Share

Bab 5

Author: Christina
last update Last Updated: 2022-12-20 06:01:57

Andy datang kembali ke rumah sakit. Namun, kali ini ia tak sendiri, ia bersama dengan Alya, putri satu-satunya bersama dengan Nindya. Andy ingin mencoba mengingatkan Nindya tentang Alya, meskipun sulit. Ia berharap ada setitik harapan agar Nindya segera pulih.

Raya mendelik tak suka. Ia sedikit kesal lalu menyingkir dari tempat duduknya semula, dan memutuskan untuk pergi meninggalkan ruang rawat Nindya.

"Nindya ... aku datang. Kamu lihat nggak aku ngajak siapa ke sini?" Andy mulai mendekatkan putrinya kepada Nindya.

Nindya terdiam, menatap lekat Alya. Entah apa yang ada di dalam pikirannya. "Anak ini siapa?" tanyanya.

"Mama ...." panggil Alya lirih.

"Mama? Kenapa dia panggil aku mama?"

"Karena dia memang putrimu. Jadi, wajar dia memanggilmu mama. Dia putri kita satu-satunya, anak yang kamu lahirkan dari rahimmu setelah pernikahan kita."

"Om ... Om Andy jangan mengada-ngada deh. Itu tidak mungkin. Aku belum menikah dan aku akan segera menikah, tentunya bukan dengan Om, tapi dengan Dio."

"Sayang ... Dio sudah nggak ada. Dia sudah meninggal beberapa tahun lalu, coba ingat-ingat lagi."

"Jangan mengada-ngada, Om. Berhentilah membuatku melupakan Dio, karena aku tidak mungkin melupakan dia. Aku dan dia sudah sepakat akan menikah dan tolong jangan usik aku lagi. Om perhatikan saja kak Raya. Kasihan dia, pasti dia pun tertekan melihat Om yang terus-terusan menggangguku."

"Mama kenapa panggil papa, Om? Kan Papa." Bibir mungil Alya tiba-tiba berbicara. Gadis kecil itu ternyata diam-diam memperhatikan percakapan kedua orang tuanya."

"Nak, tante bukan mama kamu, jangan panggil tante mama lagi ya!"

"Pa, mama kenapa?"

Andy memutuskan untuk menjauhkan Alya dari Nindya, ia tak ingin gadis kecil itu terluka oleh ucapan istrinya yang masih dalam keadaan amnesia. Beruntung, kedua orang tua Nindya datang. Mereka menggantikan Andy menjaga Nindya.

"Andy kalau kamu harus pergi bekerja, pergilah! Tidak apa-apa. Biar mama dan Papa yang menjaga Nindya di sini."

"Sebenarnya aku ada rapat penting di sekolah, Ma, tapi aku bingung. Rasanya tidak tega meninggalkan Nindya."

"Tidak apa-apa, An. Biar papa dan Mama yang di sini."

"Baiklah, Pa. Aku pergi ke sekolah dulu. Titip Nindya dan Alya. Aku tidak lama. Setelah rapat selesai, aku akan segera kembali ke rumah sakit."

Setelah Andi benar-benar pergi meninggalkan rumah sakit Nindya mulai mempertanyakan keberadaan Dio. Ia bingung, kenapa sampai saat ini Dio belum juga muncul untuk menemuinya. Padahal, jika Dio berada di luar negeri, setidaknya bisa memberinya kabar melalui telepon. Nyatanya tak ada kabar sedikit pun dari pria yang diharapkannya.

Kedua orang tua Nindya perlahan menjelaskan, memberikan pengertian kepada Nindya jika Dio benar-benar sudah tidak ada. Memberikan pengertian kepada Nindya jika dirinya sungguh sudah menikah dengan Andy dan mereka sudah memiliki Alya.

"Papa sama Mama bohong kan? Aku merasa semua itu tidak mungkin. Kalau pun iya benar, aneh saja kalau aku tidak mengingat itu semua. Apalagi sampai punya anak yang bahkan sudah besar seperti ini. Aku belum percaya."

Kiara kemudian teringat akan ponsel milik Nindya. Wanita paruh baya itu kemudian mengambil benda pipih milik putri tirinya itu dari dalam tas. Kiara membuka galeri foto lalu menunjukkan semuanya kepada Nindya.

"Ini foto pernikahanku? Aku benar-benar sudah menikah dengan Om Andy?" Nindya masih sama sekali tak percaya dengan apa yang ia lihat.

"Iya ... itu foto pernikahan kalian lima tahun lalu dan sekarang kalian sudah memiliki Alya yang sebentar lagi akan sekolah."

"Papa sama Mama nggak bohong kan?"

"Apa kurang bukti foto itu dan juga kehadiran Alya di sini, Nin? Kamu masih belum percaya juga?"

Nindya terdiam. Ia masih sibuk memandang beberapa foto yang ada di galeri ponselnya. Ia mencoba memastikan kebenaran ucapan dari kedua orang tuanya. Nindya mencoba mencari album dirinya bersama Dio, namun sama sekali tak ditemukannya. Galeri ponsel hanya dipenuhi dengan foto dirinya bersama dengan Andy juga sang putri, Alya.

"Tadi, kak Raya sempat bilang, kalau Dio masih sibuk di luar negeri dan dia akan benar-benar menikahiku. Bahkan, dia memberitahuku agar aku tidak merebut Andy darinya."

Rendy dan Tiara saling bertatap. mereka terkejut dengan apa yang diucapkan oleh Nindya. Sama sekali tak pernah terpikirkan jika Raya akan berkata seperti itu. Seakan-akan meyakinkan Nindya jika Dio benar-benar masih ada dan akan segera menikahinya.

"Urus putri kamu, Ma. Papa tidak sanggup lagi. Kenapa dia tidak pernah berubah? Masih saja ingin menyakiti Nindya."

"Maafkan mama, Pa. Sepertinya didikan mama yang salah kepadanya dulu, sampai membuatnya bertingkah seperti ini."

"Papa tidak tahu harus melakukan apa. Yang pasti, papa minta Mama berusaha untuk menyadarkan Raya kalau apa yang ia lakukan itu salah. Kalau perlu carikan saja dia jodoh agar tidak mengusik Nindya dan Andy lagi. Papa benar-benar tidak sanggup."

Kiara memutuskan untuk pulang terlebih dahulu. Wanita paruh baya itu terpancing emosinya, hatinya panas. Setelah sekian tahun merasa jika Raya benar-benar berubah ternyata tidak sama sekali. Putri satu-satunya itu masih saja bertingkah egois dan mau menang sendiri.

Kiara masuk ke dalam rumah perlahan. Ia melangkah segera menuju ke kamar putrinya, mengetuk pintu beberapa kali agar si penghuni kamar segera membukakan pintu.

"Mama kenapa sih? Kok kayak orang kesurupan ketuk pintunya kasar banget," tanya Raya setelah ia membuka pintu kamarnya.

"Kamu yang kenapa? Keluar! Bicara sama mama sekarang!" Kiara langsung menarik tangan Raya dengan sedikit kasar, mengajaknya ke ruang keluarga di lantai bawah.

"Ada apa sih, Ma?"

"Mulai detik ini jangan pernah lagi kamu datang ke rumah sakit untuk menemui Nindya. Tak ada alasan apa pun! Kamu tidak usah ke sana!"

"Mama kenapa sih?"

"Apa yang sudah kamu lakukan kepada Nindya? Mama tahu, kamu berusaha meracuni otaknya bukan? Kamu mengatakan Dio masih ada dan mencoba merebut hati Andy darinya! Mama tahu akal busuk kamu!"

"Astaga, Ma. Tidak ada maksudku seperti itu. Aku hanya ingin menyenangkan hati Nindya saja. Jadi, aku bilang saja kalau Dio masih ada."

"Jangan banyak alasan! Kamu pikir mama tidak tahu maksud dan tujuan kamu? Kamu itu anak mama, mama tahu karaktermu seperti apa. Pokoknya jangan datang lagi ke rumah sakit, jangan pernah temui Nindya lagi."

"Dari zaman dulu sampai sekarang Mama masih saja belain dia. Yang sebenarnya anak Mama itu siapa sih? Aku atau dia? Yang Mama bela setiap hari itu selalu saja dia. Seharusnya Mama sadar, kalau itu yang bikin aku jadi keras kepala."

"Kamu anak mama, tapi apa iya mama harus membela kamu saat tahu kalau kamu itu salah? Tidak mungkin kan?"

"Mama tega sekali, seharusnya Mama membantuku merebut kembali kebahahiaanku, merebut kembali Andy. Sepertinya aku ini bukan anak kandung mama! Jujur saja, Ma!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jangan Rebut Papaku, Tante! (Sequel Jadi Suamiku Ya, Om?)   Bab 15

    Rendy, Kiara, Andy dan juga Nindya sepakat untuk mengajak Raya ke rumah sakit memeriksakan kondisinya. Semua sudah dibicarakan semalam tanpa sepengetahuan gadis itu. Ada rasa sakit di hati Kiara, sebagai sang ibu yang sudah membesarkannya ia merasa terluka. Ia merasa perlakuan Rendy terhadap putrinya sungguh tidak adil. Meski sikap dan sifat Raya yang selama ini sedikit meresahkan, Kiara tetap menyayanginya."Raya, bersiaplah, Nak. Mandi dan segera bergabung ke meja makan." Kiara menghampiri putrinya yang masih berbaring di balik selimut. Padahal, hari sudah sangat pagi. Jam di dinding kamar pun sudah menunjuk angka 08.45 pagi. Tak bisa dipungkiri, gadis itu memang jauh berbeda dengan Nindya.“Hmmm … ini masih pagi, Ma. Memangnya kita mau ke mana?” tanya Raya setelah membuka mata. Beberapa kali gadis itu menggeliat lalu menguap.Kiara menggenggam tangan putri kesayangannya. Ada perasaan menyesal yang terbesit tiba-tiba. Kiara menyesal pernah menyakiti hati putrinya itu. “Kita mau jala

  • Jangan Rebut Papaku, Tante! (Sequel Jadi Suamiku Ya, Om?)   Bab 14

    "Apa yang sebenarnya terjadi, An? Ada apa ini?""Tadi siang, Raya mengancam bunuh diri. Ia hampir sja menoreh lengannya dengan pisau kecil. Aku replek, terpaksa mengatakan bersedia mendampinginya.""Astaga! Kenapa kamu seceroboh itu? Sekarang bagaimana? Nindya juga sangat membutuhkan kamu! Apalagi Alya, coba pikirkan, apa yang ada dibenaknya melihat ulah papanya?""Pa ... Kenapa yang ada di pikiran Papa hanya Nindya? Aku tahu dia putrimu. Salahkah aku jik aku pun ingin membahagiakan putriku? Putriku yang entah hidupnya berapa lama lagi. Tolong berilah waktu untuknya mengecap kebahagiaan walau tak selamanya. Ia hanya ingin menghabiskan sisa waktunya sebentar saja." Kiara mulai membela putrinya."Tidak seperti ini juga caranya, Ma. Papa tidak setuju. Ini cara yang salah. Sebaiknya Raya kita bawa ke rumah sakit terlebih dahulu.""Apakah Papa menuduh Raya berbohong? Bukankan sudah jelas surat keterangan dari dokter yang tempo hari ditunjukkan Raya pada kita?""Apa salahnya kita memeriksak

  • Jangan Rebut Papaku, Tante! (Sequel Jadi Suamiku Ya, Om?)   Bab 13

    "Mama sehat? Mama sadar dengan apa yang barusan mama katakan?""Please, Nin. Tolong lah.""Ma ... jangan mentang-mentang aku anak tiri Mama, Mama malah seenaknya mengajukan permintaan yang menurutku tidak masuk akal. Mama lupa? Aku sedang sakit juga. Aku sedang butuh perhatian dan dukungan untuk memulihkan kembali ingatanku. Mama lupa?""Raya lebih butuh Andy daripada kamu. Raya bisa dipanggil Tuhan kapan aja. Salahkah mama mengabulkan permintaannya? Sementara kamu, kamu punya waktu untuk sembuh dan kamu akan memiliki Andy sepenuhnya. Nin, mama tidak meminta Andy menikahi Raya, tidak sama sekali! Tapi, berikan kesempatan dia bahagia dengan lebih dekat dengan Andy. Please ...."Nindya terdiam. Meski ia melupakan perasaannya pada Andy, tapi itu tak membuat dia bisa melepas Andy begitu saja. Ini benar-benar tidak masuk akal baginya. Bagaimana mungkin ia harus merelakan Andy membagi kasih sayang dengan Raya. Tiba-tiba Kiara berlutut, ia memohon pada Nindya seraya memegang kedua kaki Nindy

  • Jangan Rebut Papaku, Tante! (Sequel Jadi Suamiku Ya, Om?)   Bab 12

    Nindya sudah diperbolehkan pulang setelah beberapa lama berada di rumah sakit. Tak ada masalah yang berarti pada kesehatannya. Dokter hanya menyarankan agar Nindya tidak terlalu berusaha keras mengingat semua hal yang ia lupakan. Dengan dukungan beberapa obat, diharapkan ingatan Nindya bisa kembali pulih.Andy mengantarkan Nindya masuk ke dalam kamar, berharap wanita yang begitu sangat ia cintai bisa bertahan istirahat lebih banyak lagi. "Tidurlah, Sayang. Nanti kalau butuh apa-apa panggil aku ya?""Iya, Sayang. Oh ya, boleh nggak aku minta supaya Alya tinggal di sini saja? Tidak usah khawatir tentang aku, aku juga ingin agar lebih cepat mengingat semua tentang kita juga Alya. Mungkin dengan seringnya aku berinteraksi dengan Alya, aku akan mengingat banyak hal yang sudah terlupakan lebih cepat.""Kalau memang itu keinginan kamu, tidak masalah. Aku akan menjemput Alya besok. Kamu beristirahatlah, ini sudah malam.""Terima kasih, Sayang. Kamu mau ke mana? Kamu tidak lelah? istirahat saj

  • Jangan Rebut Papaku, Tante! (Sequel Jadi Suamiku Ya, Om?)   Bab 11

    Gio dan Raya kembali bertemu, mereka mulai memikirkan cara untuk memisahkan Andy dan Nindya. Keduanya masih tak mau mengalah, keduanya masih tak mau menerima keadaan dan takdir yang sudah seharusnya. Rasa cinta yang terlalu dalam membuat Gio dan Raya bersikeras untuk mencari segala cara agar bisa meraih keinginan mereka.Tiba-tiba Gio memiliki ide yang brilliant. Ia merasa ide cemerlangnya akan berhasil dan membuatnya bisa bersatu dengan Nindya. Gio membisikkan ide yang datang tiba-tiba itu pada Raya. Tentu saja Raya sangat menyetujui itu. Raya merasa itulah cara terbaik dan yakin akan berhasil."Kita mulai dari mana?""Kamu nanya? Kamu bertanya-tanya?""Astaga! Gio! Aku serius, kenapa malah ngajak bercanda sih?""Hahahha ... enggak. Aku hanya ngerasa lega akhirnya menemukan ide yang luar biasa ini.""Jadi keputusannya gimana?""Kita harus menemui seseorang. Tidak mungkin kan, tanpa bukti kamu tiba-tiba ngomong ke orang tuamu? Mereka tidak akan percaya.""Jadi?""Ikut aku!"Gio dan Ra

  • Jangan Rebut Papaku, Tante! (Sequel Jadi Suamiku Ya, Om?)   Bab 10

    Di tempat yang berbeda. Gio baru saja membuka mata. Seulas senyuman tersirat di bibirnya. "Ah ... akhirnya sebentar lagi aku akan memiliki Nindya," gumamnya.Gio beranjak, ia kemudian mengambil handuk lalu bergegas menuju kamar mand, membersihkan dirinya perlahan, sesekali ia bersiul. Sudah sejak lama hatinya tak sebahagia ini, bahkan saat bersama Raya dulu, tak sekali pun ia bisa melemparkan senyuman semanis ini.Pria tampan itu bergegas menuju kamar di mana Nindya tidur. "Inilah saatnya aku benar-benar memilikimu," ucapnya lirih setelah sampai di depan pintu.Gio menghela napas pelan. Ia lalu mengetuk pintu, tapi sayang, tak ada seorang pun yang merespon dari dalam sana. Gio mulai curiga, lalu segera membuka pintu, ia panik saat menyadari Nindya sudah tak ada lagi di sana.Gio berbekas meraih ponselnya lalu mencoba menghubungi nomor Nindya, tapi yang memberikan jawaban hanyalah operator telepon."Sial! Kenapa aku bisa kecolongan!" umpatnya penuh emosi.Gio bergegas menghubungi Raya.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status