Hari ini adalah sidang perdana, Alexander. Ella dan Dion yang sebagai saksi sudah berada di sana.Erick, nyonya Maribet dan bi Asih juga hadir.Alexander tampak lesu dan tidak bersemangat. Suaranya sangat lemah saat menjawab pertanyaan dari hakim.“Saya sangat menyayangi anak saya Jelita. Setelah kematian istri saya, Jelita adalah hidup saya.” Alexander terdiam sejenak sambil menunduk. “Dan saya sangat terpukul mendengar bahwa Jelita bukan putri kandung saya. Tetapi saya pun menyayangi anak saya Chintya. Karena itu, saya nekat ingin membawa mereka berdua pergi karena saya tidak ingin mereka hidup menderita,” tutur Alexander lagi.“Berarti saudara meragukan orang tua kandung Jelita,” tanya hakim.“Benar, pak. Karena saya melihat hubungan yang tidak harmonis antara ibu Ella dan suaminya, Dion. Bahkan saya pernah melihat pak Dion berselingkuh di waktu putri saya Chintya masih di rawat di rumah sakit.” Pengunjung semua bersorak mendengar ini. Ella dan Dion membelalakkan matanya mendenga
Tuan Dalton segera mendapat kabar tentang Alexander, dan perihal tentang ancaman hilangnya hak asuh Jelita pada Ella dan Dion.Dan tuan Dalton segera mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang."Tuan Smith, aku butuh bantuanmu," suara tuan Dalton terdengar tegas."Tuan Dalton apa yang kau butuhkan, Saya siap melaksanakannya,"Setelah beberapa menit kemudian......"Sudah selesai semuanya, tuan Dalton, dan Hakim Jason akan melaksanakan seperti yang tuan inginkan,"Tuan Dalton tersenyum cerah, dan segera ke Villa Greend tempat Ella tinggal bersama Jelita dan Chintya.Tidak sabar rasanya melihat keceriaan di wajah cucu kesayangannya ini, yang dari kemarin murung saja.Di Villa Greend, tuan Dalton hanya menjumpai Jelita dan Chintya yang sedang bermain bersama pengasuh mereka masing-masing."Nona Ella, sedang berada di taman tuan." kata salah seorang pengasuh pada tuan Dalton dengan hormat.Setelah menyapa Jelita dan Chintya sejenak, tuan Dalton segera ke taman tempat Ella mengurung diri.
Di sebuah ruangan, Ella terbangun, setelah hampir 10 jam tidak sadarkan diri, akibat kecelakaan yang di alaminya semalam. Sinar matahari pagi menghangatkan ruangan dan membuat matanya menyipit karena kilauan sang mentari."Nyonya sudah bangun?"Ella membuka mata dan melihat seorang perawat sedang membereskan beberapa peralatan medis dan Ella merasakan sekujur tubuhnya sangat sakit."Di.... di mana saya dan apa yang terjadi?" Ella mencoba menggerakkan tangannya, ouh sakit, Ella berusaha untuk bangkit. Dengan sigap perawat itu menahan tubuhnya agar tetap berada di tempat tidur."Tenang. Nyonya. Tenanglah dulu. Luka anda belum pulih." kata perawat."Apa yang terjadi?" tanya Ella kembali menahan rasa sakit di tangannya."Semalam nyonya mengalami kecelakaan. Dan seseorang membawa nyonya kemari." jawab perawat itu.Ella yang masih tampak lemah, berusaha mengingat kejadian semalam.Di mana saat dia dan Dion, suaminya sedang bertengkar hebat karena Dion menuduh Ella telah berselingkuh.Bahkan
Keesokan harinya..Ella melangkah perlahan memasuki rumahnya , sendirian. Setelah dokter menyatakan, lukanya tidak terlalu parah, Ella pun di izinkan pulang dengar syarat, harus datang ke rumah sakit setiap hari untuk membersihkan luka di lengannya.Sesampai di rumah, Ella melangkah ke sebuah kamar. Tampak dekorasi yang hangat, dengan beraneka ragam mainan di sana. Masih sama seperti kemarin, cuma kali ini, kamar itu terasa sepi, mungkin untuk selamanya.Ella mendekati sebuah ayunan dan menggoyangkan sebuah lonceng yang berada di dekatnya, perlahan alunan musik terdengar sangat lembut.Dulu pemiliknya sangat senang bila mendengar alunan musik ini, suara tawa dan tangisan yang manja akan memenuhi ruangan tersebut.Tapi kini si pemiliknya sudah pergi dan tidak akan pernah kembali lagi.Ella meringkuk di sudut kamar, di peluknya sebuah boneka dan aroma khas bayi pun masih tertinggal di sana. Air matanya mengalir deras, membasahi selimut bayi yang berada di bawahnya."Maafkan ibu nak, ibu
Ella menatap kertas putih di tangannya sebuah lokasi pemakaman, yang di dapat dari seorang pria berumur sekitar 50 tahun. Pria tersebut bernama pak Amri.Penduduk setempat mengatakan, pak Amrilah yang telah banyak membantu di saat terjadinya kecelakaan di waktu yang lalu.Dan dari pak Amri pula, Ella dapat mengetahui letak lokasi pemakaman bayinya, Chintya."Terima kasih pak, atas bantuannya." kata Ella perlahan. Pria yang bernama pak Amri hanya mengangguk, pandangan matanya bergerak kekiri kekanan, seperti ada sesuatu yang meresahkannya.Ella menghela napas panjang, padahal banyak hal yang ingin di tanyakan pada beliau.tetapi melihat sikap pak Amri yang acuh dan rada pendiam, membuat Ella mengurung niatnya.Ella berjalan perlahan di jalan setapak menuju area pemakaman tersebut. Perjalanan yang memakan waktu sekitar 10 menit.Angin bertiup ke arahnya sepanjang jalan, terasa begitu dingin bagaikan pisau menusuk ke dalam tulang.Hingga sampailah di tempat yang di tuju, sebuah pemakaman
"Kenapa tidak memberi kabar terlebih dahulu, nak. Kalau mau kesini." kata bu Arie kaget melihat kedatangan Ella tiba-tiba.Hari ini, Ella mengunjungi tempat di mana dia di besarkan, di sebuah panti asuhan, yang berada di pinggir kota."Aku kangen sama ibu," sahut Ella tersenyum tipis, sambil menyalami wanita yang telah membesarkannya selama ini.Di umur 5 tahun, ibunya meninggal dunia. Semenjak itu, Ella sudah berada di sini, di sebuah panti asuhan, walau tidak terlalu besar tetapi sangat nyaman.Ella tidak mengenal sosok ayahnya, karena semenjak bayi, ayahnya telah pergi meninggalkan Ibu dan dirinya, untuk kembali ke negaranya, Inggris.Ella hanya mengetahui nama ayahnya yaitu, Howard Dalton. Selebihnya Ella tidak pernah mendengar apa pun lagi, karena ibunya enggan menceritakan lebih banyak tentang ayah.Ella tidak pernah tahu, mengapa sang ayah pergi, dan Ella juga tidak pernah mengetahui mengapa ayahnya tidak pernah datang mengunjunginya."Kau sudah makan?," bu Arie sudah berada di
Kini, Ella sudah memilih untuk pergi, walaupun kasus perceraiannya dengan Dion belum selesai.Saat ini dia berada di sebuah taksi, yang membawanya pergi entah kemana, dia sudah kehilangan semuanya. Ella menyandarkan kepalanya yang terasa sangat berat, sama seperti perjalanan hidupnya yang berat. Perlahan Ella menghapus air mata yang telah membasahi pipinya sejak tadi.Ella tidak mengerti, mengapa orang-orang yang di sayanginya, semua pergi meninggalkan dirinya sendiri.Ella memejamkan mata, menepis segala duka di hatinya."Maaf nyonya, Kemana saya harus mengantar nyonya?," tanya sopir taksi, sambil melihat ke arah kaca di depannya. Sudah hampir satu jam mereka berputar-putar tanpa arah. Sopir taksi ini bingung bercampur kasihan melihat punumpangnya kali ini, dalam keadaan menangis terus dari tadi.Dalam beberapa detik, Ella tampak kebingungan, dia tidak tahu mau kemana, karena dia pun tidak ingin pulang ke rumah panti, bu Arie pasti sedih melihat keadaan dirinya sekarang.Kemudian
Tidak berapa lama mereka sampai juga. Ella melihat sebuah villa yang sangat mewah. Ella terlihat ragu, karena dia teringat, saat sekarang dia tidak memegang uang sedikitpun, pasti biayanya penginapan sangat mahal."Kau tidak mau masuk?." tanya pria itu, melihat keraguan d mata Ella."Umm...itu, aku...,""Kau kenapa?, jangan katakan bahwa kau berubah pikiran. Apa kau mau bertemu dengan raja hutan di luar sini,?." kata pria itu melihat keraguan di mata Ella."Bukan... itu..... aku saat sekarang tidak punya uang, apa di villa ini boleh kita bayar nanti saja," kata Ella terlihat malu-malu."Umm...begitu?. Tampak pria tersebut seperti sedang berpikir.Ella pun tampak khawatir karena bila si pemilik villa menolaknya maka hidupnya pasti akan berakhir di jalanan.Tak lama kemudian,"Baiklah aku akan bertanya sama si penjaga villa ini dulu, kau berdo'a saja, semoga penjaga villa sedang berbaik hati," kata pria tersebut.Ella dengan cepat mengangguk patuh.Kemudian pria itu masuk ke dalam villa