Home / Rumah Tangga / Jangan Jadikan Aku Babumu, Dik! / Bab 6 : Mayang Tersulut Emosi

Share

Bab 6 : Mayang Tersulut Emosi

Author: Embusan Angin
last update Last Updated: 2023-10-14 21:12:29

Mendengar dentuman yang begitu keras, Mayang langsung berbalik dan melihat ke arah jalan. Dan, betapa terkejutnya Mayang, saat melihat putranya sudah tersungkur ke tanah dengan tubuh bersimbah darah.

"Fikryyyyyyyyyy!!!"

Mayang berlari seperti orang kesetanan memanggil nama anak lelakinya itu. Dan, segera merangkul tubuh kecil yang sudah tak berdaya itu. Mayang meminta tolong kepada orang-orang yang ada di sekitar tempat kejadian, untuk menolong putranya.

Dengan cepat mereka membawa Fikry ke rumah sakit, dengan menggunakan sepeda motor yang di bonceng oleh tetangga. Dan, Mayang menggendong tubuh mungil Fikry, yang sudah bersimbah darah, yang sudah tidak sadarkan diri.

Sesampainya di rumah sakit, Mayang langsung menuju UGD untuk memeriksa keadaan anaknya. Setelah memasuki ruangan tersebut, perawat mempersilahkan Mayang untuk menunggu di luar. Sedangkan dokter dan perawat tersebut sibuk memeriksa tubuh Fikry.

Saat ini, penampilan Mayang sunggung sangat memprihatinkan. Mata yang sembab dan pakaian yang sudah penuh dengan darah. Tapi, Mayang tidak memperdulikan semua itu. Baginya, yang terpenting sekarang adalah keselamatan bagi buah hatinya itu.

Dan, Mayang, selalu berdoa untuk keselamatan putranya. Tetapi, dia juga merutuki dirinya sendiri. Karena, sudah lalai menjaga putranya itu.

Setelah setengah jam lamanya, dokter yang berada di ruangan UGD itu, baru menemui Mayang beserta Dinda dan juga suaminya, Arman.

Ya, setelah Fikry dibawa ke dalam ruangan UGD, Mayang langsung menelpon, Dinda. Mayang meminta tolong kepada resepsionis rumah sakit untuk menghubungi adiknya itu.

Dan dokter mengatakan, kalau kaki Fikry yang sebelah kiri, harus diamputasi. Karena, mengalami keretakan yang fatal dan juga patah tulang. Dan, dilihat dari keretakan pada tulang kaki, Fikry. Kemungkinan besar, pada saat kecelakaan itu terjadi, kaki Fikry terlindas ban mobil.

Mendengar ucapan dokter tersebut, Mayangpun meraung sejadi-jadinya.

"Apa tidak ada jalan lain, Dokter? Selain dari amputasi? Aku tidak mau, kalau anakku menjadi cacat. Dia masih kecil, Dok. Kasihan dia," tutur Mayang, dengan berurai air mata.

Tetapi, dokter muda itu mengatakan, kalau itu adalah jalan satu-satunya, untuk masa depan Fikry sendiri. Karena, kalau tidak secepatnya dioperasi. Takutnya, nanti akan mengalami pembusukan pada tulang. Dan itu, lebih sangat berbahaya untuk diri si pasien sendiri. Ucap dokter muda itu.

Setelah kepergian dokter tersebut. Mayang, yang masih terisak, dengan pipi yang sudah basah dengan air mata. Berkata kepada Dinda.

"Bagaimana ini, Dinda? Kakak tidak ada uang untuk membayar operasi, Fikry. Uang operasi untuk Fikry, pasti sangat banyak. Kamu tahu sendiri, untuk makan kami sehari-hari saja, serta membayar kontrakan. Kakak harus bekerja di toko tetangga. Dan, beruntung sekali, kalau buk Maya, memperbolehkan kakak membawa Fikry, saat bekerja. Tapi sekarang, kakak harus bagimana? Kemana kakak meminjam uang?" Tanya Mayang, kepada Dinda, dengan suara tangis terisak.

Tetapi, Dinda sendiri, malah tidak memberikan respon apa-apa, terhadap keluhan dari Mayang. Sehingga, membuat hati kakaknya itu, terasa makin mengecil saja.

Mayang hanya bisa terdiam, menatap lurus ke depan, dengan air mata, yang tetap mengalir di pipi putihnya. Hingga terdengar seseorang berbicara dengan sangat lantang.

"Biar kita yang bayarkan!" ucap tegas seseorang.

Mendengar itu, mereka berdua menoleh. Dan, ternyata orang tersebut adalah, Arman. Suami, dari Dinda.

"Apa maksud kamu, bang?!" Tanya Dinda dengan ketus.

"Biar, kita, yang melunasi semua biaya operasi, Fikry!" Sentak Arman dingin.

"Kita?! Uang dari mana abang dapatkan untuk membayarnya, bang?! Emang, abang pikir, biaya operasi itu sedikit?!" Tanya Dinda yang mulai meradang.

"Kita pakai uang tabungan itu dulu," ucap Arman sedikit melunak.

"Uang itu? Bukankah uang itu, untuk membangun ruko bulan besok?!" Tanya Dinda, dengan membentak suaminya, Arman.

"Aku tidak mau, ya. Kalau pembangunannya, harus diundur lagi! Bukankah, kita sudah sepakat, untuk itu, bang! Apalagi, aku sudah capek-capek buat menabungnya. Tapi sekarang, seenaknya saja, abang mengatakan untuk membayarkan operasi Fikry, dengan uang tabungan itu!" Gerutu Dinda, dengan sewot.

Melihat Dinda yang tidak terima, atas keputusan yang dibuatnya, membuat Arman harus bersikap lebih lembut lagi, untuk mengambil hati, istrinya itu.

"Dengar dulu, penjelasan aku, sayang. Bukannya, sayang sendiri juga dengar, apa yang diucapkan oleh dokter itu, tadi. Kalau Fikry, secepatnya harus dioperasi. Sementara, untuk menunggu kakak ipar, mengumpulkan uang, mana bisa. Untuk makan mereka saja, kakak ipar sudah sangat kesusahan," ejek Arman kepada Mayang.

"Dan, kalau kelamaan, bisa-bisa Fikry akan menyusul bapaknya, lho, sayang. Kalau dia tidak secepatnya dioperasi. Apalagi, sampai orang-orang tahu, kan kita juga yang malu," Ucap Arman lagi.

"Malu bagaimana, maksud abang?" Tanya Dinda yang tak mengerti ucapan dari suaminya itu.

"Begini lho sayang, maksud aku. DINDA MAHARANI, yang merupakan istri dari seorang pengusaha muda yang sukses. Yang, juga seorang PNS, yang mempunyai banyak uang. Dan, merupakan orang kaya, tidak mau membantu biaya operasi keponakannya sendiri. Sehingga, menyebabkan sang keponakan meninggal dunia."

"Kalau sampai orang-orang tahu, dan membuat berita seperti itu, kepada kita, bagaimana? Dan, juga, malah kamu yang disalahkan oleh mereka semua, atas apa yang terjadi pada, Fikry. Apalagi, kalau ketahuan sama Netizen, beuhhff bakalan kelarrr hidup kita." Ucap Arman yang sengaja, mempengaruhi serta menakut-nakuti istrinya itu, untuk mau membayarkan biaya operasi keponakannya sendiri.

Mayang, yang mendengar pembicaraan mereka, hanya bisa diam dan beristigfar dalam hati. Serta, hanya bisa, mengurut dadanya dengan rasa sabar. Dipikirannya sekarang, bagaimana sang anak bisa sembuh dengan operasi, meskipun harga diri dipertaruhkan.

Mendengar ucapan dari suaminya itu, yang menakut-nakuti mereka. Membuat Dinda, mau tak mau, harus mengikuti ucapan suaminya itu, agar mau memakai uang untuk pembuatan ruko barunya itu.

"Tapi, aku tidak mau tahu ya, sayang. Bulan besok kita tetap membangun ruko itu. Terserah, abang. Mau membayarkan atau tidak operasi Fikry. Yang jelas, bagi aku. Abang, tetap mengganti uang tersebut. Terserah, mau pinjam dari mana!" Gerutu Dinda ketus.

"Iya, sayang, nanti akan aku usahakan," jawab Arman tersenyum, dengan matanya tidak lupa melirik pada, Mayang.

Tapi, baru saja Arman sedikit lega mendengar ucapan istrinya itu, tiba-tiba saja Dinda melanjutkan ucapannya. Yang membuat Arman dan juga Mayang menganga mendengarnya karena terkejut.

"Eh, tapi tunggu dulu. Enak di kak, Mayang, donk." Tiba-tiba saja, Dinda berkata ke Mayang.

"Begini, saja. Aku, ada penawaran terbaik buat kakak. Kalau kakak setuju, aku akan membantu membayar operasi, Fikry. Tapi, kalau tidak. Ya, siap-siap saja, kakak kehilangan putra kakak itu," ketus Dinda kepada Mayang dengan tersenyum miring.

"Apapun itu, Dinda. Kakak akan setuju. Yang penting sekarang, bagi kakak adalah Fikry selamat. Dan, bisa, menjalani operasi secepatnya," jawab Mayang tersenyum senang.

"Ok. Baiklah. Dengar, baik-baik ya, kakakku sayang. Aku, akan bersedia membayar semua biaya pengobatan, Fikry. Tapi, kakak harus tinggal di rumahku, dan bekerja menjadi pem-ban-tu! Karena, aku yakin. Kakak tidak akan pernah bisa, untuk mengganti uang aku yang kakak pakai. Jadi, kakak harus bersedia, jadi BABU selamanya untukku! Bagaimana?" Tanya Dinda yang memberikan pilihan yang begitu berat untuk dirinya. Dan, Dinda berkata dengan tersenyum senang. Tanpa mau memikirkan apa yang dirasakan oleh kakaknya itu.

Mendengar ucapan Dinda, membuat Arman ingin protes. Tetapi, saat Arman ingin mengucapkan sesuatu, Dinda dengan cepat memberikan isyarat 'diam' kepada suaminya itu, dengan cara meletakkan telunjuknya ke bibirnya sendiri, dan mengarahkan ke suaminya itu.

Sementara Mayang sendiri, saat mendengar ucapan, Dinda. Membuat dirinya, syok. Dia tidak menyangka, kalau sang adik, tega menjadikannya seorang Babu di rumahnya. Tapi apalah daya, Mayang tidak bisa menolak. Karena ini menyangkut tentang hidup anaknya sendiri. Meskipun, harga dirinya harus diinjak-injak oleh, adiknya sendiri.

"Jadi bagaimana, apa kakak bersedia?" Tanya Dinda lagi, yang ingin mendengar apa keputusan yang diambil oleh kakaknya itu.

"Kalau kakak menolak, juga tidak masalah bagi, aku. Aku akan pergi sekarang. Ayo, sayang!" Gertak Dinda, dengan merangkul suaminya itu. Dan, mulai berjalan meninggalkan sang kakak.

"Tunggu, Dinda! Kakak bersedia! Apapun itu, kakak bersedia melakukannya. Meskipun, kakak harus jadi, BABU! Yang penting, kamu mau membiayai anak kakak sampai sembuh," sentak Mayang tegas meskipun air mata sudah menetes di pipi.

Tanpa mereka berdua sadari, seseorang mengepalkan kedua tangannya mendengar pembicaraan tersebut.

Dan di sinilah Mayang. Yang menjadi seorang Babu untuk adiknya sendiri.

💦

"Mayang! Hei, Mayang! Kok, malah melamun?" Tanya Nurma sahabatnya, yang melambai-lambaikan tangannya beberapa kali di depan wajah Mayang.

"Astagfirullah, maaf Nurma. Tiba-tiba saja, aku jadi teringat kejadian itu. Sehingga tanpa sengaja, aku jadi termenung, hehe, maaf." Mayang berucap, sambil tersenyum malu-malu dengan mata yang juga berkaca-kaca.

"Ah, tidak apa-apa, sayang. Aku mengerti kok. Ih, kamu, seperti sama siapa saja," timpal Nurma tersenyum sambil mencubit pipi, Mayang. Kebiasaan, yang selalu mereka lakukan kalau bertemu.

Karena, asik bercerita, tentang nasib mereka masing-masing. Tanpa mereka sadari, waktu terus berlanjut. Hingga, Dinda pulang dari mengajar.

"Assalamu'alaikum," salam Dinda yang baru saja, pulang.

"Waalaikum'salam," ucap mereka berdua.

"Oh, Dinda. Baru pulang mengajar, ya?" Tanya Nurma tersenyum.

"Iya, eh, ada kak Nurma. Kapan datang, kak?" Ucap Dinda, yang balik bertanya kepada sahabat kakaknya itu, yang hanya untuk basa basi.

"Dari satu jam yang lalu, Din. Kakak, kangen, sama kakak, kamu. Jadi, saat kakak melintasi daerah sini. Kakak, pengen mampir sebentar. Eh, karena, keasikan bernostalgia, malah keblablasan kayak gini, hehe," tutur Nurma, yang menjelaskan kepada adik sahabatnya itu.

"Ah, biasa itu, kak. Namanya, juga, lagi kangen-kangenan," balas Dinda lagi, yang tersenyum manis, menanggapi ucapan sahabat kakaknya itu.

Dan, tidak berapa lama kemudian, Nurma pun berpamitan untuk pulang. Saat merapikan dan membereskan piring serta gelas bekas makanan mereka tadi, tiba-tiba saja, Dinda berbicara dengan nada ketus kepada, Mayang.

"Jangan dibiasakan membawa orang ke rumah, aku tidak suka!" Cerca Dinda yang berdiri di belakang Mayang.

Mendengar Dinda berbicara, Mayang pun menjawab ucapan Dinda.

"Kakak, tidak pernah membawa orang ke rumah, Din. Apakah kamu tidak dengar, Kalau Nurma sendiri yang datang berkunjung ke sini?" Timpal Mayang, yang membalas tuduhan Dinda.

"Apapun, itu, aku tidak peduli dan tak mau tahu! Aku tidak suka, ya, kalau, kakak, sembarangan memasukkan orang ke rumah ini!" Bentak Dinda kepada Mayang.

"Kakak, tidak sembarangan membawa orang, untuk masuk ke rumah ini, Din! Lagian, Nurma, bukan orang lain bagi, kakak. Dia, adalah, sahabat kakak, yang sudah kakak anggap, sebagai saudara sendiri!" Sentak Mayang tegas kepada adiknya itu.

"Lagian apa salahnya, kalau kakak, membawa teman kakak, kerumah ini. Karena, rumah ini, adalah rumah peninggalan ibu!" Celetuk Mayang dengan emosi.

"Hei, apa kakak lupa, siapa yang merenovasi ini semua?! Ingat, ya, kak. Meskipun, rumah ini peninggalan dari, ibu. Tetapi, aku lah, yang berhak, atas rumah ini! Karena, aku lah, yang memperbaiki semuanya! Aku, yang menjadikan rumah ini, menjadi layak dan sangat indah! Aku, yang mengeluarkan semua biayanya! Sedangkan kakak, tidak ada sepersenpun!" Bentak Dinda, dengan sangat sombong kepada, Mayang.

Tanpa diduga, menitik air mata Mayang mendengar penuturan, Dinda. Dengan tersenyum sedih, Mayang berucap,

"Memang benar, tidak ada, sepersenpun uang kakak yang masuk, untuk merenovasi rumah, ibu. Memang benar, kalau, kamulah yang membiayai semua rumah, ibu. Tapi, apakah kamu lupa, kalau selama ini, kakaklah yang membiayai hidup kamu! Kakaklah, yang selama ini, banting tulang untuk melengkapi kebutuhan kamu! Dan, karena kakaklah, kamu menjadi sukses sekarang!" Sentak Mayang yang membalas telak ucapan sombong Dinda.

"Kakak! Kamu!"

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jangan Jadikan Aku Babumu, Dik!   Bab 72 Emosi

    Suasana di meja makan tiba-tiba saja terasa panas malam ini, tubuh Dinda memanas saat Arman menyebut nama Mayang di hadapan dirinya. Meski AC sudah dari tadi hidup, tetapi tidak bisa mendinginkan hati Dinda yang mulai terbakar amarah. Sehingga membuat selera makan Dinda hilang seketika dan sendok makan yang ada di tangan wanita tersebut, diletakkan begitu saja di atas piring. Meski makanan tersebut masih tertinggal separuh.Dengan menyeruput habis air putih yang ada di dalam gelas minumnya, Dinda terlihat menahan kekesalan. Saat sang suami menyebut nama wanita lain disaat mereka makan berdua. Meskipun, itu adalah kakaknya sendiri. Apalagi, Arman juga menyarankan kepada Dinda untuk menjemput Mayang kembali untuk tinggal bersama mereka.Dinda sendiri tidak bisa memungkiri kalau dirinya merasa cemburu, saat Arman menyebut nama Mayang di bibirnya. Apalagi status mereka sekarang adalah suami istri, yang mana, Arman hanya boleh memikirkan dirinya sendiri bukan yang lain. Bohong kalau dia

  • Jangan Jadikan Aku Babumu, Dik!   Bab 71 Karma?

    Anton yang begitu mempunyai hasr4t yang begitu dalam kepada Mayang, tiba-tiba saja matanya fokus menatap ke arah bibir merah alami yang dimiliki oleh perempuan berhidung mancung tersebut. Dengan dibantu dorongan yang begitu kuat dari dalam dirinya sendiri, Anton tanpa sadar berbicara ke arah Mayang. Seakan-akan dirinya memang sedang berbicara berdua dengan perempuan yang tak sadarkan diri tersebut.Dengan makin mendekat ke arah Mayang, Anton lalu berucap di depan Mayang, yang hanya berjarak 3 langkah saja,"Bolehkah saya mencium bibir ranum kamu itu, duhai perempuan cantik? Karena bibirmu itu sangatlah menggoda saya!" Sentak Anton dengan jakunnya yang sudah naik turun.Setelah berkata seperti itu, Anton mulai mendekat ke arah Mayang. Sehingga laki-laki tersebut, berjongkok di depan Mayang sambil tetap menatap wajah wanita tersebut. Dengan cepat Anton mulai memajukan wajahnya ke arah bibir Mayang, sehingga memutus jarak di antara mereka berdua. Saat bibir Anton mulai menyentuh bibir Ma

  • Jangan Jadikan Aku Babumu, Dik!   Bab 70 Permainan

    Karena mendapatkan sebuah kabar gembira, membuat Dinda yang sedang berbicara dengan seseorang di dalam telpon, tak menyadari kalau seseorang sudah mendengar semua pembicaraan mereka."Iya, Ma. Semuanya beres. Perempuan br3ngsek itu sudah tertangkap. Mama tenang saja, aku akan membalas semua sakit hati kita. Dia harus membayar semua, atas apa yang terjadi dalam kehidupan kita selama ini! Aku tidak akan melepaskannya begitu saja, karena dia harus menderita! Seperti apa yang sudah diperbuat oleh orang tuanya dulu." Dinda yang tersenyum senang berbicara dengan seseorang yang dipanggil dengan sebutan mama.Tanpa dirinya sadari, di balik dinding, seseorang mengepalkan tangan dengan rahang mengeras mendengar ucapannya."Kurang 4jar! Jadi kamu yang sudah menipu dan menculik Mayang, Dinda! Tak disangka, kamu benar-benar wanita ular berhati kejam. Apa kata kamu tadi, Mama? Orang tuanya? Apa maksud dari perkataan kamu itu? Sebenarnya rahasia apa yang terjadi dalam hubungan keluarga kalian?" Bisi

  • Jangan Jadikan Aku Babumu, Dik!   Bab 69 Mayang Mencoba Kabur

    "Br3ngsek! Ternyata mereka menemukan keberadaan Mayang. Kenapa aku begitu bodoh dan teledor seperti ini! Gara-gara kebodohan aku, mereka akhirnya menemukan keberadaan mereka. Dan sekarang, mereka juga membawa Mayang pergi entah kemana.Harusnya tadi, aku tak melanjutkan ke sana untuk menemui Mayang dan Fikry. Sehingga kejadian ini tidak akan terjadi." Arman yang menyesali perbuatannya yang berujung dengan penculikan Mayang."Kenapa kamu percaya sekali dengan ucapan mereka, May. Aku harus mencari kemana kamu sekarang," lirih Arman dengan sedikit frustasi. "Tapi kamu tenang saja, aku tidak akan menyerah untuk menemukan kamu sampai kapanpun. Aku akan mencari kamu sampai ketemu, Mayang. Tidak akan aku biarkan kamu disakiti oleh mereka. Awas saja, kalau sampai kamu terluka sedikitpun, aku tidak akan melepaskan orang-orang yang telah menyakiti kamu. Termasuk dengan adik kamu sendiri, Dinda!" Arman yang terlihat sangat marah dan emosi setelah dirinya menyuruh seluruh anak buahnya untuk menca

  • Jangan Jadikan Aku Babumu, Dik!   Bab 68 Mayang DiCulik

    "Terus, apa sebenarnya yang kamu pikirkan, May?" Tanya Sari lagi, karena dirinya menjadi penasaran.Mendengar pertanyaan sahabatnya itu, Mayang mendesah pelan."Sebenarnya, aku memikirkan ucapan Arman tadi siang, ia mengatakan kepadaku kalau orang yang ingin mencelakai kami itu adalah Dinda." Mayang yang mencoba menjawab pertanyaan Sari. Mendengar jawaban Mayang, Sari tampak terkejut."Apa?! Benarkah, May? Kok bisa Pak Arman mengatakan, kalau Dinda, adik kamu sendiri yang ingin mencelakai kalian?" Balas Sari dengan terkejut."Aku juga tidak tahu, kenapa Arman malah menuduh Dinda pelakunya," tutur Mayang bingung."Kalau begitu, pasti ada alasan yang kuat, kenapa Pak Arman menuduh Dinda pelakunya. Mungkin juga Pak Arman mengetahui sesuatu tentang adik kamu itu, secara kan mereka suami istri. Siapa tahu, tanpa sengaja, Pak Arman pernah memergoki atau mendengar Dinda berbicara kepada seseorang untuk mencelakai kamu, mungkin. Makanya, Pak Arman sekarang, mewanti-wanti dan melarang kamu unt

  • Jangan Jadikan Aku Babumu, Dik!   Bab 67 Salah Sangka

    Setelah kepergian Arman, Mayang duduk termenung di sofa ruang tamu. Dia mendesah pelan, mengingat ucapan yang dilontarkan oleh Arman tentang adiknya, Dinda. Dia sempat berpikir, apakah yang diucapkan Arman tadi, adalah kebenaran. Kalau orang yang ingin melenyapkan dirinya dan Fikry adalah adiknya sendiri, yaitu Dinda. Disaat hati dan pikiran Mayang mulai saling bertentang, dengan cepat Mayang menggelengkan kepalanya."Tidak, tidak! Tidak mungkin, Dinda tega melakukan hal itu. Dinda itu, adik aku. Dia sayang dengan aku, karena aku adalah kakaknya. Kami itu saudara, mana mungkin, Dinda mau melenyapkan kami. Aku tahu, kalau selama ini, Dinda sangat menyayangi aku dan Fikry. Meski, beberapa tahun terakhir, Dinda sedikit cuek dan kasar. Aku yakin, kalau di hatinya masih ada cinta dan sayang untuk aku dan Fikry. Karena, bagaimanapun, kami adalah saudara. Kami satu keluarga. Didalam kekeluargaan, wajar kalau ada pertengkaran dan perseteruan kecil. Justru, karena adanya konflik didalam sebu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status