Share

Bab 3

last update Last Updated: 2023-06-24 17:21:01

Bayi itu menangis dengan keras. Tubuhnya yang semula membiru kini telah memerah, menandakan sang bayi sehat dan selamat. Semua orang yang ada di sana takjub melihat kejadian ini, bagaikan keajaiban dari Allah SWT.

Dea memberikan bayi merah itu kepada suaminya dan mencuci tangan. Setelah mencuci tangan, dia mengambil kembali sang bayi dan membungkusnya dengan kain. Dia memeluk bayi tersebut dan mendekatkannya ke dada.

"Kita harus bawa bayi ini ke bidan atau puskemas untuk pemeriksaan, Bang. Sementara ini kita urus dulu Maya," kata Dea kepada suaminya.

Tak lama kemudian, Dea menyerahkan bayi tersebut kepada mertuanya.

"Ibuk tolong urus bayinya, ya. Kita urus Maya dulu."

Ibu mertuanya yang tadi benci, menerima sang cucu itu dengan tangis haru. Kemudian, dia membawanya keluar.

"Bapak, maafkan Dea, tapi kita harus panggil Mak Sari kembali buat urus jenazah," kata Dea kepada ayah mertuanya.

"Iya, bapak coba panggil dulu," sahut ayah mertuanya.

Pak Roslan langsung menuju ke luar, mencari keberadaan Mak Sari. Ternyata perempuan itu telah pun pergi.

Karena Mak Sari tidak ada, Pak Roslan pun menghadap Pak RT dan mencoba meminta bantuan.

"Anak saya butuh diurus, Pak. Sari ngambek, lebih baik kita panggil Yu Dasimah pengurus fardu kifayah desa sebelah. Gimana, Pak?" kata Pak Roslan kepada sang kepala RT.

"Iya, Pak. Boleh aja, tapi baru besok bisa diurus. Taulah jarak desa sebelah dan Bapak tau sendiri malam ini Jumaat Kliwon. Apalagi Maya meninggal karena melahirkan," ujar Pak RT setengah berbisik.

Pak Roslan sudah tahu, pasti Pak RT tengah membicarakan tentang Iwak Merah itu. Jadi, beliau mengiakan saja perkataan Pak RT dan berjanji menunggu hingga esok tiba.

"Bapak-bapak, tolong malam ini kita jaga rumah Pak Roslan karena kepengurusan jenazah ditunda sampai besok," Kata Pak RT.

Warga yang sudah ada manut dan hanya mengangguk saja. Mereka memenuhi kursi di tenda dan para wanita sekitar rumah sudah menyediakan panganan untuk menemani warga yang berjaga.

"Maafka saya Pak RT, karena anak dan mantu saya akhirnya Mak Sari batal ngurus jenazah malam ini," kata Pak Roslan.

Pak RT menepuk bahu Pak Roslan dan menenangkannya.

"Gak papa itu Pak, semua sudah takdir. Lagi pula meskipun Mak Sari ketua fardu kifayah desa ini, kita masih bisa minta bantu orang lain kan. Bukan masalah besar itu," kata Pak RT. "Yang dosa juga dia, karena merajuk gak mau ngurus jenazah. Padahal itu wajib bagi muslim."

Pak Roslan tersenyum getir.

"Ini keajaiban Allah Pak, baru kali ini saya lihat bayi tersangkut masih bisa hidup. Menantu Bapak memang punya tangan berat," kata Pak RT.

Tangan berat adalah tangan yang punya ilmu gaib tertentu dalam artian, ilmunya benar dan kuat. Ilmu putih istilahnya.

"Cuma kebetulan. Mantu saya agak keras kepala, tapi saya bersyukur keras kepala dia ternyata benar. Saya juga gak tau mau ngomong apa."

"Itu tangan berat, Pak, jarang bayi hidup kalau ibu yang melahirkannya mati. Menantu Bapak ilmunya kuat."

Malam itu, warga seolah-olah melupakan persalinan Maya yang tragis tetapi malah membahas Dea yang berhasil menyelamatkan bayi iparnya tersebut sehingga bayi itu hidup. Padahal warga di sana meyakini kalau ada yang meninggal saat melahirkan dan bayinya masih di dalam, sudah tidak tertolong lagi. Otomatis pasti ikutan meninggal. Namun ini tidak, jadilah Dea disebut sebagai dukun oleh mereka.

Dea tidak tahu bahwa dia jadi bahan pembahasan warga sekitar. Wanita itu fokus mengurus jenazah Maya. Dia mengelap tubuh iparnya dan menjahit liang perineum Maya yang terbuka. Tentu barang yang digunakan olehnya seadanya saja.

Jarum jahit yang lurus, dia bengkokkan dan benang yay digunakan juga benang jahit biasa, bukan benang buat menjahit luka. Berbekal alkohol dan sedikit ilmu yang dia dapatkan dari menonton YouTube, akhirnya pekerjaan Dea selesai. Dia menjahit luka dan merapikan jenazah.

Kedua tangan Maya diikatnya menggunakan potongan kan kafan. Rahang Maya juga dia ikat agar mulutnya tida terbuka. Tepat pukul 10 malam, jenazah Maya sudah bersih. Wanita itu melakukannya seorang diri karena warga yang lain takut untuk mendekat.

Setelah jenazah bersih, tubuh Maya diangkat dan dibawa ke ruang tamu. Dea sudah menghamparkan kasur dan tikar di sana, beberapa warga juga membakar stanggi dan menyediakan buku Yasin. Jenazah Maya dibaringkan di atas kasur dan diselimuti menggunakan kain batik panjang tiga lapis.

"Dek, istirahat dulu, tidur sama Ayu dan Sita," kata Zuhal kepada istrinya.

Dea menggeleng. "Belum selesai, Bang. Adek harus membereskan tempat tidur Maya dulu. Masih banyak yang harus dikerjakan. Abang tidur aja temani anak-anak," katanya.

"Ga pa-pa, abang bantu Adek aja. Anak-anak sudah sama neneknya dan adik baru mereka. Tarman menemani jenazah istrinya," kata Zuhal.

Rona wajah Zuhal berubah saat menyebut nama Tarman. Dea menyadari itu, tetapi dia tidak mau membahasnya saat warga ada di sana. Nanti bisa-bisa keluarga mereka jadi bahan ghibahan masyarakat. Dea mengajak Zuhal ke kamar Maya untuk membantunya membereskan tempat kejadian.

Sementara itu, Tarman tergugu di samping istrinya. Dia seperti kehilangan minat untuk hidup. Kadang lelaki itu menangis kadang juga terdiam. Orang yang melihatnya hanya bisa mafhum. Mungkin dia sangat mencintai Maya makanya Tarman tidak bisa mengendalikan kesedihannya.

Pak Roslan menemani pemuda dan lelaki yang berjaga di luar. Ramai sekali warga berkumpul di luar terutama lelaki. Sudah adat mereka untuk bermalam di rumah warga jika ada yang meninggal. Cuma kali ini agak lain sedikit. Biasanya jika yang meninggal di bawah jam 10 malam adalah wanita melahirkan, maka harus dikubur juga malam itu. Kejadian di rumah Pak Roslan ini hingga membuat ketua fardu kifayah ngambek sejatinya menentang kebiasaan yang berlaku.

Jadi mereka berkumpul sembari membawa pentungan, takut kuntilanak merah datang dan membuat kekacauan.

Beberapa pemuda diperintahkan berkeliling rumah dan menaburkan garam serta membakar stanggi di 4 sudut rumah.

Awalnya tidak terjadi hal-hal yang ganjil, tetapi beberapa pemuda mencium bau tidak enak. "Busuk!" kata mereka.

Pak RT yang sudah tahu hanya diam dan mulai berdoa sebisanya. Pak Roslan juga demikian. Namun pak RT menyuruh orang tua itu untuk masuk dan menjaga Maya, mengingat si Tarman bagaikan orang linglung saja.

Pak Roslan masuk dan duduk di samping jenazah anaknya, diikuti oleh beberapa warga lain yang wanita. Mereka membaca Yasin di dekat jenazah.

Sementara itu di kamar.

"Abang tolong masukkan kain dan semua yang ada darahnya ke ember," kata Dea sembari memberikan ember besar kepada suaminya.

Zuhal memungut baju dan kain berdarah kemudian memasukkannya ke ember. Sambil berkemas, dia mengobrol bersama Dea.

"Dari mana Adek tahu cara ngeluarin bayi kayak gitu" tanya Zuhal.

"Adek liat di YouTube, Bang."

"Adek ndak ngeri?"

"Ndak juga, Bang. Soalnya kan dia adik kita. Apa yang mau dingerikan? Lagi pula itu cuma tubuh kosong, gak bakalan terjadi apa-apa," ungkap Dea.

Zuhal takjub, terbayang kejadian tadi saat sang istri menggunting bagian tubuh Maya demi mengeluarkan bayinya.

"Adek hebat, bayinya udah biru, gak napas sama sekali. Adek bisa hidupkan," kata Zuhal menambahi.

"Abang ngomong apa sih, Bang? Bukan Dea hidupkan, yang bisa menghidupkan orang mati itu cuma Allah. Adek hanya berusaha dan berdoa."

"Gimana Adek tahu caranya ngasi pertolongan pertama ke bayi?"

"Adek nonton di YouTube, Bang. Sekarang jangan cuma HP aja yang smart, orangnya juga, dong," ujar Dea.

Zuhal membatin, ternyata tontonan istrinya seram-seram juga. Dia yang melihat aja gemetaran, wanita itu malah tenang-tenang saja seolah-olah dia terbiasa melakukannya.

"Adek bisa tahu semua cuma dari YouTube?" tanya Zuhal tak percaya.

"Iya, Bang dan ditambah yakin kepada Allah. Ilmu yakin itu ilmu tertinggi loh, Bang. Kalau kita yakin, jangakan jin dan setan, iblis aja keder," kata Dea.

Zuhal manggut-manggut. Dia tidak meragukan istrinya sedikit pun. Dia percaya penuh kepada sang istri.

"Adek dibicarakan warga kampung tuh," kata Zuhal sambil membantu Dea melap ranjang.

"Bicara apa memangnya, Bang?" tanya Dea.

"Tentang Adek, kalau Adek punya ilmu dan sebagainya," kata Zuhal.

Dea tertawa. "Biarkan ajalah, Bang. Kita gak bisa menutup mulut orang lain, lebih baik kita doakan semoga apa yang mereka bicarakan itu tidak menjerumuskan mereka ke dosa," tandas Dea.

Dea meletakkan gayung yang dia gunakan untuk menyiram dipan tadi. Semua pakaian kotor sudah ada di ember dan tinggal dicuci. Dea juga sudah membersihkan darah di lantai. Kamar yang tadinya dipenuhi darah sekarang sudah bersih.

"Dea mau lanjut nyuci darah di kain kotor itu. Abang kalau mau mandi, mandi saja. Dea bisa sendiri kok."

Zuhal mengangguk dan keluar dari kamar.

Dea sudah menyiapkan ember besar untuk mencuci darah dan sebungkus deterjen bubuk ada di sampingnya. Dia membawa semuanya ke pojok kamar. Dipan yang sudah bersih, dia dorong ke pojok sebelahnya.

Dea duduk di kuda-kuda dan siap melakukan tugasnya. Pertama, wanita itu mengaliri kain berdarah dengan air yang mengalir dan memasukkan kain bersih ke bak yang sudah diisi air dan deterjen. Dia terus melakukan itu hingga semua pakaian berdarah bersih, Setelah itu dia mengucek pakaian tadi perlahan-lahan.

Saat mengucek, dia hanya diam. Namun tiba-tiba keheningan itu membuat Dea terganggu. Awalnya dia merasa biasa saja, tetapi lama-lama kok rasanya aneh? Tadi masih ada suara-suara warga yang berbincang di dapur dan diluar, ini malah sepi.

Karena terganggu dengan kesunyian itu, Dea berniat mengecek apakah ada sesuatu di luar? Namun, saat dia berdiri dan berbalik, tiba-tiba sesosok makhluk yang berbentuk manusia tengah berdiri dan menatapnya.

Astaghfirullah!

Sontak Dea terkejut dan mendapati bahwa itu semua bukan siapa-siapa melainkan bayangan dirinya sendiri yang terpantul dari kaca lemari pakaian.

Dia mengusap dadanya. "Ya Allah, bikin kaget aja," katanya.

Karena tidak mau terkejut lagi untuk kedua kalinya, Dea menutup kaca lemari itu dengan kain dan dia melanjutkan pekerjaannya.

Saat dia mencuci pakaian, mendadak wanita bertubuh kurus itu mencium bau tidak enak. Bahkan rasanya bau itu menyengat sekali, seakan-akan sumber bau itu ada di dekatnya.

Karena sudah tahu, Dea langsung membaca ayat kursi. Dia masih tenang-tenang saja menghadapi suara-suara aneh memang harus tenang.

Wanita yang meninggal karena melahirkan itu wangi, apalagi jika ada janin yang ikut didalam perut ibunya. Sudah umum kalau makam wanita yang meninggal saat melahirkan itu dijaga hingga 40 hari, sebab keluarganya tidak mau ada pencuri makam yang akan merampok jenazah keluarga tercinta mereka dan menjadikannya persyaratan untuk menuntut ilmu hitam.

"Ya Allah, jauhkanlah segala yag buruk dan dekatkanlah kami kepada rahmat Engkau. Sesungguhnya hanya engkaulah Tuhan Yang maha esa tidak ada Tuhan melainkan Allah." Dea berdoa.

Bau itu mereda. Alhamdulillah.

Beberapa menit kemudian, pekerjaan Dea selesai. Besok semua kain ini akan dia bilang ulang, sementara itu kain bersih tersebut dia rendam di bak berisi air dan pemutih.

Tak lupa, dia juga membersihkan tangan dan kakinya. Setelah ini dia akan mandi dan beristirahat.

Saat Dea membuka tirai penghalang kamar dan ruang tamu, tiba-tiba saja perempuan ini mendapati kalau dirinya tidak berada di rumah mertuanya tetapi dia berada di kuburan. Kuburan yang luas dan penuh dengan batu nisan. Dea bergidik, dan dia pingsan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Janin Tersangkut di Jalan Lahir Ibunya   Bab 34

    "Bunuh anak ini, Nak. Dia akan mengacaukan segalanya di masa depan. Seperti saya, mungkin Farizi pun akan kembali ke desa ini suatu saat dan membangkitkan iblis itu. Bunuh dia, Nak." Nek Saidah memohon sembari menggenggam tangan Dea. "Jangan lakukan kesalahan seperti kakek buyutmu. Dia menolak membunuh saya padahal dia tahu saya akan jadi malapetaka," katanya kemudian.Dea terdiam dan menatap wanita tua itu. Dari raut wajahnya, dia begitu memerlukan pertolongan. Wajah pucat dan keriput itu begitu memprihatinkan. Dea kasihan padanya. Namun sesaat dia tersadar kalau semua ini tidak benar."Bayi yang suci dan tidak berdosa ini bukanlah penyebab kutukan itu kembali." Suara seseorang berbisik di telinga Dea. "Jangan tertipu bujuk rayu setan!"Dea mengambil Farizi dan menggendongnya. "Mungkin saya harus kembali ke ruang tamu, Mbah. Saya sudah selesai," kata Dea.Wanita itu ingin berlalu, tetapi Nek Saidah menggenggam pergelangan tangan Dea. Wajahnya ber

  • Janin Tersangkut di Jalan Lahir Ibunya   Bab 33

    Dea menarik pegangan kursi roda nenek Saidah dan mendorong perempuan tua itu menuju kamar Farizi. Rumah kuno ini sangat luas. Sebelum menuju kamar keponakannya, Dea melewati lorong dengan banyak kamar di dalamnya. Padahal mereka hanya beberapa orang, tetapi kenapa banyak sekali kamar?Wanita itu juga melewati dapur, ada Dewi dan Uni yang sedang bekerja di dapur. Saat Dea dan nenek Saidah melewati mereka, kedua perempuan itu hanya menatap dengan tatapan kosong."Mereka berdua tidak menikah, makanya masih tinggal dengan saya," kata Nek Saidah kepada Dea."Maaf, Mbah, Pak Sopian dan Pak Bejo juga?" tanya Dea ingin tahu."Iya," kata Saidah.Keduanya melewati dapur dan menuju kamar Farizi. Sesaat kemudian sampailah mereka di sana. Farizi sedang tertidur di kasur ketika Dea sampai. Anak itu tampak begitu pulas dan tenang.Dea duduk di kasur dekat Farizi dan memandangi bayi tersebut."Kasian dia, ibu bapaknya sudah berpulang."

  • Janin Tersangkut di Jalan Lahir Ibunya   Bab 32

    Hari itu adalah hari yang sangat mengejutkan dan mengubah hidup banyak orang, termasuk Dea dan keluarganya.Setelah tidak sadarkan diri selama satu minggu di rumah sakit sejak operasi karena tusukan pisau itu, Dea akhirnya bisa kembali ke rumahnya.Tentu saja Zuhal dan para warga kampung tidak tinggal diam. Mereka sudah melaporkan Tarman jauh-jauh hari ke polisi, tetapi semuanya terlambat. Lelaki itu ditemukan gantung diri di kamarnya sehari setelah menusuk Dea.Polisi tentu saja menanyai keluarga tersangka, tetapi tidak mendapatkan apa pun. Tarman sendiri tidak meninggalkan surat, catatan, dan rekaman apa pun tentang kenapa dia menusuk Dea. Polisi tidak tau dan tidak bisa menyimpulkan apakah itu dilandasi oleh dendam kesumat atau sebagainya. Keluarga Tarman juga tidak memberikan penjelasan yang kongkrit. Jadi, kasus itu ditutup begitu saja karena tersangka bunuh diri.Sementara itu, setelah pulang, Dea dijaga betul oleh Zuhal dan keluarganya. Mer

  • Janin Tersangkut di Jalan Lahir Ibunya   Bab 31

    Dea mendekat, diikuti sang pemuda. Banyak warga berkumpul di sana, tetapi tidak ada satu pun yang bergerak untuk memadamkan apinya.Dea panik melihat itu, dia begitu gusar sehingga menyuruh pemuda yang mengaku sebagai qorin kakek buyutnya itu untuk membantu."Siapa tahu ada warga di dalam," kata Dea.Pemuda itu tak menggubris Dea, dia memandangi wanita itu dengan tatapan yang tidak bisa Dea artikan. Wanita tersebut lantas tidak menyerah, dia memberitahu warga desa yang ada di sana untuk menolong. Namun, teriakannya bagaikan suara tak kasat mata Begi mereka. Tidak ada satu pun yang bergerak ketika Dea berteriak."Percuma, mereka tidak akan mendengar suaramu," kata pemuda itu.Dea diam, lantas menyadari kalau saat ini yang dia lihat adalah semu semata. Wanita itu akhirnya menyerah dan memilih menyaksikan kebakaran tersebut bersama yang lainnya.Saat itu Dea melihat seorang pemuda yang begitu mirip dengan orang yang mengaku qorin ka

  • Janin Tersangkut di Jalan Lahir Ibunya   Bab 30

    Dea mencoba meraih portal itu, dia mengulurkan tangan dan ingin menjangkaunya. Detik berikutnya, kaki Dea mengambang dan perlahan-lahan tubuhnya terangkat.Dea tersenyum, perasaannya bahagia sekali. Aura teduh dan menenangkan yang datangnya dari portal itu membuat Dea ingin segera memasukinya. Namun mendadak, sebuah tangan terasa menggenggam pergelangan kaki Dea.Otomatis Dea melihat siapa yang mengusik dirinya. Ternyata seorang pemuda tampan berpakaian serba putih tengah tersenyum padanya.***Dea berjalan keluar dari gedung yang menurut Dea tampak seperti rumah sakit itu didampingi oleh pemuda yang tadi menahannya memasuki portal.Sejak tadi keduanya hanya diam. Dea tidak bertanya apa pun, pemuda itu juga tidak mengatakan sebarang kalimat. Dea pun berpikir kenapa pemuda itu menariknya? Apakah Dea mengenalinya? Orang-orang tidak melihat keberadaan Dea, tetapi kenapa pemuda itu bisa melihat dan menyentuhnya?"Bukan waktumu untuk

  • Janin Tersangkut di Jalan Lahir Ibunya   Bab 29

    Marini dan Pak Roslan pergi ke sawah, sedangkan Sita dan Ayu di rumah Aini. Zuhal pergi entah ke mana setelah zoom meeting tadi pagi. Hari ini wanita itu memasak jantung pisang lodeh dengan sambal terasi dan ikan goreng. Tak lupa dia membuat kue untuk makan keluarganya. Saking seringnya memakan makanan buatan Dea, Zuhal dan anak-anaknya sangat sehat. Marini yang walaupun masih kurang suka terhadap menantunya pun tidak memungkiri kalau masakan Dea sangat enak. Perempuan itu jadi suka makan ketika sang menantu tinggal di sini. Sementara Dea, seperti kebanyakan ibu rumah tangga biasa, sangat senang kalau anggota keluarganya menghabiskan semua makanan yang dia buat. Wanita itu seolah tak kehabisan akal mengolah hasil kebun yang selalu dia dapatkan dari warga desa. Kebetulan para warga yang bersawah dan berkebun sering lewat di depan rumah Pak Roslan, karena jalan ke kebun ya lewat situ saja. Warga desa sering memberi hasil kebun buah Dea. Mereka sangat mengagumi Dea

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status