Share

Teman, terimakasih

Author: Piki
last update Last Updated: 2025-03-29 23:41:00

Perjalanan menuju pulang di malam yang sudah sepi terasa lebih tenang bagi Alana. Angin malam berembus pelan, menenangkan pikirannya yang masih dipenuhi beban harian. Namun, ketenangan itu sedikit terusik ketika Bagas tiba-tiba berbicara, suaranya terdengar lembut namun tegas.

"Alana, kita singgah dulu di warung makan, yuk. Aku yang traktir."

Alana terkejut. Ia menggigit bibirnya, merasakan jantungnya berdegup lebih cepat. Ia menunduk, mencoba mencari alasan. "Maaf, aku sudah makan," jawabnya cepat, berbohong.

Bagas menoleh sekilas, menatapnya dengan tatapan penuh arti, lalu tersenyum kecil. "Ayo makan lagi, nanti aku yang bayar."

Alana menggeleng cepat, namun Bagas tetap memaksanya dengan nada lembut. "Aku tidak bisa makan sendirian, temani aku, Alana."

Setelah beberapa kali menolak, akhirnya Alana mengalah. Mereka berhenti di sebuah restoran binta lima dan tentunya menjadi restoran favorit. Terlihat ada banyak pengunjung yang masih berdatangan ke restoran ini, walaupun sudah larut malam.  Aroma masakan juga tercium kemana-mana, Alana yang tidak pernah merasakan makanan orang kaya, seketika takjub dengan suasana dan tempat yang mewah dan modern. Alana mengikuti Bagas yang saat ini sedang memesan makan dan minuman.

"Kamu mau pesan makanan dan minuman apa?" tanya Bagas kepada Alana.

"Aku... Apa saja, samain sama kamu" ucap Alana gugup.

Setelah memesan, merekapun duduk di tempat duduk yang paling pojok, itupun yang di pilih oleh Alana, alasannya untuk menghindari keramaian. Bagas memandang Alana dengan tatapan yang sulit diterjemahkan dan Alana menyadari akan hal tersebut. 

"Aku hampir tidak pernah melihat kamu berbelanja di kantin sekolah," kata Bagas secara tiba-tiba. "Maaf, apa Mamamu tidak memberikan kamu uang jajan?"

Alana tersenyum kecil, berusaha terlihat biasa saja. "Mama kasih, kok. Aku cuma lebih suka menabung buat bayar SPP. Lagian, SPP cukup mahal, kan?

"Bagas mengangguk pelan, kini memandang Alana dengan kekaguman yang terselip dalam tatapannya. Gadis di depannya begitu mandiri, begitu tegar dalam menghadapi hidup.

"Soal di sungai waktu itu..." 

DEG.

Alana terkejut, matanya membulat seketika. Bagas terkekeh kecil, menyadari perubahan ekspresinya.

"Untung aku nggak tenggelam waktu mengambil pakaian cucianmu," celetuknya dengan nada menggoda.

Alana tertawa kecil, meski terdengar garing. Untungnya, kecanggungan itu buyar ketika pesanan mereka datang. Tanpa sadar, Bagas memperhatikan bagaimana Alana melahap makanannya dengan cepat, seolah sudah berhari-hari tidak makan. Setiap suapan yang ia ambil seperti menyingkap cerita yang tak terucapkan.

"Mau nambah lagi?" tanya Bagas lembut.

Alana menggelengkan kepala meski sebenarnya ia masih lapar, "Udah cukup, kok."

Bagas tak berkata apa-apa, hanya menatapnya dengan tatapan yang semakin penuh arti.

“Bagas, tadi kamu bilang makan di warung, tapi… Kenapa di tempat yang semewah ini?” tanya Alana, ia merasa tidak enak hati.

“ Tidak apa-apa Alana, kamu tidak perlu memikirkan apa-apa” ujar Bagas. 

Alana mengangguk pelan, dalam hatinya sangat berterimakasih. Keesokan paginya, matahari sudah memunculkkan dirinya sedari tadi, “Huamzzz” Alana terbangun. Ia meraih ponselnya dan terkejut melihat jam sudah menunjukkan pukul sembilan pagi.

"Ya ampun, tumben aku bangun kesiangan," gumamnya heran.

Begitu keluar kamar, ia tidak melihat Mamanya di mana pun. Dapur, kamar mandi, halaman belakang—semua kosong.

"Mama ke mana?" tanyanya pada diri sendiri.

Alana bersiap-siap untuk memasak, takut bila Mamanya mengetahuinya belum memasak, pasti akan di marahi habis-habisan. Dengan cepat ia membuka lemari dapur, "Astaga, berasnya sedikit dan hanya ada dua butir telur. Untuk beli bahan masakan di pasar, tapi aku tidak punya cukup uang, aku mesti bagaimana ini?" lirihnya.

"Apapun itu, daripada aku tidak masak, mungkin masak seadanya tidaklah buruk" ucapnya.

Di sisi lain, kehidupan Bagas sangat berbeda. Begitu tiba di rumah tadi malam, ia sudah disambut oleh keluarganya dengan kehangatan yang akrab.

"Kak, ayo makan bareng!" seru Milda, adik sepupunya, dengan semangat.

Bagas menggeleng. "Aku nggak lapar, Dik.

"Dinda, ibunya, ikut menimpali. "Sayang, Mama sudah masak makanan enak buat makan malam bareng. Ayo, makan."

Bagas akhirnya duduk di meja makan, menatap berbagai hidangan yang tersaji: sosis bakar, mi pedas, ikan panggang, dan teh hijau. Ia tersenyum kecil melihat banyaknya makanan yang disiapkan ibunya. Namun, pikirannya kembali melayang pada Alana. Apakah gadis itu makan dengan cukup? Apakah hidupnya selama ini sekeras yang ia bayangkan?

Saat ia mulai makan, Milda mengerutkan kening. "Kak, kok bengong?"

Bagas tersentak dari lamunannya dan tersenyum tipis. "Nggak, Dik. Ini enak banget."

Milda membusungkan dada. "Jelas dong! Aku yang masak, lho!"

Bagas menatapnya skeptis. "Beneran kamu yang masak?"

Dinda terkikik lalu mengangguk. "Iya, Milda bantu Tante memasak malam ini." 

"Paling cuma bantu goreng," cibir Bagas.

"Ih! Tante, bilangin Kak Bagas!" rengek Milda, membuat suasana semakin ramai dan hangat.

Setelah makan, Dinda mulai mencuci piring, tapi Bagas menghampirinya. "Ma, biar aku yang nyuci."

Dinda tersenyum lembut. "Tidak usah, Sayang... Kamu pasti capek, sana istirahat di kamar tidurmu, nggih."

"Tapi—" 

"Besok kamu harus sekolah, lho. Jangan sampai bangun kesiangan hanya gara-gara membantu Ibu" 

Bagas akhirnya mengalah. Ia masuk ke kamarnya dan berbaring di kasur yang nyaman. Namun, pikirannya masih terus memikirkan Alana. Gadis itu memiliki kehidupan yang jauh berbeda darinya.

"Alana... kamu pasti baik-baik saja, kan?" gumamnya sebelum akhirnya terlelap.

Keesokan harinya, di sekolah, Alana dan Bagas bertemu di lapangan sekolah yang dikenal cukup luas. Bagas menatap Alana lama sebelum akhirnya berkata, "Alana, kalau kamu butuh sesuatu, jangan ragu bilang ke aku, ya?"

Alana terkejut. "Kenapa tiba-tiba bilang begitu?" 

Bagas tersenyum samar. "Nggak apa-apa. Aku cuma mau bilang, kamu nggak sendirian."

Alana terdiam sejenak, lalu tersenyum kecil. "Makasih, Bagas."

Mereka berjalan perlahan meninggalkan lapangan, namun tanpa mereka sadari, ada sepasang mata yang mengikuti setiap gerak-gerik mereka. Tatapan itu dingin, penuh arti, seolah menyimpan sesuatu yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.

Dari kejauhan, sosok itu berdiri diam, tubuhnya setengah tersembunyi di balik dinding sekolah. Hatinya terasa mencubit, dadanya sesak. Jemarinya menggenggam erat tali tasnya, mencoba menahan gemuruh yang berkecamuk di dalam diri.

"Kenapa harus dia?"

Angin bertiup menerbangkan beberapa helai daun kering di lapangan. Namun, ada sesuatu yang lebih menggelisahkan dari sekadar embusan angin pagi. Sesuatu yang perlahan tumbuh, mengakar, dan mungkin... akan segera meledak.

 

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Jangan Anggap Aku Gadis Pelacur!   Mama mengapa tak sayang

    “Ibu, aku...” Alana terdiam sejenak, terlihat ia sedang menggigit bibir bawahnya.Wina yang tengah sibuk merias diri tidak memperdulikan Alana, lalu Alana tetap berpamitan kepada ibunya. “Ibu, aku berangkat ke sekolah dulu” ujar Alana, sembari berniat untuk meraih tangan ibunya namun Wina tetap tidak menoleh.“Sana saja... Jangan ganggu Ibu!” seru Wina dengan nada tinggi. Alana mengangguk lalu pergi secara perlahan.Ia kembali berjalan sembari memikirkan uang SPP yang belum ia lunasi hingga berbulan-bulan. Ia takut, jika gurunya memberikan skor hanya gara-gara SPP tersebut. Sembari berjalan, tiba-tiba seseorang melemparinya botol Aqua yang masih berisi setengah air, sehingga Alana meringis kesakitan.Saat Alana menengok, ternyata yang melemparkan botol berisi air tersebut adalah Dewi yang sedang berangkat ke sekolah yang diantar oleh super menggunakan mobil. Dari kejauhan, nampaknya Dewi merasa puas telah melemparkan botol Aqua tersebut kearah Alana.Sambil berusaha menenangkan perasa

    Last Updated : 2025-05-08
  • Jangan Anggap Aku Gadis Pelacur!   Gadis Cantik yang Malang

    Seorang ibu muda berdiri di hadapan putrinya dengan sorot mata tajam, seolah siap menerkam gadis itu kapan saja."Dasar anak tidak tahu diuntung! Seharusnya kamu bersyukur bisa makan dan tidur enak, bukan malah menggurui saya... Dasar anak sok suci!" Wina berteriak, menjambak rambut putrinya dengan kasar.Alana meringis kesakitan, air matanya jatuh tanpa bisa ditahan. "Ampun, Ma... Sakit... Hiks..."Tanpa peduli, Wina melemparkan ember berisi pakaian kotor ke lantai. "Sekarang juga, cuci semua ini!"Dengan napas tersendat, Alana mengangguk lemah. Air matanya terus mengalir tanpa henti, membasahi pipinya yang sudah basah sejak tadi. Dengan tangan gemetar, ia menyeka wajahnya, berusaha menelan kepedihan yang menggumpal di dadanya. Tanpa kata, ia meraih ember penuh pakaian kotor, mengangkatnya dengan susah payah, lalu melangkah keluar rumah dengan langkah tertatih. Punggungnya yang ringkih seakan menanggung beban yang jauh lebih berat dari sekadar cucian kotor—beban yang menekan hatinya

    Last Updated : 2025-03-29
  • Jangan Anggap Aku Gadis Pelacur!   Ombak Seakan Mengerti

    Beberapa ibu-ibu julid pada berkumpul didepan pintu rumah Alana, beberapa diantara mereka sibuk membuat konten demi mendapatkan followers dengan menuliskan caption “Ada yang lagi ribut nih”"Pasti bakalan ramai konten ini!" Ucap yang lainnya. Mendengar suara kegaduhan diluar pintu, Wina memutuskan untuk berhenti marah-marah kepada Alana dan bergegas berjalan ke arah depan pintu, menyelidiki suara kegaduhan apa yang berada diluar rumahnya? Wina mulai membuka pintu dengan cepat sehingga mereka para ibu-ibu yang bersenderan dipintu tersebutpun ikut terjatuh dan meringis kesakitan, "Aduhh sakit!“"Eh, Bu Wina! Kalau membuka pintu yang pelan dikit kenapa sih?!” protes salah satu ibu-ibu yang jatuh tersungkur.Wina tersenyum sinis lalu berteriak dengan suara menggelegar hingga membuat mereka kabur tunggang langgang, "Dasar... Cuma segitu doang pada kabur"Wina menutup kembali pintu depan rumahnya dan menghampiri Alana yang masih terdiam di lantai.“Cepat bereskan semuanya!”Alana mengan

    Last Updated : 2025-03-29
  • Jangan Anggap Aku Gadis Pelacur!   Pertemuan yang Mengubah Segalanya

    Matahari perlahan muncul dari peraduannya, menandakan pagi yang cerah telah kembali. Kehidupan mulai bergerak, hiruk-pikuk aktivitas kembali memenuhi sudut-sudut kota, termasuk di lingkungan sekolah. Para siswa dengan penuh semangat memasuki ruang kelas mereka, siap menghadapi hari yang baru.Di Sekolah Widya Piki Negeri Nusantara, suasana ramai terdengar di setiap sudut. Beberapa siswa-siswi terlihat asyik mengobrol, di antaranya Anik dan Ayuna."Ayuna, kemarin aku senang banget! Ayang beliin aku boneka!" seru Anik dengan wajah berbinar.Ayuna tersenyum ikut merasakan kebahagiaan sahabatnya. Tak lama, Bagas datang bersama teman-temannya. Ayuna, yang sudah lama menyimpan perasaan padanya, merasa salah tingkah. Anik, yang selalu peka terhadap perasaan sahabatnya, langsung menggoda."Cieee... Ada yang lagi deg-degan nih!"Ayuna semakin tersipu saat Bagas menyapa mereka. Anik membalas sapaan dengan santai, sementara Ayuna tampak gugup. Melihat ekspresi Ayuna, Bagas langsung bertanya, "Ay

    Last Updated : 2025-03-29
  • Jangan Anggap Aku Gadis Pelacur!   Ada Apa Dengan Mereka?

    Bagas teringat nomor WhatsApp Alana dan ia mencoba memberikan pesan singkat kepada Alana. Didalam isi pesan tersebut, Bagas menuliskan bahwa ia menanyakan apakah Alana juga diajak ke mixue oleh Dewi?Setelah mengirim pesan singkat, Bagas memutuskan untuk tidur sejenak. Matanya dipejamkan dan tidak lama terdengar pesan masuk yang membuat kedua bola mata pemuda itu membuka, "Hai Bagas, kebetulan aku diajak kok" balas Alana lewat pesan.Lalu Bagas mencoba menawarkan diri untuk membonceng Alana, awalnya Alana menolak tawarannya namun akhirnya Alana mengiyakan ajakannya tersebut. Mereka janjian untuk ketemuan di jam tujuh malam, "Tapi jangan jemput di depan rumahku, cukup kita ketemuan di tempat yang tadi aku turun dari motor kamu” tulis Alana di pesan tersebut.Sebenarnya ada rasa penasaran, namun Bagas memilih untuk tidak memikirkan hal yang belum tentu benar, "Paling tidak, malam ini aku bisa barengan bersama dia" gumamnya pelan.Alana menaruh ponselnya ke atas kasur dan menoleh kearah

    Last Updated : 2025-03-29

Latest chapter

  • Jangan Anggap Aku Gadis Pelacur!   Mama mengapa tak sayang

    “Ibu, aku...” Alana terdiam sejenak, terlihat ia sedang menggigit bibir bawahnya.Wina yang tengah sibuk merias diri tidak memperdulikan Alana, lalu Alana tetap berpamitan kepada ibunya. “Ibu, aku berangkat ke sekolah dulu” ujar Alana, sembari berniat untuk meraih tangan ibunya namun Wina tetap tidak menoleh.“Sana saja... Jangan ganggu Ibu!” seru Wina dengan nada tinggi. Alana mengangguk lalu pergi secara perlahan.Ia kembali berjalan sembari memikirkan uang SPP yang belum ia lunasi hingga berbulan-bulan. Ia takut, jika gurunya memberikan skor hanya gara-gara SPP tersebut. Sembari berjalan, tiba-tiba seseorang melemparinya botol Aqua yang masih berisi setengah air, sehingga Alana meringis kesakitan.Saat Alana menengok, ternyata yang melemparkan botol berisi air tersebut adalah Dewi yang sedang berangkat ke sekolah yang diantar oleh super menggunakan mobil. Dari kejauhan, nampaknya Dewi merasa puas telah melemparkan botol Aqua tersebut kearah Alana.Sambil berusaha menenangkan perasa

  • Jangan Anggap Aku Gadis Pelacur!   Teman, terimakasih

    Perjalanan menuju pulang di malam yang sudah sepi terasa lebih tenang bagi Alana. Angin malam berembus pelan, menenangkan pikirannya yang masih dipenuhi beban harian. Namun, ketenangan itu sedikit terusik ketika Bagas tiba-tiba berbicara, suaranya terdengar lembut namun tegas."Alana, kita singgah dulu di warung makan, yuk. Aku yang traktir."Alana terkejut. Ia menggigit bibirnya, merasakan jantungnya berdegup lebih cepat. Ia menunduk, mencoba mencari alasan. "Maaf, aku sudah makan," jawabnya cepat, berbohong.Bagas menoleh sekilas, menatapnya dengan tatapan penuh arti, lalu tersenyum kecil. "Ayo makan lagi, nanti aku yang bayar."Alana menggeleng cepat, namun Bagas tetap memaksanya dengan nada lembut. "Aku tidak bisa makan sendirian, temani aku, Alana."Setelah beberapa kali menolak, akhirnya Alana mengalah. Mereka berhenti di sebuah restoran binta lima dan tentunya menjadi restoran favorit. Terlihat ada banyak pengunjung yang masih berdatangan ke restoran ini, walaupun sudah larut m

  • Jangan Anggap Aku Gadis Pelacur!   Ada Apa Dengan Mereka?

    Bagas teringat nomor WhatsApp Alana dan ia mencoba memberikan pesan singkat kepada Alana. Didalam isi pesan tersebut, Bagas menuliskan bahwa ia menanyakan apakah Alana juga diajak ke mixue oleh Dewi?Setelah mengirim pesan singkat, Bagas memutuskan untuk tidur sejenak. Matanya dipejamkan dan tidak lama terdengar pesan masuk yang membuat kedua bola mata pemuda itu membuka, "Hai Bagas, kebetulan aku diajak kok" balas Alana lewat pesan.Lalu Bagas mencoba menawarkan diri untuk membonceng Alana, awalnya Alana menolak tawarannya namun akhirnya Alana mengiyakan ajakannya tersebut. Mereka janjian untuk ketemuan di jam tujuh malam, "Tapi jangan jemput di depan rumahku, cukup kita ketemuan di tempat yang tadi aku turun dari motor kamu” tulis Alana di pesan tersebut.Sebenarnya ada rasa penasaran, namun Bagas memilih untuk tidak memikirkan hal yang belum tentu benar, "Paling tidak, malam ini aku bisa barengan bersama dia" gumamnya pelan.Alana menaruh ponselnya ke atas kasur dan menoleh kearah

  • Jangan Anggap Aku Gadis Pelacur!   Pertemuan yang Mengubah Segalanya

    Matahari perlahan muncul dari peraduannya, menandakan pagi yang cerah telah kembali. Kehidupan mulai bergerak, hiruk-pikuk aktivitas kembali memenuhi sudut-sudut kota, termasuk di lingkungan sekolah. Para siswa dengan penuh semangat memasuki ruang kelas mereka, siap menghadapi hari yang baru.Di Sekolah Widya Piki Negeri Nusantara, suasana ramai terdengar di setiap sudut. Beberapa siswa-siswi terlihat asyik mengobrol, di antaranya Anik dan Ayuna."Ayuna, kemarin aku senang banget! Ayang beliin aku boneka!" seru Anik dengan wajah berbinar.Ayuna tersenyum ikut merasakan kebahagiaan sahabatnya. Tak lama, Bagas datang bersama teman-temannya. Ayuna, yang sudah lama menyimpan perasaan padanya, merasa salah tingkah. Anik, yang selalu peka terhadap perasaan sahabatnya, langsung menggoda."Cieee... Ada yang lagi deg-degan nih!"Ayuna semakin tersipu saat Bagas menyapa mereka. Anik membalas sapaan dengan santai, sementara Ayuna tampak gugup. Melihat ekspresi Ayuna, Bagas langsung bertanya, "Ay

  • Jangan Anggap Aku Gadis Pelacur!   Ombak Seakan Mengerti

    Beberapa ibu-ibu julid pada berkumpul didepan pintu rumah Alana, beberapa diantara mereka sibuk membuat konten demi mendapatkan followers dengan menuliskan caption “Ada yang lagi ribut nih”"Pasti bakalan ramai konten ini!" Ucap yang lainnya. Mendengar suara kegaduhan diluar pintu, Wina memutuskan untuk berhenti marah-marah kepada Alana dan bergegas berjalan ke arah depan pintu, menyelidiki suara kegaduhan apa yang berada diluar rumahnya? Wina mulai membuka pintu dengan cepat sehingga mereka para ibu-ibu yang bersenderan dipintu tersebutpun ikut terjatuh dan meringis kesakitan, "Aduhh sakit!“"Eh, Bu Wina! Kalau membuka pintu yang pelan dikit kenapa sih?!” protes salah satu ibu-ibu yang jatuh tersungkur.Wina tersenyum sinis lalu berteriak dengan suara menggelegar hingga membuat mereka kabur tunggang langgang, "Dasar... Cuma segitu doang pada kabur"Wina menutup kembali pintu depan rumahnya dan menghampiri Alana yang masih terdiam di lantai.“Cepat bereskan semuanya!”Alana mengan

  • Jangan Anggap Aku Gadis Pelacur!   Gadis Cantik yang Malang

    Seorang ibu muda berdiri di hadapan putrinya dengan sorot mata tajam, seolah siap menerkam gadis itu kapan saja."Dasar anak tidak tahu diuntung! Seharusnya kamu bersyukur bisa makan dan tidur enak, bukan malah menggurui saya... Dasar anak sok suci!" Wina berteriak, menjambak rambut putrinya dengan kasar.Alana meringis kesakitan, air matanya jatuh tanpa bisa ditahan. "Ampun, Ma... Sakit... Hiks..."Tanpa peduli, Wina melemparkan ember berisi pakaian kotor ke lantai. "Sekarang juga, cuci semua ini!"Dengan napas tersendat, Alana mengangguk lemah. Air matanya terus mengalir tanpa henti, membasahi pipinya yang sudah basah sejak tadi. Dengan tangan gemetar, ia menyeka wajahnya, berusaha menelan kepedihan yang menggumpal di dadanya. Tanpa kata, ia meraih ember penuh pakaian kotor, mengangkatnya dengan susah payah, lalu melangkah keluar rumah dengan langkah tertatih. Punggungnya yang ringkih seakan menanggung beban yang jauh lebih berat dari sekadar cucian kotor—beban yang menekan hatinya

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status