Home / Rumah Tangga / Janji Suci Yang Terbagi / Pernyataan Cinta Mas Bram

Share

Pernyataan Cinta Mas Bram

Author: Ukhty Ijah
last update Last Updated: 2022-02-03 15:51:05

Rasa penasaran Ayu belum juga hilang. Aku masih diinterogasinya soal Nenek Rosa dan keluarganya. Aku sudah menceritakan semua tentang mereka sebatas yang aku tahu saja. Tapi dasar Ayu. Penjelasanku belum cukup memuaskan keingintahuannya.

"Nda! Lihat ini!" pekik Ayu yang mengagetkanku. Aku sampai tersedak es teh yang sedang aku minum. Ayu memperlihatkan artikel online di ponselnya.

"Apaan sih, Yu! Basah nih bajuku," gerutuku sambil menunjuk bajuku yang terkena tumpahan teh.

"Ini lho. Udah ketemu. Ini kan orangnya?"

Aku melihat foto di artikel online itu. Dibawah foto tersebut, tertulis nama Hendra Hadiwijaya, Presdir Wijaya Group.

"Ini bukan?!" tanya Ayu dengan antusias.

"Gak tahu," jawabku santai. Aku mengambil tissue untuk membersihkan bajuku yang basah.

"Lho kok gak tahu?"

"Gak tahu, Ayuuuuu. Nenek Rosa gak memperlihatkan foto anaknya,"

Ayu tampak kecewa mendengar jawabanku hingga dia memanyunkan bibirnya.

"Oh ya, nama cucunya Bu Rosa sapa? Kemaren kan dia datang,"

"Daniel Hadiwijaya,"

Ayu langsung mencari soal Daniel di sosial media. Jari telunjuknya bergerak naik turun menyentuh layar ponselnya.

"Ini bukan? Kemaren aku gak terlalu jelas melihat wajahnya," sekali lagi Ayu menunjukkan ponselnya.

Aku mengangguk.

"Berarti betul, Nda. Dia ini anaknya Hendra Hadiwijaya di foto pertama tadi itu. Konglomerat ini, Nda,"

Aku melanjutkan makan siangku. Seperti biasanya, aku dan Ayu istirahat makan di warung langganan kami, yang letaknya bersebelahan dengan tempat kerja. Menu kali ini yang aku santap adalah sepiring nasi dengan lauk sayur sop, tempe tahu goreng, dan sambal. Ini saja sudah membuatku kenyang.

"Nda, cucu keduanya yang di luar negeri siapa namanya?"

"Mau apa? Kan kamu udah tahu siapa Hendra Hadiwijaya,"

"Kan belum komplit, Nda. Tadi baru bapak sama anak pertamanya,"

"Cckk," decakku, "Namanya Arman,"

Jari jemari Ayu dengan cepat bergerilya lagi di dunia maya.

"OMG!!!" teriak Ayu dengan mata terbelalak. Teriakan Ayu membuat seisi warung menoleh pada kami. Duh, Ayu ini bikin malu aja.

"Yu, jangan teriak! Semua orang melihat ke kita," tegurku sambil berbisik.

Ayu tampak tak peduli. Dia terus mengagumi foto Arman yang ditemukannya di sosial media, "Ganteng banget, Nda. Ini sih super model. Coba lihat, Nda,"

Aku melirik ke ponsel Ayu. Seketika wajahku memerah. Arman memang ganteng. Walau hanya fotonya saja, sudah membuatku tersipu malu.

"Kalau aku gak bakal nolak, Nda. Terima aja,"

"Terima? Maksudnya?"

"Eaalah. Perjodohanmu sama Arman,"

"Husstt. Ngawur!" aku memukul bahu Ayu, "Siapa yang mau dijodohkan? Kan sudah kubilang tadi, mereka cuma silaturahmi ke rumah,"

"Gak mungkinlah cuma silaturahmi. Pasti ada sesuatu. Buktinya kemaren kamu ditunjukkan fotonya Arman,"

"Ya kan Nenek Rosa cerita sambil menunjukkan foto. Apa salahnya?"

"Feelingku bilang pasti ada maksud lain,"

"Terserah ah, Yu. Capek bicara sama kamu," gerutuku. Aku melahap lagi nasiku.

***

Aku berbaring santai di ranjangku sambil bermain ponsel. Aku membuka akun F******kku. Membaca beberapa status teman-teman F******k. Sebagian ada yang kukomentari, sebagian hanya kubaca saja. Tiba-tiba wajah Arman terbayang di pikiranku. Wajah ganteng itu tidak bisa kulupakan.

Aku mencoba mengetik nama Arman di fitur pencarian F******k. Siapa tahu dia punya akun di F******k. Beberapa nama muncul di pencarian. Aku melihat foto-foto profil nama itu. Ada yang memasang foto wajah, tapi ada yang tidak. Jari telunjukku menggulir layar ponselku ke atas. Akun yang tidak memasang foto profil wajah, aku buka. Aku baca detail profilnya. Bukan ini, bukan ini, bukan ini. Tidak ada satupun yang cocok dengan Arman yang aku maksud. Apa dia tidak memiliki akun F******k? Mungkin dia punya I*******m?

Aku segera membuka aplikasi Instagramku. Di fitur pencariannya aku mengetik nama Arman Hadiwijaya. Sekali lagi muncul beberapa nama. Aku lihat satu per satu akunnya. Ketemu! Ini dia Arman! Aku segera buka akunnya. Yahh, dikunci. Kenapa harus dikunci akunnya? Apa aku harus mengirimkan permintaan pertemanan padanya?

Belum sempat aku mengklik permintaan pertemanan, terdengar suara ketukan pintu di kamarku.

"Mba, ada yang mencari tuh di luar," kepala Surya nongol di balik pintu.

"Siapa?"

"Mas Bram,"

Hah? Mas Bram? Seketika aku bangun dari ranjangku. Aku melihat jam dinding di kamarku. Jam 8 malam.

"Mas Bramnya di mana?"

"Duduk di teras depan sama Bapak,"

"Bentar lagi Mba keluar,"

"Oke," ujar Surya, lalu dia keluar.

Aku merapikan rambut panjangku yang sedikit berantakan. Aku mengambil scrunchie untuk mengikat rambutku. Lalu aku berjalan keluar kamar menuju teras depan. Sayup-sayup aku mendengar Bapak dan Mas Bram sedang mengobrol.

"Mas Bram," sapaku.

Mas Bram seketika bangun dari kursi, "Nda," sapa baliknya.

"Ya udah Bapak masuk dulu. Sudah ada Manda di sini," ujar Bapak mempersilakan kami berdua untuk mengobrol.

"Duduk, Mas,"

"Eh, iya,"

Kami berduapun duduk di kursi masing-masing. Sejenak kami hanya terdiam. Sesekali saling menoleh, lalu tersenyum malu. Duh, kok suasananya jadi canggung seperti ini? Akhirnya aku memulai pembicaraan.

"Mas Bram darimana?"

"Dari rumah, Nda. Memang Mas Bram mau main ke sini. Mas menganggu Manda?"

"Gak kok, Mas. Tadi Manda cuma lagi santai aja di kamar,"

"Oooh,"

"Liburan semesternya masih lama, Mas?"

"Gak. 3 hari lagi Mas harus balik lagi ke Yogya,"

"Gimana kuliahnya, Mas? Lancar?"

"Alhamdulillah, Nda. Sejauh ini masih lancar,"

"Alhamdulillah,"

"Kos-kosanku gak jauh dari tempat kuliah. Jadi lumayan bisa menghemat ongkos jalan,"

"Teman-teman di kos gimana, Mas?"

"Alhamdulillah Mas bertemu dengan orang-orang baik,"

"Jaga diri ya, Mas. Jangan sampai masuk ke pergaulan yang salah,"

"Iya, Nda. In syaa Allah Mas jaga diri,"

Lalu kami terdiam lagi.

"Nda, Mas mau ngomong sesuatu sama Manda," ujar Mas Bram dengan nada lirih.

"Mau ngomong apa, Mas?"

"Gimana ya mulainya?" Mas Bram terlihat bingung. Dia mengusap-usap kedua tangannya di celana jeansnya.

"Mas ... Mas ... suka sama Manda," ucapnya dengan terbata-bata.

Seketika aku terkejut mendengar pernyataannya. Mas Bram menembakku?! Pipiku mendadak merah, badanku panas dingin, lidahku menjadi kelu. Apa ini rasanya jika ditembak seorang pria?

"Mas ... suka Manda sejak kita sekolah bersama. Tapi Mas gak berani bilang soal perasaan Mas sama Manda. Mas takut ditolak. Sekarang Mas memberanikan diri ke sini bertemu Manda, dan mengungkapkan perasaan Mas. Apa ... Manda ... mau menerima cinta Mas?" ucapnya dengan tersipu malu.

Aku menundukkan kepalaku, tidak berani melihat Mas Bram. Kedua tanganku kuremas. Aduuuh, apa yang harus kulakukan? Ini pertama kalinya aku berada di situasi seperti ini. Apa aku harus menjawabnya sekarang? Jawaban apa yang harus kukatakan? Ya Allah, tolong datangkan siapapun ke sini. Bantu aku keluar dari situasi ini.

"Nda, gak perlu menjawab sekarang kok," ucap Mas Bram kemudian. Mungkin dia melihatku yang tampak kebingungan. Alhamdulillah, untung dia peka.

"Manda, bisa jawab kalau Manda sudah siap. Mas akan tunggu kok,"

"I-iya, Mas. Maaf," akhirnya aku bisa memaksakan lidahku untuk berkata.

"Gak perlu minta maaf kok. Mas yang harusnya minta maaf karena mendadak bilang suka sama Manda,"

Aku hanya tersenyum malu sambil menundukkan kepala.

"Mas pamit pulang, Nda. Sudah malam," Mas Bram bangun dari kursinya. 

"Iya, Mas. Makasih sudah mampir," Aku juga ikut bangun.

"Sampaikan salam pada Bapak dan Ibu,"

"Iya, Mas. In syaa Allah,"

"Assalamu'alaikum," ucap Mas Bram berpamitan.

"W*'alaikumsalam," jawabku

***

Mohon dukungannya ya readers 😊 Ikuti cerita ini, klik like, dan tinggalkan jejak di komentar. Makasih

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Janji Suci Yang Terbagi   Chapter 17

    Mobil Toyota Alphard dan Mercedes-Benz terpakir di halaman rumah keluarga Hadiwijaya.Pak Setya sedang berdiri di depan mobil Alphard, menunggu kedua majikan kecilnya muncul dari dalam rumah.Tak lama berselang, Chandra dan Tya yang sudah rapi dalam balutan seragam sekolahnya, berjalan dengan riang menuju teras depan rumah.Mereka didampingi oleh kedua orang tua, oma, dan babysitter barunya."Chandra, Tya, belajar yang rajin ya. Jangan nakal di sekolah," ujar Manda mengusap lembut kepala kedua anaknya."Iya, Ma," jawab si kembar hampir bersamaan. Kemudian mereka mengecup punggung tangan mamanya."Have fun at school." Arman memeluk hangat kedua anaknya."Okay, Pa," si kembar membalas pelukan Arman.Chandra dan Tya menghampiri Nyonya Adele untuk mengecup punggung tangannya."Cucu Oma yang cantik dan ganteng," puji Nyonya Adele sembari memeluk kedua cucunya.Setelah selesai berpamitan, Chandra dan Tya segera menghampiri mobil yang akan mereka tumpangi."Nyonya, saya berangkat dulu mengan

  • Janji Suci Yang Terbagi   Chapter 16

    Arman masuk ke dalam kamarnya. Dia melihat Manda sedang berbaring di atas ranjang, dengan posisi tidur membelakanginya.Manda menoleh ketika suaminya duduk di tepi ranjang."Anak-anak sudah tidur, Mas?" tanyanya sembari beranjak duduk."Sudah. Kamu belum tidur?""Manda menunggu Mas Arman,""Mau ditimang-timang ya biar bisa tidur?" ucap Arman dengan memainkan mata genitnya."Iih, Mas," Manda tersipu malu.Arman bergerak mendekati istrinya. Dia merangkul tubuh Manda."Gak usah malu. Bilang saja kalau pelukanku bikin kamu nyaman, kan," goda Arman."Genit, ah," Manda menepuk lembut dada suaminya.Arman menyandarkan punggungnya ke headboard bed sambil mendekap istri tercintanya di dada.Keduanya diam sejenak, menikmati kehangatan satu sama lain."Mas lama sekali tadi? Anak-anak susah ya disuruh tidur?" tanya Manda kemudian."Enggak. Abis dari kamar mereka, Mas mengobrol sebentar sama Tante,"Manda mengangkat setengah badannya untuk menatap wajah Arman."Apa Mas berhasil membujuk Tante?" t

  • Janji Suci Yang Terbagi   Chapter 15

    "Kamu beruntung bisa bekerja di sini. Gajinya besar. Bahkan lebih besar dari gaji di tempat kerjamu dulu, kan," sambut Santi dengan riang."Iya, aku bersyukur bisa diterima kerja di sini," jawab Rianti sembari tersenyum senang."Kamu harus berterima kasih sama Nyonya Adele. Kalau bukan karena dia, kamu gak akan bisa bekerja di rumah ini. Manda kan sudah menolakmu,""Nyonya Manda," Kiki yang tiba-tiba muncul di depan kamar Rianti, mengoreksi ucapan Santi.Kemudian Kiki masuk ke dalam kamar Rianti, dan ikut bergabung untuk mengobrol."Kamu aja yang anggap dia Nyonya. Aku sih gak mau. Cuman di depannya aja aku terpaksa panggil dia Nyonya, daripada aku dipecat. Males banget!" cibir Santi.Rianti heran dengan sikap tak sopan Santi pada majikannya."Kenapa ... kamu hanya memanggil namanya?" tanya Rianti."Untuk apa aku memanggilnya Nyonya? Dia dan aku sama. Kami satu level. Nasibnya aja yang mujur karena dinikahi Tuan Arman," cemooh Santi."Maksudnya?""Manda itu perempuan kampung, sama sep

  • Janji Suci Yang Terbagi   Chapter 14

    "Jahat sekali Tante Adele bikin persyaratan seperti itu?!" ucap kesal Ayu dari balik telpon."Manda rasa Tante sengaja melakukannya. Dia tahu kalau Manda gak akan membiarkan Kiki dipecat. Jadi mau tak mau, Manda terpaksa menerima babysitter itu," ujar Manda dengan sedih."Lalu Arman?""Mas Arman sudah berusaha membujuk Tante Adele, tapi percuma saja. Tante gak mau mengubah keputusannya,""Menyebalkan sekali!" umpat Ayu."Sepertinya kami harus mengalah. Daripada masalahnya makin besar," ujar Manda dengan pasrah."Manda, aku boleh tanya sesuatu?" ucap Ayu."Soal apa?""Kamu pernah bilang kalau kamu takut si kembar akan lebih sayang sama babysitter mereka, makanya kamu gak mau memakai jasanya. Tapi aku rasa itu bukan satu-satunya alasan," ujar Ayu dengan curiga.Manda mengangkat punggungnya yang bersandar di headboard bed. Dia terkejut dengan pernyataan sahabatnya itu."Memangnya ... ada alasan apa lagi? Pertanyaanmu aneh," ujar Manda dengan gugup."Beberapa waktu yang lalu, aku gak seng

  • Janji Suci Yang Terbagi   Chapter 13

    Keesokan harinya ...."Bi, Pak Setya dan anak-anak sudah pulang?" tanya Manda saat berpapasan dengan Bibi Sari."Belum, Nyonya,""Manda tunggu saja di ruang tengah," jawab Manda sambil melihat ke jam di layar ponselnya."A-anu ... Nyonya. Di ruang tengah sedang ada tamu,""Tamu siapa?""Hmmm ...," Bibi Sari ragu untuk menjawab pertanyaan Manda."Siapa, Bi?" selidik Manda."Tamunya Nyonya Adele,""Kenapa raut wajah Bibi jadi gugup begitu? Memang siapa tamunya?" tanya Manda penasaran."I-itu ... dia ... babysitter yang waktu itu,""Ha?" Manda terkejut.Kemudian Manda bergegas menuju ke ruang tengah untuk menemui tamu Nyonya Adele.Bibi Sari yang merasa khawatir, ikut menyusul Manda ke ruang tengah.Manda menghentikan langkahnya seketika setelah melihat Rianti sedang mengobrol dengan Nyonya Adele di ruangan."Bu Manda," Rianti segera bangun dari duduknya untuk menyapanya.Sementara Nyonya Adele mengabaikan kehadiran istri keponakannya itu."Kamu sudah paham aturan rumah yang saya sampaik

  • Janji Suci Yang Terbagi   Chapter 12

    "Alhamdulillah Nyonya sudah pulang," sambut hangat Bi Sari."Iya, Bi. Senang rasanya bisa pulang," sahut Manda dengan tersenyum lega."Anak-anak belum pulang sekolah, Bi?" tanya Arman."Belum, Tuan. Tapi Pak Setya sudah jemput ke sana,""Baguslah. Sayang, kamu istirahat dulu di kamar, ya," ujar Arman."Manda mau ke ruang tengah saja, Mas. Nungguin anak-anak,""Mas antar ke sana," jawab Arman sambil menggandeng tangan istrinya."Tasnya biar saya taruh di kamar, Tuan,""Makasih, Bi," Arman menyerahkan travel bagnya pada Bibi Sari.Kemudian dia mengajak Manda pergi ke ruang tengah."Duduklah di sini. Mau nonton tv?" tanya Arman sambil menata bantal sofa."Gak usah, Mas," jawab Manda sembari duduk."Selamat datang, Nyonya Manda. Nyonya mau minum teh?" Kiki menyusul ke ruang tengah."Kok kamu gak ikut jemput anak-anak, Ki?" tanya heran Manda."Gak, Nyonya. Soalnya Nyonya Adele minta Kiki di rumah saja," jawab Kiki dengan salah tingkah."Pak Setya yang jemput sendirian?""Gak, Nya. Tadi pag

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status