Share

Sisi Manggala

Author: Ayaya Malila
last update Last Updated: 2024-09-06 16:36:15

Manggala Naradipta, nama pria yang berhasil dirusak hatinya oleh Aira. Sosok dan penampilannya masih tetap sama sejak terakhir mereka bertemu, bahkan sekarang jauh lebih tampan. Bedanya, kini tak ada lagi sorot mata penuh cinta yang dilayangkan oleh pria itu, melainkan tatapan tajam penuh kebencian.

Aira tahu bahwa Manggala sama terkejutnya dengan dia. Dapat dilihat dari pupil mata gelap pria itu yang melebar. Alis sedikit tebal dan rapi yang terangkat, serta bibir tipis kemerahan yang setengah terbuka saat melihat Aira masuk ke ruangan, lalu berdiri tepat di mejanya.

"Helen, tinggalkan kami berdua," titah Manggala pada sang sekretaris.

"Baik, Sir." Wanita bernama Helen itu sigap menuruti apa kata bosnya. Dia bergegas keluar dari ruang kerja Manggala, kemudian menutup pintu rapat-rapat.

Keringat dingin mengucur deras dari dahi Aira, menyadari bahwa kini dirinya hanya berdua dengan Manggala.

"Apa-apaan ini?" desis Manggala tak suka. "Sejak kapan kamu ganti nama menjadi Lauren Smith?"

"Maaf, Manggala. Aku ...."

"Pak! Panggil aku 'Pak'! Atau 'Sir'!" potong Manggala.

"Ah, iya. Maafkan saya, Sir. Lauren Smith adalah nama orang yang memberikan informasi lowongan pekerjaan. Bukan dia yang hendak melamar, tapi saya," jelas Aira.

"Apakah ada unsur kesengajaan di sini?" tanya Manggala tiba-tiba, membuat dahi Aira berkerut.

"M-maksudnya?"

"Kamu sengaja melamar di sini karena tahu aku pemimpin redaksinya?"

"Tidak! Bukan!" Aira langsung menggeleng kuat-kuat. "Saya juga baru tahu kalau Anda bekerja di sini, Sir!" elaknya.

Manggala tak segera menanggapi. Dia memicingkan mata, mengamati Aira lekat-lekat, untuk mencari kebohongan yang mungkin saja tersirat di sana. Namun, ternyata Manggala tak menemukan hal itu. Ck!" decaknya pelan. "Ya, sudah. Mana CV-mu?"

"I-ini," ujar Aira sembari buru-buru menyodorkan map.

"Hm ...." Manggala menerima map itu dan membukanya. Serius, dia membaca lembar demi lembar resume diri sang mantan kekasih. Bibir tipisnya menyunggingkan senyuman samar ketika memperhatikan contoh hasil karya Aira. "Sudah berapa lama kamu tidak memotret?" tanya Manggala datar.

"Sekitar dua tahunan, sejak menikah," jawab Aira.

"Kenapa? Dilarang suami?" Nada bicara Manggala terdengar sinis.

"Bukan. Murni kesadaran diri saja." Aira menunduk. Pertanyaan itu mengingatkan akan kegagalan pernikahannya bersama Jati. Dulu, apapun akan dia lakukan untuk menjadi istri yang baik, termasuk mengubur dalam-dalam mimpi dan hobinya. Namun, ternyata semua sia-sia.

"Lalu? Apa yang membuat kamu berubah pikiran?" cecar Manggala, masih dengan nada sinis dan setengah mengejek.

Aira terdiam. Tak tahu jawaban apa yang harus dia berikan. Akhirnya, Aira hanya mengangkat bahu, lalu tersenyum. "Jadi, bagaimana menurut Anda? Apakah kemampuan saya dalam menangkap obyek gambar, masih bagus atau sudah berkurang?" tanyanya untuk mengalihkan topik pembicaraan.

"Kuberi percobaan selama sebulan. Jika hasil jepretanmu mengalami peningkatan, maka aku akan merekrutmu sebagai pegawai tetap. Tapi jika tidak, dengan terpaksa aku harus memberhentikanmu," tegas Manggala.

"Sa-saya diterima?" Aira terbelalak tak percaya.

"Kenapa? Kamu pikir, aku akan mengusirmu hanya karena masalah pribadi?" Manggala terkekeh.

Lagi-lagi Aira mengangkat bahu. Dia tahu sebenci apa Manggala padanya. Pria tampan berambut gondrong itu sudah disakiti dan diperlakukan tidak adil oleh Aira.

"Salah satu poin yang membuatku bisa sesukses sekarang adalah sikap profesional. Aku tahu mana yang bisa dimanfaatkan dan mana yang harus disingkirkan," tutur Manggala.

Aira menautkan alis, mencoba mencerna kalimat yang dilontarkan oleh Manggala. "Maksudnya ... anda memanfaatkan saya?"

Giliran Manggala yang mengangkat bahu. "Kamu butuh pekerjaan sekaligus menyalurkan hobimu, kan?"

Aira mengangguk.

"Ya, sudah. Jangan banyak tanya. Besok, datanglah ke ruanganku tepat pukul delapan. Kuharap kamu tidak terlambat. Itu juga akan menjadi penilaian tersendiri," jelas Manggala.

"Baik, Sir. Terima kasih banyak atas kepercayaan yang sudah Anda berikan. Saya tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini!" Aira tersenyum semringah. Wajah cantiknya tampak berseri-seri.

Tentu hal itu tak luput dari perhatian Manggala. Dia menatap Aira lekat-lekat, bahkan sampai tubuh molek itu menghilang di balik pintu. Barulah Manggala menghirup oksigen sebanyak-banyaknya.

Tak dapat dipungkiri, setelah sekian tahun berlalu. Nyatanya rasa cinta itu masih ada, meskipun Manggala selalu berusaha menimbunnya dalam-dalam. Dia juga berusaha pergi sejauh mungkin dari kehidupan Aira. Namun, kenapa takdir seolah mengajaknya bercanda?

Tuhan malah mempertemukan Aira di tempat yang sama sekali tak dia duga. "Ya, ampun." Manggala mendengkus pelan, bersamaan dengan sang sekretaris yang masuk kembali ke ruangan.

"Bagaimana, Sir? Anda menerimanya, kan? Jangan sampai bilang tidak, sebab anda sudah menolak dua belas kandidat. Entah standar macam apa yang anda inginkan dalam hal fotografi," cerocos wanita cantik itu.

"Dia orangnya, Helen," sahut Manggala pelan.

"What do you mean?" Helen menautkan alis tak mengerti.

"Dia yang membuatku pergi jauh dan bersembunyi di kota ini," ungkap Manggala lirih.

"Ya, Tuhan! Jadi, dia mantan anda?" Helen terbelalak tak percaya. "Lalu, bagaimana?"

"Aku akan mencoba untuk bersikap profesional. Lagipula, hasil jepretan Aira tidak pernah mengecewakan. Kualitasnya jauh di atas dua belas kandidat yang kutolak," jelas Manggala. "Dan lagi ...."

"Apa?" sela Helen tak sabar.

"Tak ada salahnya kan bermain-main dan sedikit membalas sakit hatiku pada Aira?" Manggala menyeringai.

"Tak masalah, Bos. Wanita seperti itu memang patut diberikan pelajaran!" sahut Helen seraya tersenyum penuh arti.

"Ah, satu lagi. Bolehkah aku meminta tolong sesuatu padamu?" pinta Manggala.

"Apakah itu?"

"Tolong, pastikan jika rahasia hubunganku dengan Cynthia tetap terjaga dari siapapun di kantor ini, termasuk Aira," tegas Manggala.

"Don't worry, Sir. Rahasia anda aman bersamaku. Tak ada yang mengetahui status percintaan anda di gedung ini, selain aku," timpal sang sekretaris dengan yakin.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Janda Tapi Perawan   Bahagia Untuk Semua

    "Hei, Manggala. Kau datang?" sapa Cynthia dengan suara yang sengaja dibuat manja dan menggoda. "Ya, bersama Aira. Dia sedang ke toilet." Manggala mundur beberapa langkah, berusaha menjaga jarak dari wanita yang sampai detik itu masih menyimpan rasa cinta untuknya. "Hm, anakmu tampan," sanjung Cynthia sambil iseng menyentuh pipi gembul Enzo. "Terima kasih," ucap Manggala singkat. "Di mana William dan Sammy?" tanyanya mengalihkan perhatian Cynthia. "Sedang bersiap bersama kru event organizer," jawab Cynthia dengan tatapan tak lepas dari wajah tampan Manggala. "Kalau begitu, aku permisi hendak menyusul Aira ke toilet," pamit Manggala. Sejak awal, dia merasa tak nyaman dengan interaksi Cynthia. Sebisa mungkin, Manggala akan berusaha mati-matian untuk menjauh dari ibunda Sammy itu. "Minggu depan adalah sidang pertama ayahku!" seru Cynthia, mencegah langkah Manggala agar tak buru-buru menjauh. "Baguslah!" sahut Manggala singkat. "Banyak saksi baru yang memberatkan ayahku. Ditambah m

  • Janda Tapi Perawan   Undangan Pesta

    Aira mengajak Catherine ke ruang tamu. Untuk menuju ke sana, mereka harus melewati taman belakang. Masih ada Ibra dan Arka yang betah nongkrong di bangku taman. "Kak," sapa Arka dengan sorot penuh arti. Aira yang memahami maksud adik iparnya, langsung tersenyum lebar. "Cat, kenalkan, mereka adik-adikku yang tampan!" Merasa dirinya dipanggil, Catherine yang awalnya berjalan dengan tatapan lurus ke depan sambil menggendong Enzo, segera menoleh. Sementara Ratri yang berada di gendongan Aira, mulai rewel. Bayi cantik itu merengek ingin bersama ibunya. "Ibra, Arka. Kalian berdua mengobrol dulu saja dengan Catherine. Aku mau mengantar Ratri ke ibunya," pamit Aira. Dia langsung pergi tanpa menunggu tanggapan ketiga orang itu. Beberapa langkah menjauh, Aira bisa mendengar gelak tawa dan obrolan ringan yang berasal dari Catherine beserta dua adik iparnya. Sesekali, Enzo ikut berceloteh. Aira pun tersenyum lega. Ternyata, tak sulit bagi mereka bertiga untuk saling mengakrabkan di

  • Janda Tapi Perawan   Jelas Berbeda

    "Hah, menikah?" Aira terkejut luar biasa. "Bukankah Tante Mira memutuskan untuk melajang seumur hidup?" serunya.Teringat oleh Aira, dulu sang tante mengikrarkan bahwa dirinya tidak akan menikah. Alasannya hanya satu, yaitu ribet. Namun, siapa sangka jika hari ini, prinsip itu roboh."Coba tebak, siapa calonnya?" sela Kartika tak kalah antusias."Alex!" sahut Manggala enteng. "Lho, kok tahu?" Kartika melongo."Kapan hari kami melihat Tante Mira dilamar oleh Alex," beber Manggala sambil tersenyum geli."Ya, ampun!" Aira menepuk dahi."Jadi, kedatangan kami kemari adalah mengundang keluarga Manggala untuk hadir dalam resepsi sederhana yang akan diadakan di rumah," tutur Kartika."Tentu, Jeng. Dengan senang hati, kami akan hadir!" balas Imelda tak kalah antusias."Syukurlah!" Kartika berdiri memeluk Imelda, kemudian menyalami Bayu yang lebih banyak diam dan hanya senyum-senyum saja."Eh, tunggu! Enzo dan Ratri ke mana?" Saking hebohnya, Aira sampai melupakan keberadaan putra semata waya

  • Janda Tapi Perawan   Cinta Selamanya

    Manggala menahan napas. Menelan ludah pun terasa sulit. Tak disangka Aira bersedia menuruti keinginan gilanya. "Ra, sudah, Ra. Kamu menang," desis Manggala saat Aira terus meliukkan tubuh yang kini hanya terbalut pakaian dalam. "Nanggung, Sayang." Rupanya Aira terbawa permainan sendiri. Dia begitu menghayati hingga tanpa sadar kini hanya tersisa segitiga hitam berenda yang menutupi inti tubuhnya. "Oke, stop!" Manggala bangkit dari ranjang dan menerjang Aira. Dicumbuinya sang istri dengan sedikit kasar. Manggala lalu mendudukkan Aira di sofa, mengungkung dan menyerangnya dengan ciuman. Ketika Manggala hendak melepas segitiga berenda itu, Aira tiba-tiba mencengkeram pergelangan tangan suaminya. "Tunggu!" pinta Aira. "Lepas, Ra," geram Manggala yang sudah tak dapat menahan gairah. "Kamu masih marah, kan? Masih cemburu?" cecar Aira. Manggala menggeleng lemah. "Aku memaafkanmu, Sayang. Sekarang, ayo kita lanjut!" Manggala mendorong lembut tubuh Aira hingga berbaring di sofa. Dia l

  • Janda Tapi Perawan   Debat Panas

    "Sayang, kamu marah, ya?" Aira menarik-narik ujung lengan T-shirt yang dikenakan Manggala. "Sungguh aku tidak tahu kalau Hilda akan mengajakku ke rumah itu," beber Aira membela diri. Manggala masih diam, meskipun jemari Aira sudah menggerayangi bagian-bagian sensitif di tubuh tegapnya. "Sayang, please. Jangan diamkan aku. Aku tak kuat," rayu Aira tak putus asa. Kini, dia mengalungkan tangan di leher Manggala, lalu menariknya pelan. Dikecupnya leher kokoh itu berkali-kali. "Aira, geli!" hardik Manggala kesal. Dia jadi tidak bisa berkonsentrasi mengendarai mobil. Namun, Aira seakan tak menghiraukan protes suaminya. Dia malah meninggalkan bekas merah keunguan di leher bawah Manggala. "Astaga!" Manggala menyerah. Dia tak mau membahayakan istrinya akibat tidak bisa konsentrasi saat mengemudi. Dengan penuh emosi, Manggala membelokkan kemudi di sebuah hotel yang kebetulan dia lintasi. "Lho, Ngga? Kok belok ke hotel? Mau ngapain?" cecar Aira grogi. "Menurutmu?" sahut Mang

  • Janda Tapi Perawan   Cinta Dan Percaya

    "Tadi rencananya Tante mau mengajak kamu makan pagi menjelang siang bersama-sama, tapi Hilda buru-buru berpamitan pulang," ujar Andini. "Oh, iya, Bu. Kebetulan suami saya juga barusan menelepon. Saya harus cepat-cepat kembali ke kantor," pamit Aira. "Iya, tentu! Tapi, sebelum kamu pulang, tolong bawa ini untuk makan siang kalian. Ini untuk Hilda dan suaminya juga." Andini menyodorkan lima kotak makanan pada Aira. "Banyak banget, Tante?" Sambil berkata demikian, Hilda langsung meraih kotak-kotak makanan yang ditata dalam paperbag itu. "Biasanya para pria porsi makannya lebih banyak," timpal Andini seraya tertawa. "Ah, Tante memang yang terbaik!" sanjung Hilda. Dipeluknya wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu. Tak lupa ciuman pipi kanan dan kiri. Begitu pula Aira. Dia memeluk Andini cukup lama. Ada rasa haru terselip di dada. Bagaimanapun, sejak menjadi menantu, ibunda Jati itu selalu bersikap baik dan lembut padanya. "Sering-sering main ke sini ya, Nak," pinta

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status