Share

Bab 3

Author: Nyi Ratu
last update Last Updated: 2025-09-10 18:52:36

"Anin, jangan kayak anak kecil lagi, kamu 'kan sudah mau menikah. Nanti calon suamimu cemburu," kata Mahendra, khawatir orang lain berpikiran yang tidak baik. Mahendra memang selalu memanjakan dan melimpahkan kasih sayang untuk adiknya. Ia bahkan tidak mau menikah sebelum Anin menikah.

"Di dunia ini, aku cuma punya Kakak. Kakak segalanya buatku. Aku enggak mau Kakak kenapa-kenapa," Anin menangis tersedu-sedu.

"Sudah, jangan nangis lagi! Masa mau jadi pengantin mukanya sembab. Ayo kita istirahat," ajak Mahendra.

"Pak Bagus, Tante, kami istirahat dulu, ya," pamit Mahendra.

"Panggil Papi saja!" Pak Bagus menepuk pundak Mahendra.

"Panggil aku Mami juga, ya! Anggap saja Mami ini ibumu sendiri. Sekarang kalian istirahat!" Mami Riyanti menyuruh asisten rumah tangganya mengantar kakak-beradik itu ke kamar.

"Mi... masa Mami mau nikahin aku sama anak manja kayak dia? Dia pasti akan sangat merepotkan, Mi," protes Rey setelah Anin dan Mahendra pergi.

"Kelihatannya Anin anak yang baik. Kakaknya juga baik. Tadi siang, Mahendra menolong Papi ketika dihadang perampok," kata Papi Bagus. "Kamu enggak lihat muka calon kakak iparmu babak belur? Itu karena dia menolong Papi."

"Terus Papi nyuruh aku nikahin adiknya buat balas budi?" tanya Rey. "Aku juga sudah menolong adiknya."

"Rey, jangan membantah lagi!" Papi Bagus mulai marah. "Sejak kapan kamu jadi pembangkang seperti ini?"

"Tapi, Pi..." Ucapan Rey terpotong oleh Mami Riyanti.

"Kenapa Papi enggak bilang sama Mami kalau Papi dirampok?"

    

"Maaf. Papi lupa." Pak Bagus beranjak dari duduknya. "Ayo kita istirahat."

    

Rey berjalan gontai menuju kamarnya. Tidak ada lagi yang bisa ia lakukan selain menuruti perintah orang tuanya.

    

Pagi itu, kediaman keluarga Pradipta tampak sibuk. Ruangan untuk acara ijab kabul dihias, sementara yang lain sibuk menyiapkan pakaian untuk acara nanti sore. Mereka bekerja serba mendadak karena acara pernikahan yang dipercepat.

Mami Riyanti memanggil seorang pemilik butik gaun pengantin ternama bernama Jesi, yang masih muda tapi karyanya sudah terkenal. "Tolong pilihkan kebaya terbaik untuk menantu saya," pinta Mami Riyanti.

Jesi terpukau dengan kecantikan calon mempelai wanita, Anin. "Menantu Tante sangat cantik, pakai baju apa pun pasti bagus," pujinya.

Dalam waktu singkat, semua persiapan sudah beres. Kebaya pengantin untuk Anin, baju Rey, dan pakaian untuk semua anggota keluarga telah siap.

Sore harinya, tepat pukul empat, ijab kabul dimulai. Acara berlangsung intim, hanya dihadiri keluarga dan kerabat dekat. Dari pihak Anin, hanya ada Papa Herman, Mama Marisa, sang kakak, dan sahabatnya, Ayuningtyas.

Anin terlihat memesona dalam balutan kebaya putih. Meski riasan wajahnya minimalis, kecantikan alaminya tetap terpancar. Siger khas Sunda menghiasi kepalanya, dan untaian bunga melati yang harum membuat penampilannya semakin sempurna. Dengan tubuh ramping dan anggun, Anin terlihat begitu menawan.

"Nin, lo cantik banget. Sempurna," puji Tyas sambil mengacungkan jempolnya, takjub melihat sahabatnya.

"Kita kabur aja, yuk! Aku enggak mau nikah sama dia. Kenal juga enggak," bisik Anin, masih ragu.

"Gila! Kamu mau kecewain Kakak? Kapan Kakak minta sesuatu sama kamu? Dia itu sempurna banget sebagai seorang kakak. Dia bisa jadi orang tua sekaligus sahabat. Dia bahkan rela menunda pernikahannya sampai kamu menikah dengan laki-laki baik," kata Tyas, kesal.

Tyas melanjutkan, "Kakak sudah cukup umur untuk nikah, tapi dia rela menundanya karena takut kasih sayangnya sama kamu akan terbagi kalau dia punya istri." Tyas mencoba meyakinkan Anin agar tidak mengecewakan Mahendra, kakaknya.

Anin memeluk Tyas sambil menangis. "Maaf… aku enggak berpikir sampai ke sana. Makasih udah ngingetin. Kamu memang yang terbaik," ucapnya.

"Jangan nangis, nanti riasannya luntur," kata Tyas, melepaskan pelukan dan menyeka air mata Anin.

Seorang perias segera memperbaiki riasan Anin. "Udah, ya. Kuatkan hatimu. Bismillah aja, semoga semuanya lancar. Semoga nanti kalian bisa saling mencintai, aamiin." Tyas menguatkan.

Di tempat lain, Rey juga merasa sangat gugup, meskipun ini bukan pernikahan impiannya.

"Santai, Rey!" goda Tama, sahabatnya.

"Berisik! Sana, kamu aja yang nikah!" jawab Rey kesal.

"Kalau istriku kasih izin, sudah aku nikahin tuh si Anin. Cowok mana yang enggak tertarik sama dia. Udah cantik, bodinya keren. Aku jadi ngebayangin malam pertama sama dia," canda Tama.

"Sialan! Berani-beraninya kamu membayangkan yang tidak-tidak sama istriku!" Rey memukul bahu Tama.

"Calon istri, belum jadi istri," goda Tama lagi.

Rey menatap sinis dan segera pergi ke tempat akad karena Mami Riyanti sudah memanggilnya.

'Kenapa aku jadi segugup ini, ya?' batin Rey. Jantungnya berdegup kencang, keringat dingin membasahi keningnya.

"Mi, Rey ke belakang dulu ya," kata Rey.

"Ijab kabulnya mau dimulai," Mami Riyanti menarik tangan Rey.

"Mi, kalau Rey ngompol gimana? Kebelet nih," bujuk Rey.

"Ya sudah, cepat sana, jangan lama-lama." Mami Riyanti melepaskan tangan Rey.

Rey bergegas ke toilet dan tak lama kemudian kembali, lalu duduk di hadapan wali nikah Anin, yaitu kakak kandungnya, Mahendra Putra.

Acara ijab kabul pun dimulai. Mahendra menjabat tangan Rey yang terasa dingin dan berkeringat. Mahendra pun tampak gugup, keringat mengucur di pelipisnya.

'Aku kira aku aja yang gugup, ternyata calon kakak ipar juga gugup,' gumam Rey dalam hati.

Mahendra berucap tegas, "Ananda Rayhan Pradipta Putra bin Bagus Pradipta, saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan adik kandung saya Anindira Putri binti Muhammad Dani dengan maskawin emas murni seratus gram, dibayar tunai."

Rey menjawab dengan mantap dalam satu tarikan napas, "Saya terima nikah dan kawinnya Anindira Putri binti Muhammad Dani dengan maskawin emas murni seratus gram, dibayar tunai."

"Bagaimana para saksi, sah?" tanya penghulu.

"SAH!!!" jawab semua yang hadir serentak.

"Alhamdulillah…"

Anin dituntun mendekati Rey, suaminya yang sah. Rey sangat terpesona melihat kecantikan Anin. Jantungnya berdegup kencang saat Anin berada di hadapannya.

Rey merasakan getaran di tangannya ketika Anin mengulurkan jari untuk dipasangkan cincin. Cahaya senja menyinari mereka berdua.

Dengan tatapan lembut, Rey berkata, "Dengan cincin ini, aku akan selalu berada di sampingmu dalam suka dan duka."

Anin membiarkan Rey memasang cincin di jari manisnya. Suasana penuh kebahagiaan, keluarga dan teman-teman bersorak memberi selamat.

Anin mencium tangan suaminya, lalu Rey mengecup kening Anin. Setelah acara selesai, para kerabat pun pulang.

"Sayang, Mama sama Papa pulang dulu. Jangan lupa, nanti kalian pulang ke rumah Mama," kata Mama Marisa, memeluk Anin, putri angkatnya.

Mama Marisa dan Papa Herman berpamitan dengan Mami Riyanti dan Papi Bagus. Mereka adalah keluarga satu-satunya Anin dan Mahendra, orang tua yang berjasa setelah kedua orang tua kandung mereka meninggal.

"Nin, aku pulang ya." Tyas memeluk sahabatnya.

"Kalau kamu pulang, aku enggak punya teman, As." Anin enggan berpisah.

"Kamu udah punya suami, Nin. Masa aku tidur sama pengantin baru? Nanti aku

ganggu malam pertama kalian," goda Tyas, membuat Anin tegang.

"Aku belum siap, As," bisik Anin, wajahnya pucat.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Janji Sebelum Rasa   Bab 20

    “Tama,” gumam Rey. Ia melihat Tama, Rani, Anin, dan laki-laki yang kemarin mengantar Anin pulang sedang mengobrol dan sesekali mereka tertawa terbahak-bahak, entah apa yang mereka bicarakan.Hati Rey sakit melihat itu semua, hatinya sakit melihat istrinya tertawa bahagia dengan laki-laki lain, dan juga sahabatnya sejak kecil yang tega tidak mau membantunya membuntuti Anin, padahal dia tahu tempat nongkrong Anin selama ini.Rey tidak menemui Anin, dia hanya memperhatikan Anin dari kejauhan. Niatnya menyusul Anin memang hanya ingin melihat kalau istrinya baik-baik saja.Rey tidak tahu harus berbuat apa kalau dia menghampiri istri dan sahabatnya. Rey sadar kenapa Tama tidak membantunya, karena selama ini, dia sudah keterlaluan pada Anin.Tyas menghampiri Anin. “Nin, suami lo ada di kafe ini,” bisik Tyas. Anin dan Tyas saling pandang.“Kak, Mbak, aku masuk dulu ya, ada kerjaan sebentar.” Anin pamit pada Tama dan Rani. Tama dan Rani tersenyum menganggukkan kepalanya.Anin melirik Bang Rizk

  • Janji Sebelum Rasa   Bab 19

    “Pagi, istriku,” sapa Rey pada Anin saat berpapasan dengannya yang baru selesai mandi. Tapi Anin tidak menanggapi, ia masuk ke kamar mandi begitu saja dan bersikap dingin pada Rey. Tidak seperti biasanya yang selalu menggoda Rey.“Dia masih marah, aku harus sabar. Aku sendiri yang menyalakan api kemarahan itu, aku juga yang harus memadamkannya.” Rey tersenyum menyemangati dirinya sendiri, ia tidak akan patah semangat untuk memperbaiki hubungannya dengan Anin.Rey duduk di sofa kamarnya, menunggu Anin untuk turun dan sarapan bersama.Anin keluar dari kamar mandi dengan pakaian lengkap: celana jeans yang robek sedikit di bagian paha atasnya dan blus hitam yang memperlihatkan belahan dadanya.Anin duduk di sofa, berhadapan dengan suaminya. Rey susah payah menelan ludah saat Anin membungkuk untuk memakai sepatunya. Gunung kembarnya terlihat menyembul keluar.“Nin, kamu mau ke mana?” tanya Rey pelan, dia takut Anin marah padanya.“Bukan urusanmu, urus saja dirimu sendiri,” jawabnya ketus.

  • Janji Sebelum Rasa   Bab 18

    “Nin, gue pulang duluan ya, gue ada perlu mendadak.” Tyas mengambil tasnya. “Bang Rizky, Mbak Rani, aku pulang duluan ya,” pamit Tyas pada semuanya.“Ah gue tahu, lo pasti mau ketemu si bucin Farel. Apalagi besok mau ditinggalin ke Bandung,” seru Anin tersenyum meledek Tyas.“Sok tahu lo.” Tyas mencubit pipi Anin dan lari keluar kafe.“Bangke lo!” hardik Anin sambil mengusap-usap pipinya.Tama masuk ke kafe, dia mencari-cari keberadaan istrinya. Bibirnya tersenyum saat orang yang dicarinya sedang asyik bercanda dengan Anin.“Hai semuanya,” sapa Tama pada istri dan teman-temannya.“Maaf ya, Nin. Mbak ngundang suami mbak ke sini, soalnya tadi mbak naik taksi. Jadi, mbak minta dijemput sama Mas Tama.”“Enggak apa-apa, malah bagus, Kak Tama bisa merekomendasikan kafeku pada karyawan Kak Tama, iya ’kan, Kak?” Anin tersenyum dan menaikkan alisnya sebelah. Tama terlihat bingung.“Kafe ini milik Anin dan temannya yang bernama Tyas.” Rani menjawab kebingungan suaminya.Tama membelalakkan matan

  • Janji Sebelum Rasa   Bab 17

    “Tam, kok lo tega sama gue?” Rey pindah duduk di depan meja kerja Tama.“Kalau urusan Anin, lo urus aja sendiri.” Tama masih memeriksa berkasnya tanpa menoleh pada Rey.“Kok lo lebih membela si Anin daripada gue?” sergah Rey tak terima sahabatnya lebih memilih orang yang baru dikenal daripada sahabatnya sejak kecil.“Gue enggak membela siapa pun, gue cuma enggak mau lo nyakitin hati Anin. Melihat dia, gue jadi ingat Alana, dia persis seperti Alana.” Tama tersenyum membayangkan adik perempuannya yang absurd seperti Anin. Tak terasa, air mata jatuh di pipinya, mengenang kembali kenangan bersama adik kesayangannya yang telah meninggalkannya lima tahun lalu.Rey yang melihat Tama bersedih karena ulahnya, merasa tidak enak hati. “Baiklah, gue enggak akan minta bantuan lo. Gue janji akan berusaha menerima Anin sebagai istri gue, tapi kasih gue waktu untuk bisa membuka hati gue untuknya.” Rey menepuk bahu Tama dan keluar dari ruangan.“Enggak sia-sia air mata gue.” Tama tersenyum sambil meny

  • Janji Sebelum Rasa   Bab 16

    "Bang Rizky," gumam Tyas. Ia heran melihat Rizky sudah berada di kafe sepagi ini, bahkan sebelum kafe dibuka."Ada apa, As?" Anin melihat ke arah pandang Tyas, ia menyunggingkan senyum. "Itu artinya dia mau kerja di sini?" Anin menarik tangan Tyas untuk menghampiri Rizky."Pagi, Bang Rizky," sapa Anin ramah."Pagi, Nin." Rizky melirik Tyas. "Pagi, Yu." Rizky tersenyum manis pada Tyas. Rizky memang selalu memanggil Tyas dengan sebutan Ayu, karena nama lengkapnya Ayuningtyas.Anin memperhatikan tatapan Rizky pada Tyas yang terlihat berbeda. Ia merasa Rizky menyukai Tyas."Udah lama, Bang?" Anin dan Tyas duduk berdampingan di hadapan Rizky."Baru aja," jawab Rizky sambil tersenyum ramah. Sesekali ia menatap Tyas, dan Anin yang melihatnya semakin yakin bahwa Rizky menyukai Tyas.Tyas hanya menundukkan kepalanya, malu saat Rizky menatapnya. Entah apa yang ia rasakan, tetapi setiap kali pandangan mereka bertemu, ada desiran hangat di dalam tubuhnya."Ada apa, Nin? Kamu minta Abang datang ke

  • Janji Sebelum Rasa   Bab 15

    Anin tidak bertanya lagi pada mertuanya soal adonan. Meskipun penasaran, ia hanya diam sambil mengiris bawang.Setelah masakan selesai, Mami Riyanti memanggil suaminya untuk makan malam, begitu juga Anin yang memanggil Rey.Mereka pun makan malam sambil mengobrol. Rey dan Anin terlihat salah tingkah, keduanya sama-sama malu dengan kejadian di kamar mandi. Tak ada yang mau membahas siapa yang benar dan salah, karena terlalu malu untuk berdebat soal hal yang bisa membuat jantung mereka melompat-lompat seperti bermain trampolin."Rey, lain kali kalau bikin adonan jangan di sembarang tempat. Kasihan Anin kesakitan kalau harus bikin adonan di lantai," celetuk Mami Riyanti."Uhuk... uhuk..." Rey dan Anin terbatuk-batuk mendengar ucapan Mami Riyanti.Mami Riyanti memberikan air minum pada menantunya, sementara Papi Bagus memberikan air minum pada Rey."Makannya pelan-pelan saja, memangnya kalian mau ke mana?" ujar Papi Bagus."Mau ngelanjutin bikin adonan, Pi," jawab Mami Riyanti.Anin dan R

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status