POV ARMAN
9 Tahun Lalu ....
Namaku Arman Hadiwijaya. Aku anak bungsu dari 2 bersaudara. Papaku, Hendra Hadiwijaya, pemilik perusahaan Wijaya Group. Mamaku, Andien Gunawan, seorang ibu rumah tangga yang memiliki banyak kegiatan di luar rumah.
Karena kesibukan kedua orang tuaku, aku lebih sering menghabiskan waktu bersama Nenek dan Kakakku, Daniel.
Saat ini aku sedang kuliah di University of Chicago, mengambil jurusan bisnis.
Tunanganku, Denise juga kuliah di tempat yang sama. Dia mengambil jurusan psikologi.
Aku mengenal Denise sejak kami duduk di bangku SMP. Awalnya kami bersahabat. Tapi seiring berjalannya waktu, perasaan kami berubah menjadi cinta.
Selain wajah cantik, Denise juga memiliki kepribadian yang baik, ceria, dan supel. Dia selalu menyebarkan aura positif ke orang-orang di sekitarnya. Tak heran, banyak yang menyukai dan menyay
POV ARMANAku dan Denise melanjutkan waktu kami dengan menonton film di bioskop. Hari sudah malam, saat kami keluar dari gedung bioskop.Aku melajukan mobilku meninggalkan area parkir gedung bioskop. Selama perjalanan pulang, kami masih bercanda gurau di dalam mobil. Tidak ada lelah yang kami rasakan. Hari itu benar-benar menyenangkan bagi kami."Yang, berhenti dulu di mini market ya. Ada yang mau aku beli," pinta Denise."Oke, Princess. As you wish,"Tak lama kemudian, kami sampai di mini market."Gak perlu turun, Yang. Sebentar aja kok," Denise melepaskan sabuk pengamannya."Mau beli apa? Sini biar aku yang belikan,""Gak usah. Biar aku aja. Gak lama kok,""Oke,"Denise keluar dari mobil. Aku memperhatikannya hingga berjalan masuk ke dalam mini market.&
POV ARMAN7 tahun berlalu sejak kepergian Denise. Aku sudah menyelesaikan kuliahku, dan sekarang aku bekerja.Hari-hariku tidak lagi sama tanpa Denise. Kebahagiaan yang kurasakan saat bersamanya, tidak pernah aku dapatkan lagi. Setiap hari aku selalu merindukannya.Aku belum bisa membuka hatiku pada wanita lain. Tidak ada seorangpun yang bisa menggantikan Denise di hatiku. Dia cinta pertamaku, dan mungkin akan jadi yang terakhir.***Ting ... tong ...Aku mengintip di balik lubang kaca pintu apartemenku, sebelum membukanya.Aku menghela nafas setelah tahu tamu di balik pintu adalah Sarah. Mau tak mau, aku tetap harus membukakan pintu untuknya."Hai, Arman," ucap Sarah dengan tersenyum senang."Hai, Sarah. Sedang apa di sini?" tanyaku dengan sedikit malas."
POV ARMANHari ini cukup melelahkan bagiku. Untungnya aku berhasil menyelesaikan pekerjaanku dengan baik. Malam ini aku tidak perlu lembur lagi. Aku bisa santai di apartemen."Arman?" panggil Sarah, yang menungguku di depan pintu apartemenku."Mau apa lagi, Sar?" tanyaku dengan malas."Aku ingin menemuimu,""Sarah, hari ini aku capek. Biarkan aku istirahat, oke?""Aku tidak akan menganggumu. I just want to give you this," Sarah memberikan box kardus kecil padaku."Apa ini?""Aku membelikanmu kue,""Thanks," aku menerimanya dengan ragu."Aku mau jalan-jalan keliling Eropa bersama teman-temanku. Mungkin selama 2 bulan. Aku hanya datang ingin berpamitan,""Selamat bersenang-senang,""Aku harap kamu bisa ikut bersama kami,"
POV ARMANRekan-rekan kerja memberiku ucapan selamat atas pernikahanku, ketika aku tiba di kantor.Sebagai ganti karena tidak mengundang mereka ke acara pernikahan, aku berjanji akan mentraktir mereka makan.Sebelum itu, aku harus menyelesaikan beberapa pekerjaan yang aku tinggalkan selama cuti.***"Jadi bagaimana?" tanya Ben, menghampiri ruang kerjaku."Apanya?" jawabku, sambil menyelesaikan pekerjaan."Istrimu. Manda. Dia baik?""Ya, di gadis yang baik," aku menghentikan kegiatanku."Kamu menyukainya, kan?"Aku mengangguk sembari tersenyum tipis."Kapan kamu mau mengajaknya kemari?""Aku harus menyiapkan rumah dulu untuknya,""Rumah? Kan kamu ada apartemen?""Aku berencana untu
POV ARMANTing tong, ting tong, ting tong!!!Aku terbangun dari tidur ketika mendengar suara bel pintu yang ditekan berkali-kali. Kulihat jam wekerku. Jam 2 dini hari.Siapa yang bertamu di jam segini? Gak sopan sekali.Dengan malas, aku beranjak dari ranjangku. Bel pintu masih terus dibunyikan."Wait!!" bentakku, ketika mendekati pintu.Aku langsung membuka pintu dengan perasaan kesal."Sarah?" aku terkejut.Sarah hanya diam menatapku. Matanya basah karena air mata. Cara dia menatapku, seperti tatapan orang yang sedang marah."Apa yang kamu lakukan di sini? Bukannya kamu sedang berlibur ke Eropa?"Sarah mendorongku, lalu masuk tiba-tiba ke dalam apartemenku.Dia berjalan menuju ke dapur. Mengambil piring, lalu memecahkannya ke lantai.
POV ARMANAku menceritakan kejadian semalam pada Ben, ketika kami sedang istirahat makan siang."Dasar psycho. Untung kalian gak jadian," ujar Ben kesal."Aku gak mungkin bersama Sarah. Dia bukan tipeku. Dan aku sama sekali gak ada perasaan padanya," jawabku dengan santai."Untung kamu belum bawa istrimu ke sini. Coba bayangkan, jika Manda di sini dan dia bertemu Sarah. Mereka pasti bertengkar hebat,""Aku hanya berharap, kali ini Sarah benar-benar menjauhiku,""Kamu yakin? Kalau aku sih gak yakin. Dia gak akan berhenti, Man. Dia itu psycho,""Hei, teman macam apa kamu. Seharusnya kamu menenangkanku, bukan malah membuatku tambah pusing," ujarku kesal.Ben hanya tertawa meledekku."Karena aku temanmu. Makanya aku minta kamu hati-hati,""Dasar,"
POV ARMANPermintaan Ibu Sarah membuatku tidak bisa tidur semalam. Aku belum memberikan jawaban padanya. Aku tidak bisa membuat keputusan sendiri.Malam itu juga, aku langsung menelpon Mamaku. Aku menceritakan semuanya pada Mama. Aku memintanya datang untuk membantuku.Karena frustasi, fokus kerjaku menjadi berantakan. Aku selalu salah mengerjakan laporan. Dan hasilnya aku dimarahi oleh atasanku.Ben tahu aku sedang gelisah. Tapi aku sengaja menyimpan masalahku darinya. Karena ini masalah sensitif, aku tidak mau orang lain tahu dan ikut campur.***"Arman," Mama berada di depan pintu apartemenku, sambil membawa kopernya.Aku memeluknya. Aku lega akhirnya Mama datang.Mama menepuk punggungku dengan lembut."Mama di sini. Kamu jangan khawatir," hibur Mama menenangkanku.
POV AUTHORManda mendengarkan dengan seksama penjelasan Arman. Sekarang dia tahu alasan sebenarnya Arman menikahi Sarah.Arman diam beberapa saat. Pandangan matanya tertunduk."Aku minta maaf, Manda. Aku sudah menyakiti hatimu," ucapnya kemudian."Aku ini laki-laki pengecut. Aku tidak bisa menolak Sarah. Aku tidak berani menghadapi Papa, Nenek dan kamu. Aku hanya bisa bersembunyi di belakang Mama,"Manda diam sambil menatap Arman, dengan ekspresi datar."Setelah ini, jika ... kamu mau berpisah. Aku tidak akan menghalangimu. Aku juga tidak akan melepasmu dengan tangan kosong. Kamu akan mendapatkan sebagian dari hartaku,""Apa itu yang Mas pikirkan soal Manda? Wanita miskin yang menikah karena harta?" sela Manda dengan nada kecewa.Arman melihat ke arah Manda."Manda bukan wanita yang