagar pembatas. Beruntung ia ingat membawa kunci duplikat pagar ini sehingga ia tidak perlu lagi menghubungi Vanya. Mereka pun masuk dengan mengendap-ngendap. Jujur Anjani merasa kesusahan, ia datang seperti seorang kriminal yang berniat jahat. Ditambah Clara-nya yang polos harus ikut bergabung dalam situasi ini.

"Psst. Pstt. Ke sini, Pak!" Bisikan itu mengalihkan perhatian mereka. Anjani menoleh ke samping. Ternyata ada seorang wanita berkemeja pink melambaikan tangan dari balik pohon.

"Vanya," panggil Bian. "Cepat bantu saya. Tuntun mereka masuk ke ruanganku."

"Iya, Pak."

***

Hal yang ditunggu-tunggu akhirnya terjadi. Konferensi pers mengenai berita Bian dan Anjani terlaksana di aula perusahaan Pradipta. Banyak wartawan serta jurnalis berkumpul. Mereka disediakan bangku khusus.

Sementara di panggung depan, Bian, Anjani dan Clara duduk bersebelahan. Mikrofon milik wartawan berjejer di depan mereka sebagai pengeras suara pengakuan Anjani maupun Bian. Pria itu kini menahan malu yang luar biasa. Pula Anjani sangat gugup, tidak pernah ia seperti ini; diliput banyak media dan direkam banyak kamera.

Andai ibu Aldevaro tau, dia pasti bertanya-tanya kenapa Anjani bisa berada di sana.

Dalam hati Anjani juga tak henti-hentinya menggumamkan maaf pada Aldevaro. Di alam sana mendiang suaminya itu pasti kecewa.

Beberapa menit berlalu konferensi akhirnya dimulai. Bian membuka acara dengan meminta maaf pada Anjani kemudian acara pun berlanjut dengan lancar sehingga semua media mendapatkan kesimpulan mereka masing-masing.

Namun yang Anjani herankan, permintaan maaf Bian tadi terkesan manis untuk didengar telinganya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Комментарии (1)
goodnovel comment avatar
Räãrà
mna smbungn ny
ПРОСМОТР ВСЕХ КОММЕНТАРИЕВ

Latest chapter

  • Janda Lumpuh Milik CEO   71 | Klauserra

    Laura tertawa lepas sembari menonton televisi di ruang tamu rumahnya, wanita itu sedang libur bekerja hari ini, manajernya—Hani mengatakan bahwa Laura perlu cuti untuk beristirahat dikarenakan wanita itu sedang hamil. Laura juga sebenarnya tidak peduli, sebab seberapa banyakpun ia libur atau menganggur uangnya tidak akan pernah habis. Ya, uang ayahnya—Hans selagi pria itu masih hidup ia tidak perlu khawatir akan jatuh miskin.Sedari tadi pun, kerjaannya hanya makan dan makan, efek hamil membuatnya terlalu malas untuk bergerak apalagi melakukan pekerjaan rumah. Oh ya, jangan lupa, selama ia masih tinggal di rumah mewah ini ia tidak perlu berbuat apa-apa. Tinggal duduk manis, semua sudah tersaji di meja. Pelayanan di rumah inilah andalannya."Nona, peralatan mandinya sudah siap, jacuzzinya juga sudah saya campur dengan mawar kesukaan Nona," ujar seorang pelayan wanita, ia membungkuk sopan.Laura mengangguk malas, sangat terpaksa untuk mandi, jika saja hari ini ia tidak berencana pergi ke

  • Janda Lumpuh Milik CEO   70 | Tak Akan Terulang

    Pukul 12.10 ketika Anjani tiba di kantor Pradipta. Saat menuruni mobi ia disambut senyum ramah oleh satpam dan beberapa karyawan. Maklum, siapa yang tidak mengenal Anjani di kantor Pradipta ini? Mengingat dia adalah istri pemilik perusahaan. "Selamat siang, Bu. Wah, hari ini ibu cantik sekali," puji salah satu pegawai laki-laki. Usianya terbilang lebih muda.Anjani tersenyum tipis. Satu tangannya memegang tongkat dan tangan lainnya membawa tas berisi bekal makan. "Terima kasih. Mungkin itu hanya perasaan masnya, bahkan aku merasa biasa saja hari ini," jawab Anjani rendah hati. Laki-laki itu menggeleng cepat, "Ah tidak, Bu. Hari ini ibu memang kelihatan berbeda, wajah ibu lebih cerah."Anjani sontak teringat ucapan Cintya, jika wanita hamil memiliki aura yang positif dan wajah yang lebih bercahaya. "Mungkin karena aku sedang hamil," batin Anjani menggelitik. Ingin rasanya mengusap perut tapi tangannya penuh. "Saya ke ruangan pak Bian dulu yaaa, Mas," Ucap Anjani tersenyum lagi pa

  • Janda Lumpuh Milik CEO   69 | Merasa Bersalah

    Kadang, Anjani merasa bersalah. Namun, jika tidak seperti itu, selamanya ia tidak akan tenang karena belum membantu menyelesaikan masalah Kevin. Toh, Kevin sendiri tidak tahu apa-apa mengenai persoalan suaminya dengan Bram. Anak itu masih terlalu polos untuk memahami masalah seperti ini. Kevin hanya anak kecil yang pikirannya untuk main dan bermain. Selesai membantu Kevin, Anjani bergegas pulang ke rumah mengantar Clara. Sebelum siang nanti, ia pergi ke kantor membawakan makan siang suaminya itu. Bukan keinginan Bian agar Anjani melakukan itu, tetapi Anjani sendiri yang mau. Ia ingin selalu memastikan Bian makan-makanan yang sehat baik di rumah maupun di kantornya. Toh, sudah tugas seorang istri kan untuk memberikan yang terbaik pada suami? "Bun, tadi Kevin sempat bilang kalau Bunda ternyata baik sama dia. Kevin kayanya senang banget bisa ketemu sama Bunda hari ini," celoteh Clara sembari duduk di kursi ruang makan, memainkan boneka barbie yang baru ia beli tadi. Anjani yang sibu

  • Janda Lumpuh Milik CEO   68 | Berhubungan Lagi?

    Pagi ini suasana kantor Pradipta sudah sangat ramai, seluruh karyawannya datang tepat waktu seperti biasa. Mereka bolak-balik melakukan tugas masing-masing, ada yang sedang mengetik di laptop dan ada pula yang menyiapkan ruang meeting.Pemandangan yang sungguh menyejukkan mata Bian. Ia suka melihat karyawannya disiplin dalam hal pekerjaan di kantor Pradipta ini. "Selamat pagi, Pak," sapa seorang karyawan perempuan ketika Bian hendak memasuki lift. Bian balas tersenyum tipis. Dan di dalam lift itu, ia bertemu dengan Sani. "Wah, lama banget kita nggak ketemu, Bi. Gimana kabar lo, bro?" tanya Sani pada sahabatnya itu. Ia merangkul bahu Bian sembari cengar-cengir. Ya, sani cukup lama tidak bertemu Bian, sekitar dua minggu, sebab Sani harus menjaga ibunya di rumah sakit. "Baik kok. Apalagi istri gue lagi hamil," sahut Bian lalu tersenyum lebar seraya merapikan jasnya dengan perasaan bahagia. "Serius? Gercep banget, Bi lo bikinnya! Bakal jadi bapak nihh yee, gue doain deh Anjani lancar

  • Janda Lumpuh Milik CEO   67 | Adik Untuk Clara

    "Papa Bian sama Bunda tadi kemana? Kok lama banget?" Pertanyaan itu keluar dari mulut Clara yang baru pulang dari sekolah. Tatkala Anjani dan Bian melangkah memasuki rumah. Anjani ingat Clara belum mengetahui bahwa ia sedang mengandung calon adik Clara, maka ia melirik Bian lalu menempelkan jari telunjuk ke bibirnya. Bian mengerti, ia langsung mengangguk dan mengulum senyum geli. Seolah kejadian di rumah sakit tadi bukan apa-apa untuk mereka. Anjani dan Bian tahu bagaimana cara menyembunyikan masalah yang seharusnya tidak diketahui anak kecil. "Loh, kok mukanya gitu, Bunda menyembunyikan apa dari aku?" Clara yang merasa teracuhkan kini manyun lalu bersedekap. Anjani terkikik kecil, ia mencubit gemas hidung putri kecilnya, kemudian menggerakkan tongkat mengajak anak itu duduk di sofa. Anjani langsung mengambil tangan Clara dan menempelkan tangan mungil itu ke perutnya. Clara sedikit terkejut. "Coba Clara tebak, di perut Bunda yang rata ini isinya ada apa aja?" Clara lantas berpik

  • Janda Lumpuh Milik CEO   66 | Pembuktian

    Anjani tidak pernah merasa sekecewa ini sebelumnya, meski kebenaran belum terbukti namun hatinya terus saja berkata bahwa tidak mungkin Laura pura-pura hamil demi mendapatkan Bian hingga dia berani menjatuhkan harga dirinya sendiri.Oleh karenanya, pagi ini Anjani meminta Bian untuk menemaninya pergi ke rumah Laura dan mengajak wanita itu ke rumah sakit agar bisa melakukan tes di hadapannya, tanpa ada sedikit pun kecurangan dan Anjani sangat berharap akan itu.Pintu utama yang diketuk sebanyak tiga kali itu akhirnya terbuka, menampilkan seorang wanita bersweater biru dan celana jeans panjang serta mata sembab. Sepertinya Laura habis menangis."Ngapain lo ke sini hah?" tanya Laura kesal.Entah kenapa di saat begini Anjani malah tergagap, melihat Laura yang menangis menambah keyakinannya bahwa wanita itu tidak berbohong.Bian tinggal di mobil, jadi Anjani bisa leluasa bertanya. "Mbak habis n

  • Janda Lumpuh Milik CEO   65 | Keduanya

    Deg."Aku pu—""Aku hamil anak Bian... "Lantas semua penghuni ruangan tersebut terdiam kaku, detik terasa berhenti, semuanya tertuju pada Laura yang tersenyum kemenangan, pada perkataan wanita itu barusan.Terkhusus bagi Anjani yang sangat syok mendengar ucapan wanita itu, dadanya sakit seperti dihantam puluhan balok keras, sedangkan Bian masih di ambang pintu mengepalkan tangan. Tentu saja ia tidak percaya apa yang diucapkan Laura barusan, wanita itu pembohong. Anjani tidak boleh tertipu oleh muslihatnya."Diam Laura! Kau pembohong!" Pungkas Bian melangkah maju dan berdiri di samping Anjani. Saat itu Anjani benar-benar bingung dan kepalanya mulai terass pusing."Bohong? Aku nggak bohong Bian. Ini benar anakmu, ini anak kita," tambah Laura yang membuat Bian semakin ingin mencekik leher wanita itu. Laura ternyata belum jera dan sama sekali tidak belajar dari pengalamannya dulu."Cukup! Aku tidak mau

  • Janda Lumpuh Milik CEO   64 | Dia Hamil?

    Adanya Cintya di mansion ini menghilangkan rasa sepi Anjani, terutama saat dulu di pagi hari, ia ditinggal berdua dengan bi Ratih dan para pelayan. Yang notebene nya para pelayan itu berbicara hanya ketika mereka perlu, sedangkan bi Ratih kadang juga sibuk dan harus pulang ketika sudah malam ke rumah aslinya.Sekarang dia dan Cintya sedang menonton serial kartun kesukaan Clara di ruang keluarga, seraya memakan popcorn spesial yang dibuat khusus oleh chef ahli di mansion ini.Sementara yang merekomendasikan film justru asik menggambar menggunakan pensil warna yang baru dibelikan Bian."Yeay aku sudah selesai menggambar," Kata Clara mengangkat bangga kertas gambarnya menunjukannya pada Cintya dan Anjani. Cintya tersenyum kecil dan mengusap lembut rambut cucunya itu."Bunda, coba lihat deh, ini keluarga kita." Ia menunjuk 4 orang yang berada di permukaan kertas tersebut, dengan dia ber

  • Janda Lumpuh Milik CEO   63 | Laura Kembali Berulah

    Selesai berbelanja ke pasar Anjani kembali ke rumah, berbeda dengan Bian yang harus pergi ke kantor untuk kembali bekerja.Di dapur, seperti Biasa Anjani mulai memasak dibantu oleh Bi Ratih, bedanya dapur dan seluruh peralatan masak yang ia gunakan di mansion ini benar-benar mewah. Semua peralatan terbuat dari bahan anti gosong dan logam yang tidak mudah berkarat.Anjani merasa sangat dimanjakan dengan semua peralatan itu. Sesekali ia tersenyum membayangkan betapa awetnya peralatan ini. Sangat berbeda dengan peralatan dapur di rumahnya yang sebagian besar sudah gosong.Selain peralatan masak serta kitchen set, kursi dan pantry yang digunakannya juga sangat empuk, bentuknya yang di desain khusus oleh Bian agar dia lebih mudah duduk dan berdiri menggunakan tongkat."Ada yang bisa saya bantu nyonya?" Anjani menatap ke samping ketika seorang chef menunduk dan bertanya padanya, Anjani tidak bisa menatap langsung mata laki-laki itu

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status