Home / Young Adult / Janji Amanda / 4. Kenapa Semuanya Menyebalkan?

Share

4. Kenapa Semuanya Menyebalkan?

last update Last Updated: 2024-09-23 21:16:57

Amanda menyapa pak satpam yang kebingungan karena hari ini Amanda datangnya pagi sekali.

Suasana sekolah masih sepi, cuma ada beberapa anak saja yang sudah datang. Dan Benny? Amanda yakin cowok belum datang.

Benny itu selain terkenal bawel dia juga terkenal sebagai tukang ngaret. Natasha aja hampir puluhan kali mau mutusin dia gara-gara telat datang ke tempat janjian.

"Tumben Neng, datengnya pagi banget?" tanya pak satpam.

Amanda nyengir saja menAlvanpinya. "Iya dong, Pak. Saya ini kan murid teladan di sekolah ini. Tadi aja saya naik bus masih sepi, belum pada bangun semua orang. Hehehehe .... "

Pak satpam ikut tertawa mendengarnya. "Selamat belajar ya, Neng."

"Makasih, Pak."

Amanda tidak mau terlalu lama menghabiskan waktu untuk mengobrol dengan pak satpam. Sekarang dia harus cepat berlari menuju kelasnya untuk menduduki bangku kesayangannya.

Langkahnya pun berhenti di depan kelas 12 IPA 2. Tapi saat dia akan membuka pintu kelas, pintunya tidak bisa dibuka. Masih terkunci? Tidak mungkin!

"Lho? Kok nggak bisa dibuka, sih?" Amanda heran sendiri. Apalagi saat dia menengok ke kelas sebelah, pintunya sudah pada terbuka semuanya.

Dan jam segini biasanya Pak Oding--si tukang kebun sekolah sudah membuka semua kelas untuk berjaga-jaga kalau ada siswa yang piket dan datang pagi. Tapi hari ini kok lain?

"Kenapa, Man?" Ricko, salah satu teman sekelas Amanda kebetulan datang dan heran melihat Amanda berdiri di depan kelas.

"Eh, Rick. Lo kok pagi banget sih, datengnya?"

"Gue ada piket hari ini," jawab Ricko. "Nah, lo sendiri tumben banget jam segini udah datang? Kayaknya hari ini bukan jadwal piket lo, deh?"

"Ya suka-suka gue dong mau datang kapan." Amanda mulai sewot dikatain 'tumben' melulu dari tadi. Tidak pak satpam, tidak Ricko semuanya sama saja.

"Tapi lo ngapain di sini aja? Nggak masuk?" tanya Ricko lagi.

"Gimana gue mau masuk coba? Nih, pintunya nggak bisa dibuka."

Ricko melongo, heran. Jelas saja dia heran. Ini memang tidak seperti biasanya pintunya belum terbuka jam segini. Karena kurang percaya dan penasaran, Ricko mengambil alih memegang knop pintu dan berusaha membukanya. Tapi tetap tidak bisa dibuka.

"Kayaknya masih dikunci nih, Man."

Amanda melongok ke arah jendela dan berusaha membuka jendela yang juga masih terkunci dari dalam. Jelas jendela belum terbuka, pintunya saja masih dikunci.

Cewek itu pun memaki kebegoannya dengan berpikir bisa masuk lewat jendela.

Beberapa lama kemudian, para siswa mulai berdatangan dan karena mereka tidak bisa masuk kelas, mereka cuma berdiri saja di depan pintu seperti gerombolan orang yang mau demo.

Siswa-siswa kelas lain yang lewat pun menatap heran pada mereka yang masih berdiri saja di depan kelas. Bahkan beberapa dari mereka ada yang meledek.

"Ngapain berdiri aja di depan kelas? Kehabisan tiket buat masuk?"

"Udah, pulang aja sana. Atau kalian belajar aja di halaman depan noh, luas banget."

Berbagai ledekan pun masih terus berdatangan, membuat Amanda dan kawan-kawannya kesal sekali.

Sebenarnya siapa sih yang memegang kunci kelas mereka? Sampai-sampai mereka harus menunggu seperti orang kurang kerjaan untuk masuk ke kelas.

"Hello ... hello teman-teman kesayangan gue!"

Suara cempereng yang sangat dikenal sama Amanda akhirnya terdengar. Si Benny biang kerok akhirnya datang juga tanpa diharapkan kehadirannya.

Benny datang bersama dengan Natasha. Mereka jelas berangkat sekolah bareng.

Berbeda dengan Benny yang terlihat ingin tertawa melihat semua teman-temannya jongkok-jongkok di depan kelas, Natasha justru kebingungan.

"Lho? Kalian kenapa nggak masuk kelas?"

"Gimana mau masuk kelas, Nat? Pintunya aja terkunci," jawab Ricko yang sudah mulai bête.

"Hah?" Natasha kebingungan.

"Tenang aja. Nih kuncinya." Benny dengan bAlvan memperlihatkan kunci yang dia keluarkan dari saku celananya.

Semua orang melotot heran karena Benny mempunya kunci kelas mereka. Bagaimana mungkin? Bukannya harusnya Pak Oding yang megang kunci seluruh kelas di sekolah itu?

Sementara Amanda yang terlihat paling kesal.

"Jadi lo yang bawa kuncinya?"

Benny tersenyum dan manggut-manggut penuh kemenangan. "Iya. Gue tahu lo pasti bakalan datang pagi-pagi kan, buat bisa duduk di bangku lo. Makanya gue pinjem nih kunci dari Pak Oding. Ya, buat jaga-jaga aja, Man. Hehehehe ... Gue pinter, kan?"

"BENNY!!!" teriak Amanda kesal.

Tragedi perebutan bangku masih belum menemukan titik terang juga sampai jam istirahat.

Amanda yang begitu bel istirahat berbunyi langsung menubruk Benny dan mendorongnya sampai dia jatuh dari kursi, lalu dia segera menduduki kursinya.

Benny yang tak terima dan langsung kembali menggendong Amanda kemudian memindahkannya ke bangku belakang di sebelah Alvan yang masih cuek dengan apa yang terjadi.

Semua teman-teman mereka pun masih keheran-heranan dengan tragedi bangku yang masih terus berlanjut itu. Mereka berpikir, pasti Amanda tidak akan menyerah sebelum mendapatkan apa yang dia inginkan.

"Kurang ajar lo, Ben! Berani-beraninya lo ngegendong gue lagi!" Amanda marah banget dan memukul-mukul cowok bertubuh cungkring itu dengan sepatunya.

Benny melindungi pukulan Amanda dengan menyambar tas Ginna, yang letaknya berada tepat di sebelah bangku Amanda. Membuat Ginna mencak-mencak.

"Oi, Ben. Balikin tas gue!" Ginna merebut dengan paksa tas yang dijadikan tameng pukulan sepatu Amanda oleh Benny.

"Tas mahal, nih. Belinya aja di LA. Kalo sampe lecet-lecet, lo harus beliin gue tas yang baru di LA mau lo?"

Pukulan bertubi-tubi Amanda masih terus berlanjut sampai Natasha pun akhirnya turun tangan untuk melindungi pacarnya yang hampir bonyok digebukin sepatu sama sahabatnya sendiri.

"Eh, eh, eh! Udah, udah!" Natasha berada di tengah-tengah mereka, melerai pertarungan, menghentikan kemarahan Amanda. "Aduh, kalian ini kayak anak kecil aja, deh."

"Cowok lo tuh nyebelin banget, Nat. Gue kan cuma mau minta pindah, eh dianya malah ngeselin. Pake bawa-bawa kunci kelas segala lagi? Kemarin aja gue dengan suka rela mau pindah tempat duduk karena dia bilang mau duduk sama lo, nah sekarang giliran gue mau minta balik dia malah nggak mau?"

Amanda benar-benar marah dan merasa dipermainkan kali ini. Bagaimana tidak marah, sudah dibela-belain bangun subuh dan berangat sekolah pagi-pagi, eh ternyata justru tidak bisa masuk kelas lebih dulu. Benar-benar kurang ajar.

Namun Benny hanya menganggap santai kemarahan Amanda itu. "Yeee ... Salah lo sendiri kenapa kemarin lo mau-mau aja gue suruh pindah ke belakang?"

"Dasar lo, ya!" Amanda mengangkat lagi sepatunya untuk memukul Benny.

Benny sudah pasang kuda-kuda untuk berlari saat Natasha kembali berhasil menahannya.

"Ya ampun, udah dong, Man."

"Oke, oke, gue pindah," kata Benny akhirnya yang membuat Amanda mulai merasa lega, dan membuat semua teman-temannya heran.

Apa Benny segitu mudahnya menyerah?

"Oke." Amanda kembali memakai sepatunya yang tadi dia pakai buat senjata melawan Benny. Dia juga mulai meredam seluruh kekesalannya.

"Gue sama Natasha bakalan pindah ke belakang, terus lo sama Alvan pindah ke depan. Gimana? Setuju, kan?"

GRRRR...

Apa tuh maksudnya?

Mendengar ucapan Benny yang menurutnya memang sengaja mengerjainya itu membuat Amanda semakin kesal.

"Itu sih, sama aja bego. Tetep aja gue duduk sama dia." Amanda menunjuk Alvan yang duduk di dekatnya, dan jari telunjuknya tepat berada di depan wajah Alvan karena cowok itu secara kebetulan melihat ke arahnya. Membuat Amanda cukup kaget.

Alvan menepis jari telunjuk Amanda yang berada di depan wajahnya.

Karena suasana sudah memanas, Natasha berpikir dia sepertinya harus mengajak salah satu dari mereka untuk pergi sebelum terjadi pertarungan yang semakin sengit untuk kedua kalinya.

"Man, kita ke kantin aja, yuk. Temenin gue makan siang."

Natasha menggandeng Amanda dan menariknya keluar kelas dengan paksa.

Tidak lama kemudian, Alvan juga berdiri dan pergi meninggalkan kelas.

Lalu Benny? Dia merasa ngeri sekali teringat kemarahan Amanda tadi.

"Bushet, deh. Si Amanda kalo lagi marah nyeremin banget, sih?" Benny bergidik ngeri membayangkan bagaimana kalau Amanda lebih marah lagi. Pasti bisa lebih menyeramkan daripada vampir atau sejenisnya.

***

Menyebalkan. Cuma itu satu kata yang ada di kepala Amanda hari ini. Bukan cuma Benny yang membuatnya kesal hari ini, juga bukan Alvan yang membuatnya gondok karena sikap dinginnya, tapi juga Pak Geral.

Saat Amanda berusaha melaporkan Benny yang menggendongnya dua kali tanpa izin, Amanda merasa dirugikan dan berniat meminta bantuan pada Pak Geral. Tapi setelah Amanda menjelaskan duduk persoalannya, apa kata Pak Geral?

"Lagian kamu juga yang salah, Amanda," kata Pak Geral. "Masalah tempat duduk saja dipersoalkan. Saya pikir tidak masalah kamu mau duduk sama siapa di kelas. Yang paling penting kamu tetap rajin belajar. Kalau menurut saya, Alvan itu masih malu-malu karena dia masih murid baru di kelas. Jadi sudah menjadi kewajiban kamu untuk membantunya menyesuaikan diri dengan semua teman-temannya."

Begitulah jawaban yang didapat Amanda dari Pak Geral. Bagaimana tidak tambah gondok coba? Bayangkan saja, kata Pak Geral si Alvan itu malu-malu? Malu-malu apanya? Menyebalkan iya. Terus Amanda juga harus membantu dia menyesuaikan diri? Idih, siapa yang mau? Baru melihat wajahnya yang sengak itu saja sudah membuat Amanda keki sekali dan sangat ingin menonjok wajahnya. Rencana yang sudah dia pikir akan berhasil ternyata gagal juga.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Janji Amanda   73. Janji Amanda

    “Tapi kalo menurut gue, lo nggak harus ngelakuin itu. Sekeras apa pun usaha lo buat bisa bikin semua orang benci sama lo, semuanya nggak akan ngaruh karena tiap orang berhak buat disayangi. Termasuk juga lo.”“...”“Buktinya aja, mama tiri lo yang nggak lo sukai pun tetep sayang sama lo. Papa lo meskipun menyimpan rahasia yang menyakitkan dan mendapat perlakuan kasar dari lo, tetep sayang sama lo. Arga, yang nggak pernah lo sayangi pun tetep sayang juga sama lo. Itu semua bukti kalo lo itu emang pantes buat disayangi. Lo nggak perlu ngelakuin apa pun buat bikin orang lain sayang sama lo atau ngelakuin sesuatu buat bikin orang lain benci sama lo.”“...”“Dan lo juga harus bisa membuka hati lo buat orang lain yang sayang sama lo. Sayangi mereka juga yang sayang sama lo, Van. Lo nggak bisa terus-terusan terpuruk dalam kesedihan dan rasa bersalah, karena apa yang dibilang Papa lo itu bener. Kewajiban orangtua adalah melindungi anaknya, bahkan mempertaruhkan nyawanya demi anak yang mereka

  • Janji Amanda   72. Takut Kehilangan

    Awalnya Amanda mau bilang ‘nggak mau’, tapi setelah dipikir-pikir nggak ada ruginya juga menerima tawaran Alvan ini. Toh semua itu kan permintaannya Aldy.Semua hal yang berhubungan dengan Aldy sudah pasti terbaik buat Amanda. Amanda selalu percaya sama cowok itu hingga sekarang. Meskipun Aldy sudah tidak ada, tapi Amanda tetap percaya pada Aldy.“Mau gue jagain lo?” tanya Alvan lagi dengan wajah lebih serius dari yang tadi.Kelihatannya kali ini cowok itu tidak main-main.Amanda berpikir sejenak untuk tetap imejnya kemudian mengangguk setelah mendapat ide. “Oke, deh. Gue mau lo jagain. Asal...”“Asal?”Wajah tegang Amanda pun berubah santai dan lebih kalem. “Asal lo nggak boleh sakit lagi.”Alvan terdiam. Wajahnya mulai terlihat melunak mendengar ucapan Amanda.“Gimana? Sanggup nggak lo?”“Sanggup.”Alvan mengangguk mantap. “Lagian gue juga nggak suka sakit-sakitan terus. Capek.”Amanda tersenyum senang plus lega. “Bagus, bagus. Itu yang namanya anak yang baik,” ujarnya sambil mengus

  • Janji Amanda   71. Menjagamu

    Deburan ombak pantai kembali menjadi pemandangan satu-satunya yang bisa dilihat Alvan dan Amanda sore ini. Sudah seminggu yang lalu Alvan keluar dari rumah sakit dan baru hari ini mereka bisa keluar berdua. Karena Alvan masih harus banyak istirahat, Amanda tidak berani ngajak-ngajak keluar.Selain itu kalau Amanda buru-buru ngajak Alvan pergi, pasti tuh cowok langsung mikir yang tidak-tidak karena sebenarnya Amanda memang sengaja menunggu Alvan sampai sembuh.Suasana sore hari di pantai yang tidak pernah berubah. Angin bertiup dengan kencangnya dan matahari semakin meredup karena hari sudah mulai sore.Belakangan ini angin memang sedang semangat-semangatnya bertiup kencang, seperti hari ini. Dan Amanda yang menguraikan rambut panjangnya pun kerepotan karena tiupan angin terus mengibar-ngibarkan rambutnya sampai berantakan tidak karuan.Amanda pun merogoh-rogoh saku celana sambil ngedumel sendirian dan kemudian mengikat rambutnya asal-asalan. Tidak apa-apa acak-acakan yang penting tida

  • Janji Amanda   70. Kebahagiaan Amanda

    Amanda membawa Alvan ke taman rumah sakit. Di taman itu mereka bisa menikmati pemandangan yang jauh lebih menyenangkan daripada di dalam ruang ICU, banyak tanaman bunga yang sedang mekar dengan indah.Buat Alvan juga sekalian nyari hiburan setelah seminggu lebih terkurung di dalam ruang ICU yang pengap dan menakutkan itu.“Apa lo sering dateng ke sini?” tanya Alvan membuka percakapan karena sejak tadi mereka cuma diam-diaman tak jelas.“Hah?” Amanda sempat kaget dan linglung. “Kenapa emangnya lo pengen tahu?”“Ya jelas gue pengen tahu,” jawab Alvan jutek. “Kenapa emangnya kalo gue pengen tahu?” Alvan balik bertanya.Cowok itu memang paling bisa membalikkan pertanyaan dan membuat Amanda mati kutu seperti sekarang ini. “Iya. Gue sering ke sini. Kenapa emangnya?”“Mau ngapain lo sering dateng ke sini? Nyapu halaman apa bantuin tukang kebun buat motong rumput?”GRRRR ....'Nih cowok meskipun sakit begitu tetap saja berhasil membuat Amanda gondok. Sifat menyebalkannya masih tetap sama.'Da

  • Janji Amanda   69. Terima Kasih, Tuhan

    Setelah pulang sekolah, Amanda melakukan kegiatan rutinnya selama seminggu ini yaitu mengunjungi Alvan ke rumah sakit. Seperti hari biasanya juga Amanda datang dengan membawa buah-buahan segar berupa anggur merah kesukaan Alvan. Mama Alvan sempat cerita kalau Alvan paling suka sama anggur merah dan Amanda selalu datang membawakan yang segar dengan harapan saat cowok itu bangun akan merasa senang ada makanan kesukaannya.Dengan senyuman mengembang, Amanda berjalan sambil sesekali mengintip kantong plastik putih yang dibawanya. Di dalam kantong plastik itu terdapat satu kilogram anggur merah.Amanda membuka pintu ruang ICU dengan wajah ceria, karena dia sudah berjanji tidak akan menangis lagi saat mengunjungi Alvan seperti waktu pertama kali dia datang. Amanda sudah berhasil melakukannya selama beberapa hari ini.“Van, gue dateng.”Namun keceriaan Amanda sirna saat melihat ternyata ruangan itu kosong dan tempat tidurnya juga bersih tanpa ada Alvan di sana. Membuat Amanda bingung dan jug

  • Janji Amanda   68. Aku Kangen Kamu, Al

    Amanda pulang dari rumah sakit larut malam. Dia merasa capek banget dan juga ngantuk. Tubuhnya lemah karena terlalu lama menahan rasa kantuknya, bahkan tadi dia juga sempat tertidur sebentar di dalam taksi saat perjalanan pulang.Amanda tidak sanggup berjalan ke lantai dua untuk tidur di kamarnya, dan dia pun pasrah dengan menjatuhkan tubuhnya di sofa ruang tamu. Amanda tertidur dengan posisi miring dan memeluk bantal sofa.Belum sampai sepuluh menit Amanda tenggelam dalam alam tidurnya, dia sudah tiba di alam mimpinya.Amanda seperti berada di sebuah taman bunga yang indah banget dengan tanaman bunga mawar merah mengelilingi tempatnya berdiri saat ini. Amanda baru menyadari kalau dia memakai baju putih-putih dan saat dia menengadahkan kepalanya ke atas, dia melihat kabut tebal di atas kepalanya. Entah apa yang ada di atas kabut tebal itu.Langit? Bisa jadi.Karena dengan ketebalan seperti itu, tidak ada celah sedikit pun untuk Amanda bisa melihat apa yang ada di atas kabut tersebut.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status