Share

CP 4. Janti

Lelaki kelabu jatuh terguling dari gerobak kuda, bersamaan dengan sang pengemudi gerobak.

Sambil tersungkur di tanah, dia berusaha melepaskan diri dari tubuh sang pengemudi gerobak. Dia lantas mengibaskan tangannya membersihkan debu dari pakaian. Disampingnya, masih tergeletak, sang lelaki paruh baya pengemudi gerobak sudah bersimbah darah tak bernyawa.

"Kurang ajar! Berani sekali dia melukaiku, Kijan si golok maut." Tandasnya. Sambil bersumpah serapah dia menendang mayat disebelahnya.

Tak berselang lama rombongan berkuda sampai disana, beberapa orang berhenti di depannya, sisanya terus mengejar gerobak kuda yang masih melaju kencang.

"Hahaha... Kijan,bagaimana rasanya dipeluk lelaki tua? Apa kau sudah bosan dengan para gadis desa jarahan kita?" Sambil tertawa terbahak bahak seorang lelaki gemuk turun dari kudanya. Seluruh tubuhnya bergetar saat dia tertawa, sementara janggutnya yang panjang ikut bergoyang seirama dengan getaran tubuhnya.

"Brengsek kau, Andaka! Mau kubelah perut besarmu itu hah?" Raut muka Kijan memerah mendengar ejekan itu.

"Hahaha... Coba saja! Kita buktikan siapa yang lebih hebat diantara kita!" Tantang si lelaki gemuk.

Sesaat sebelum keduanya hendak saling serang, seekor kuda hitam berjalan elegan melintas dan berhenti tepat diantara keduanya.

"Kalian berdua berhentilah berkelahi. Kalau tidak, cambukku ini yang akan berbicara!" Suara serak seorang wanita mencoba menengahi keduanya.

Mengetahui sosok wanita penunggang kuda tepat didepan mereka, keduanya terdiam. Ejekan dan makian yang tadi ramai dikeluarkan keduanya kini seakan ditelan kembali oleh mereka. Tampak bahwa mereka takut dengan sang wanita penunggang kuda. Dengan sedikit tertunduk mereka sedikit mundur ke belakang.

"Emm... Nyai Kupita, ratu hutan Rekso Amba yang cantik jelita, satu satunya kekasih yang dicintai kakak Jalada, saya minta maaf atas keributan tadi. Saya juga mau lapor kalau saya berhasil mendapat gulungan kitab meditasi yang kakak Jalada cari."

"Sebentar nyai, saya ambilkan dulu." Dengan kata kata manis, Kijan, si lelaki kelabu berusaha memancing hati sang wanita penunggang kuda agar tidak marah.

Cepat saja dia merogoh seluruh tubuh dan pakaian dari mayat sang pengemudi gerobak.

Namun tak lama berselang lelaki kelabu itu tampak mulai panik, keningnya mengernyit, keringat dingin mulai membasahi tubuh. Barang yang mereka incar tidak ada di tubuh dan pakaian si mayat.

Melihat gelagat dan raut muka si lelaki kelabu, sang wanita penunggang kuda mulai kelihatan curiga. Dan benar saja, beberapa saat kemudian si lelaki kelabu dengan wajah tertunduk berbalik arah menghadap sang wanita penunggang kuda.

"Nyai, maafkan saya, sepertinya gulungan kitab meditasi belum berhasil saya dapatkan. Gulungan itu tidak di tubuh mayat ini, kemungkinan masih tertinggal di gerobak kuda."

"Bodoh! Kalian memang tidak becus. Sekarang juga kejar gerobak kuda itu sebelum sampai di Janti!" Teriak sang wanita penunggang kuda.

Tanpa berbasa basi lagi, Kijan si lelaki kelabu, Andaka si lelaki gemuk, dan para pengikut mereka segera menaiki kuda. Mereka berusaha menyusul rekan rekannya yang lain mengejar gerobak kuda tadi.

Melihat para lelaki anak buahnya itu sudah berlalu, wanita penunggang kuda itu lantas berbalik arah dan kemudian menghilang di balik pepohonan.

Sementara itu, setelah melihat sang pengemudi gerobak terjatuh bersama dengan sang lelaki kelabu, si wanita hamil berteriak histeris. Melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana si lelaki paruh baya pengemudi gerobak dibacok parang membuatnya sangat panik. Ditambah kenyataan dan logika bahwa ayahnya itu sudah pasti tidak selamat dengan luka sekejam itu menambah rasa putus asanya.

Wanita itu terus saja menyebut nyebut nama ayahnya itu, matanya yang berlinang kian deras mengeluarkan air mata. Dan mungkin karena tenaga serta mental yang sudah terkuras habis, ditambah luka dan beban kehamilan, si wanita mulai tak sadarkan diri dan akhirnya pingsan.

Gerobak kuda terus saja melaju kencang walau tidak ada pengemudinya. Gerobak yang berisi seorang wanita hamil yang sedang pingsan itu berlalu menuruni bukit, melintasi jalan utama, hingga akhirnya tibalah di Janti.


Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status