Anin tertawa, lalu menutup kembali bungkusan itu dan pamit pada mertuanya. "Mi, Pi, aku berangkat ya. Maaf enggak bisa nemenin makan.""Iya, Sayang, enggak apa-apa. Kamu diantar sopir aja ya," ujar Mami Riyanti penuh perhatian. Walaupun sedikit barbar, ia tahu menantunya itu gadis yang rajin dan pekerja keras."Aku naik motor aja, Mi, biar cepet. Udah waktunya makan siang, kasihan Kakak nunggu lama," jawab Anin sambil mencium tangan Mami Riyanti."Kak Rey, aku pergi ya." Anin menepuk bahu suaminya."Istri songong!" bentak Rey. "Bukannya salim, malah mukul.""Iya, aku lupa!" Anin tertawa. Ia meraih paksa tangan Rey, menciumnya berkali-kali."Lepasin!" Rey menarik tangannya dengan paksa."Kenapa sih? Enggak dicium marah, dicium juga marah. Aneh kamu mah," gerutu Anin, menahan senyumnya. "Aku pamit, suamiku. Mungkin aku bakal pulang telat lagi.""Enggak usah pulang sekalian," kata Rey sinis."Ya sudah aku enggak pulang biar Kak Rey senang." Anin melambaikan tangan. "Selamat tinggal, Kak.
Last Updated : 2025-09-17 Read more