Share

BAB 9

"Lihat, dia mengambil uangnya! Dia mencuri dari mesin kasir!"

Dita bangkit dengan cepat, seraya mencoba menjelaskan bahwa itu adalah kebetulan dan dia hanya mencoba merapikan uang yang jatuh. Namun, sorakan dan bisikan-bisikan di antara rekan-rekannya semakin memperparah keadaan.

Meskipun Dita berusaha membela diri, tuduhan itu membuatnya terlihat bersalah di mata sebagian besar teman kerjanya. Liza, dengan senyuman licik di wajahnya, memanfaatkan kesempatan untuk menjatuhkan Dita lebih dalam lagi. 

"Tidak bisa! Kalau harus berbicara dengan bos mengenai hal ini," ucap salah satu rekan kerjanya dan melaporkan situasi itu kepada bos mereka.

Dengan wajah yang berat, Dika memanggil Dita ke dalam ruangan kecil tempatnya biasa mengurus berbagai masalah karyawan. Dita mengikutinya dengan langkah gemetar, hatinya penuh rasa gelisah. Ruangan itu terasa begitu kecil dan udara juga terasa lebih berat dan sesak.

Dika duduk di meja kecilnya, menatap Dita dengan tatapan penuh pertanyaan. Sejenak, ruangan itu hanya diisi dengan suara langkah dan detik-detik waktu yang terus berjalan. 

"Ada laporan bahwa kamu mencuri uang dari mesin kasir, Dita. Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Dika, mengerutkan keningnya dengan ekspresi tidak percaya.

Dita, dengan penuh kejujuran dan mata yang berkaca-kaca, membantah tuduhan itu. Dia menjelaskan secara rinci kejadian di kasir dan bagaimana Liza sengaja menciptakan situasi agar dia terlihat seperti mencuri uang.

"Saya bersumpah, Dika, saya tidak melakukan itu. Saya hanya mencoba merapikan uang yang terjatuh, bukan mencuri. Ini fitnah dari seseorang yang ingin merusak reputasi saya di sini," ujar Dita, suaranya gemetar. 

Dika mendengarkan dengan serius. Setelah Dita selesai berbicara, Dika menyandarkan tubuhnya di kursi, merenung sejenak. 

"Aku percaya padamu, Dita. Aku akan menyelidiki ini lebih lanjut dan menyelesaikannya. Kau bisa melanjutkan tugasmu, jangan biarkan ini mengganggu pekerjaanmu," kata Dika.

Dita merasa sedikit lega mendengar dukungan dari atasannya. Dia meninggalkan ruangan itu. Sementara Dika memikirkan cara untuk menyelesaikan masalah ini. Dia mulai menyadari bahwa ada seseorang yang tidak menyukai Dita. Dahulu dia tidak terlalu peduli tentang hal semacam ini. Dia tahu bahwa konflik antar karyawan hampir selalu terjadi. Namun entah kenapa sekarang ada hasrat untuk menolong karyawannya ini. Sepertinya Mustahil bagi Dita yang baru saja bekerja selama 3 bulan dan berani mencuri uang perusahaan. 

Akan tetapi sebelum Dita melangkah keluar dari ruangan tersebut, bosnya itu memanggilnya lagi. Dia berbalik.

"Bagaimana tentang pembicaraan kita kemarin? Apa kau setuju?" tanya Dika.

Dita mengingat bahwa hari sebelumnya, Dika mengundangnya untuk pergi ke kafe untuk membicarakan kenaikan gajinya dan beberapa hal lain. Dengan senyum tipis, Dita mengangguk sebagai jawabannya. 

"Ya, saya setuju. Saya akan datang sesuai dengan jadwal yang sudah ditetapkan."

Dika tersenyum senang mendengarnya, karena mendapatkan jawaban yang diinginkannya. 

Dita akhirnya keluar dari ruangan tersebut. Pintu ruangan itu tertutup dengan lembut di belakangnya. 

Meskipun masih ada pandangan sinis dari sebagian rekan kerjanya, Dita dengan tegas menyampaikan bahwa dia tidak dihukum oleh Bos karena tidak ada bukti yang mendukung tuduhan tersebut.

"Tidak ada hukuman dari Bos, karena tidak ada bukti yang mendukung tuduhan itu. CCTV pun menunjukkan bahwa saya tidak mencuri uang itu. Saya hanya berusaha merapikan uang yang terjatuh. Saya harap kita semua bisa fokus pada pekerjaan kita masing-masing."

Beberapa rekan kerja yang sebelumnya meragukan Dita mulai mengangguk-angguk mengerti. 

Dita tetap tenang. Sementara itu, Liza, yang masih belum puas, merencanakan langkah berikutnya. Dia berdecak kesal melihat Dita yang lolos dari hukuman. Liza kembali mencari cara agar Dita segera dipecat dari perusahaan ini. 

** 

"Mas aku sebal banget!" rengek Liza di telfon ketika menelfon Rizal. 

"Kenapa sayang?"

"Mas, sudah aku ceritain kan, kalau istri mas tuh kerja di Superstore, tempat aku kerja!"

"Iya, terus kenapa?" tanya Rizal dengan nada malas, karena mengingat namanya Dita saja sudah membuat Rizal malas untuk membahasnya. 

"Dia tuh cari muka banget sama bos aku si Dika!" 

"Ya biarin aja, kan kalian sama sama kerja."

"Bukan gitu mas. Pasti si Dita bakalan nyebarin gosip, kalau aku, rebut kamu dari dia deh!" 

"Loh kok begitu??" 

"Iya! Soalnya Dita tuh kan gak suka sama aku." 

"Yah kamu bilang aja sama Dita, gak perlu sebarin gosip kamu sama aku. Udahlah jangan ribut mullu, pusing dengernya. " 

"Aku akan terus buat perhitungan sama dia mas!" Liza pun mematikan telfonnya karena kesal, Rizal sepertinya masih menaruh hati pada Dita. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status