Home / Rumah Tangga / Janji Suci Yang Terbagi / Cinta Kita Sampai Di Sini

Share

Cinta Kita Sampai Di Sini

Author: Ukhty Ijah
last update Last Updated: 2022-02-06 17:46:21

Malam itu di dalam kamarku, aku memberanikan diri untuk menelpon Mas Bram. Aku mendengar suara dering telpon menyambung. Belum ada jawaban. Apa Mas Bram sudah tidur? Tapi sekarang masih jam 8 malam. Apa iya sudah tidur?

Tut ... tut ... tut ... sambungan telpon terputus. Tidak ada jawaban. Mungkin dia sudah tidur. Apa besok saja aku menelponnya? Apa aku harus coba sekali lagi? Iya, akan kucoba sekali lagi.

Kembali kudengar suara dering telpon menyambung, "1 ... 2 ... 3 ...," aku mulai menghitung dalam hati.

"Halo?"

"Halo, Mas Bram?" jantungku seketika berdegup kencang mendengar suaranya.

"Maaf baru Mas angkat telponnya, Nda. Barusan Mas di luar kamar,"

"Iya, Mas. Gak papa. Aku ... ganggu gak, Mas?" jawabku sembari duduk di atas ranjangku

"Gak, Nda. Ada apa?"

"Anu ... gini, Mas. Ada yang mau ... Manda bicarakan,"

"Kok suara Manda terdengar serius? Ada masalah ya?"

"Bu ... bukan ....," aduh aku jadi bingung mau mulai darimana bicaranya.

"Be-begini, Mas. Mas Bram, Manda mau tahu. Apa ... Mas Bram ... men ... men ....," aku mendadak jadi gagap.

"Tanya saja, Nda. Manda mau tanya apa? Gak perlu takut gitu,"

Aku menghembuskan nafas panjang. Mataku mulai berkaca-kaca. Tenang, Manda. Tenang. Kamu pasti bisa. Kamu harus bisa.

"Apa ... Mas Bram mencintai Manda?"

"Kok tiba-tiba bertanya begitu?" suara Mas Bram terdengar kaget.

"Iya? ... apa jawaban, Mas?"

"Iya, Mas mencintai Manda,"

Aku lega mendengar jawabannya. Satu lagi pertanyaan. Semoga jawabannya juga iya.

"Mas ... apa Mas ... mau menikahi Manda?"

"Apa?"

"Mas mau menikahi Manda, kan?" ulangku.

Diam. Tidak ada jawaban. Apa aku salah bertanya? Apa yang dipikirkan Mas Bram sekarang?

"Mas ....," panggilku lirih.

"Kenapa Manda bertanya seperti itu? Mas jadi bingung menjawabnya," ujarnya dengan nada pelan.

"Manda perlu tahu, Mas,"

"Nda, Mas belum memikirkan soal menikah. Mas masih kuliah. Mas juga belum bekerja. Saat ini kita jalanin dulu aja hubungan kita. Masalah pernikahan bisa kita bicarakan setelah kita benar-benar siap"

Apa yang kutakutkan akhirnya kudengar. Jawaban yang ingin aku hindari. Aku tidak menyalahkan Mas Bram. Jika aku berada di posisi Mas Bram, pasti aku akan bingung jika mendadak ditanyakan soal pernikahan. Ternyata ... inilah akhirnya.

"Mas Bram, maaf ... sudah membuat Mas bingung. Manda mengerti kok," aku mencoba menahan tangisku.

"Manda gak marah, kan?"

"Gak, Mas. Manda gak marah. Sebenarnya Manda menelpon Mas Bram ... karena Manda akan segera menikah,"

"Menikah?!"

"Ada yang melamar Manda, Mas. Manda harus memberi jawaban ke mereka besok. Karena itu, Manda menelpon Mas Bram. Jika Mas Bram mau menikahi Manda, Manda akan menolak lamaran itu. Jika tidak, Manda akan menerimanya,"

Diam lagi. Tak ada suara. Aku berharap Mas Bram mau merubah jawabannya dan berkata ... iya Nda, Mas akan menikahimu.

"Jadi ... Manda mau berpisah?"

" Sebenarnya ... Manda tidak mau berpisah, Mas. Tapi Manda gak punya pilihan,"

Ayolah, Mas Bram. Lakukanlah sesuatu. Tolong, bantu Manda untuk mempertahankan hubungan kita.

"Kalau begitu, tolak lamaran itu," pinta Mas Bram.

"Manda tidak bisa menolaknya, Mas,"

"Kenapa? Manda, tidak percaya sama Mas Bram? Manda meragukan cinta Mas?"

"Manda tidak ragu, Mas. Tapi ... Bapak dan Ibu menginginkan kepastian. Manda tidak bisa apa-apa, Mas,"

"... larilah,"

"Apa?"

"Tinggalkan rumah. Datanglah ke Mas!"

"A-apa?" aku terkejut mendengar permintaan Mas Bram.

"Jika Manda mencintai Mas, tinggalkan saja rumah. Tolak lamaran itu. Datanglah ke Mas!" ucap Mas Bram dengan nada suara meninggi.

"Ba-bagaimana bisa ... Mas menyuruh Manda berbuat seperti itu?"

"Jika orang tua Manda tidak memberi kita pilihan lain, Manda juga harus melakukan hal yang sama pada mereka," ucap Mas Bram dengan ketus.

"Mas ...! Manda tidak mau! Manda tidak mau membuat sedih Bapak dan Ibu. Manda tidak mau menjadi anak durhaka!" aku menolak dengan tegas.

"Jadi Manda mau terima begitu saja?! Manda mau berpisah dengan, Mas?!"

"Iya! Iya, Mas! Manda lebih pilih berpisah dengan Mas, daripada harus membuat malu Bapak dan Ibu! Manda tidak menyangka Mas Bram bisa bicara seperti itu. Manda kecewa sama Mas Bram," tak terasa air mataku menetes.

"Nda ... Mas minta maaf jika Mas sudah menyinggung perasaan Manda. Bukan itu maksud Mas," ucapan Mas Bram mulai melunak.

"Sudah, Mas Bram. Sampai sini saja kita," aku mengusap air mataku.

"Nda ...?"

"Makasih Mas sudah mencintai Manda. Tapi maaf ... hubungan kita harus berakhir sekarang. Selamat tinggal, Mas Bram," aku segera mematikan telponku.

Tega sekali Mas Bram menyuruhku berbuat begitu. Aku benar-benar kecewa. Mas Bram sudah berubah. Mas Bram yang dulu tidak akan berkata seperti itu.

Mungkin inilah jalan yang harus kuambil. Mungkin Mas Bram bukan pilihan yang baik bagiku.

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Janji Suci Yang Terbagi   Chapter 17

    Mobil Toyota Alphard dan Mercedes-Benz terpakir di halaman rumah keluarga Hadiwijaya.Pak Setya sedang berdiri di depan mobil Alphard, menunggu kedua majikan kecilnya muncul dari dalam rumah.Tak lama berselang, Chandra dan Tya yang sudah rapi dalam balutan seragam sekolahnya, berjalan dengan riang menuju teras depan rumah.Mereka didampingi oleh kedua orang tua, oma, dan babysitter barunya."Chandra, Tya, belajar yang rajin ya. Jangan nakal di sekolah," ujar Manda mengusap lembut kepala kedua anaknya."Iya, Ma," jawab si kembar hampir bersamaan. Kemudian mereka mengecup punggung tangan mamanya."Have fun at school." Arman memeluk hangat kedua anaknya."Okay, Pa," si kembar membalas pelukan Arman.Chandra dan Tya menghampiri Nyonya Adele untuk mengecup punggung tangannya."Cucu Oma yang cantik dan ganteng," puji Nyonya Adele sembari memeluk kedua cucunya.Setelah selesai berpamitan, Chandra dan Tya segera menghampiri mobil yang akan mereka tumpangi."Nyonya, saya berangkat dulu mengan

  • Janji Suci Yang Terbagi   Chapter 16

    Arman masuk ke dalam kamarnya. Dia melihat Manda sedang berbaring di atas ranjang, dengan posisi tidur membelakanginya.Manda menoleh ketika suaminya duduk di tepi ranjang."Anak-anak sudah tidur, Mas?" tanyanya sembari beranjak duduk."Sudah. Kamu belum tidur?""Manda menunggu Mas Arman,""Mau ditimang-timang ya biar bisa tidur?" ucap Arman dengan memainkan mata genitnya."Iih, Mas," Manda tersipu malu.Arman bergerak mendekati istrinya. Dia merangkul tubuh Manda."Gak usah malu. Bilang saja kalau pelukanku bikin kamu nyaman, kan," goda Arman."Genit, ah," Manda menepuk lembut dada suaminya.Arman menyandarkan punggungnya ke headboard bed sambil mendekap istri tercintanya di dada.Keduanya diam sejenak, menikmati kehangatan satu sama lain."Mas lama sekali tadi? Anak-anak susah ya disuruh tidur?" tanya Manda kemudian."Enggak. Abis dari kamar mereka, Mas mengobrol sebentar sama Tante,"Manda mengangkat setengah badannya untuk menatap wajah Arman."Apa Mas berhasil membujuk Tante?" t

  • Janji Suci Yang Terbagi   Chapter 15

    "Kamu beruntung bisa bekerja di sini. Gajinya besar. Bahkan lebih besar dari gaji di tempat kerjamu dulu, kan," sambut Santi dengan riang."Iya, aku bersyukur bisa diterima kerja di sini," jawab Rianti sembari tersenyum senang."Kamu harus berterima kasih sama Nyonya Adele. Kalau bukan karena dia, kamu gak akan bisa bekerja di rumah ini. Manda kan sudah menolakmu,""Nyonya Manda," Kiki yang tiba-tiba muncul di depan kamar Rianti, mengoreksi ucapan Santi.Kemudian Kiki masuk ke dalam kamar Rianti, dan ikut bergabung untuk mengobrol."Kamu aja yang anggap dia Nyonya. Aku sih gak mau. Cuman di depannya aja aku terpaksa panggil dia Nyonya, daripada aku dipecat. Males banget!" cibir Santi.Rianti heran dengan sikap tak sopan Santi pada majikannya."Kenapa ... kamu hanya memanggil namanya?" tanya Rianti."Untuk apa aku memanggilnya Nyonya? Dia dan aku sama. Kami satu level. Nasibnya aja yang mujur karena dinikahi Tuan Arman," cemooh Santi."Maksudnya?""Manda itu perempuan kampung, sama sep

  • Janji Suci Yang Terbagi   Chapter 14

    "Jahat sekali Tante Adele bikin persyaratan seperti itu?!" ucap kesal Ayu dari balik telpon."Manda rasa Tante sengaja melakukannya. Dia tahu kalau Manda gak akan membiarkan Kiki dipecat. Jadi mau tak mau, Manda terpaksa menerima babysitter itu," ujar Manda dengan sedih."Lalu Arman?""Mas Arman sudah berusaha membujuk Tante Adele, tapi percuma saja. Tante gak mau mengubah keputusannya,""Menyebalkan sekali!" umpat Ayu."Sepertinya kami harus mengalah. Daripada masalahnya makin besar," ujar Manda dengan pasrah."Manda, aku boleh tanya sesuatu?" ucap Ayu."Soal apa?""Kamu pernah bilang kalau kamu takut si kembar akan lebih sayang sama babysitter mereka, makanya kamu gak mau memakai jasanya. Tapi aku rasa itu bukan satu-satunya alasan," ujar Ayu dengan curiga.Manda mengangkat punggungnya yang bersandar di headboard bed. Dia terkejut dengan pernyataan sahabatnya itu."Memangnya ... ada alasan apa lagi? Pertanyaanmu aneh," ujar Manda dengan gugup."Beberapa waktu yang lalu, aku gak seng

  • Janji Suci Yang Terbagi   Chapter 13

    Keesokan harinya ...."Bi, Pak Setya dan anak-anak sudah pulang?" tanya Manda saat berpapasan dengan Bibi Sari."Belum, Nyonya,""Manda tunggu saja di ruang tengah," jawab Manda sambil melihat ke jam di layar ponselnya."A-anu ... Nyonya. Di ruang tengah sedang ada tamu,""Tamu siapa?""Hmmm ...," Bibi Sari ragu untuk menjawab pertanyaan Manda."Siapa, Bi?" selidik Manda."Tamunya Nyonya Adele,""Kenapa raut wajah Bibi jadi gugup begitu? Memang siapa tamunya?" tanya Manda penasaran."I-itu ... dia ... babysitter yang waktu itu,""Ha?" Manda terkejut.Kemudian Manda bergegas menuju ke ruang tengah untuk menemui tamu Nyonya Adele.Bibi Sari yang merasa khawatir, ikut menyusul Manda ke ruang tengah.Manda menghentikan langkahnya seketika setelah melihat Rianti sedang mengobrol dengan Nyonya Adele di ruangan."Bu Manda," Rianti segera bangun dari duduknya untuk menyapanya.Sementara Nyonya Adele mengabaikan kehadiran istri keponakannya itu."Kamu sudah paham aturan rumah yang saya sampaik

  • Janji Suci Yang Terbagi   Chapter 12

    "Alhamdulillah Nyonya sudah pulang," sambut hangat Bi Sari."Iya, Bi. Senang rasanya bisa pulang," sahut Manda dengan tersenyum lega."Anak-anak belum pulang sekolah, Bi?" tanya Arman."Belum, Tuan. Tapi Pak Setya sudah jemput ke sana,""Baguslah. Sayang, kamu istirahat dulu di kamar, ya," ujar Arman."Manda mau ke ruang tengah saja, Mas. Nungguin anak-anak,""Mas antar ke sana," jawab Arman sambil menggandeng tangan istrinya."Tasnya biar saya taruh di kamar, Tuan,""Makasih, Bi," Arman menyerahkan travel bagnya pada Bibi Sari.Kemudian dia mengajak Manda pergi ke ruang tengah."Duduklah di sini. Mau nonton tv?" tanya Arman sambil menata bantal sofa."Gak usah, Mas," jawab Manda sembari duduk."Selamat datang, Nyonya Manda. Nyonya mau minum teh?" Kiki menyusul ke ruang tengah."Kok kamu gak ikut jemput anak-anak, Ki?" tanya heran Manda."Gak, Nyonya. Soalnya Nyonya Adele minta Kiki di rumah saja," jawab Kiki dengan salah tingkah."Pak Setya yang jemput sendirian?""Gak, Nya. Tadi pag

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status