ログインAlisya duduk di atas ranjang, dengan tangan memegang ponsel. Dia berusaha menghubungi Axel, untuk menanyakan maksud perkataan ayahnya tadi. Jika benar, apa-apaan Axel? Kenapa juga harus menitipkannya pada Andra? Dia bisa jaga diri sendiri!
Alisya menatap layar ponselnya dengan sebal, karena Axel tak kunjung menjawab teleponnya. Akhirnya Alisya mengirimkan banyak pesan berisi protes dirinya terhadap tindakan Axel. Alisya melemparkan ponselnya secara asal, kemudian membaringkan tubuhnya dengan gerakan kasar. Alisya teringat ekspresi wajah Alvina barusan saat Sarah berkata Andra sanggup mengantarnya kuliah nanti. Ada rasa iri dalam tatapan mata Alvina. Dan Alisya sangat menyadari itu. Alvina selalu berkata kalau Andra itu galak dan dingin, juga terlihat tak peduli pada adik-adiknya. Mungkin, Alvina juga ingin bisa diperhatikan oleh semua kakaknya. Dan mungkin dia merasa iri mendengar Andra mau mengantarnya. "Kenapa juga dia mau? Kenapa dia tak menolak saja sih? Bukannya aku ini merepotkan baginya?" Alisya bertanya pada dirinya sendiri dengan perasaan kesal. Ayolah, ini adalah hari keduanya tinggal di Jakarta. Jangan sampai semuanya kacau karena masalah sepele. Jangan sampai nantinya Alvina malah marah padanya. Alisya menghembuskan nafas kasar, mulai merasa pusing karena emosinya sendiri. Dia lalu menarik nafas panjang, dan menghembuskannya secara perlahan. Setelah itu, Alisya hanya diam saja tanpa melakukan apa-apa. Keluar kamar pun, rasanya dia belum siap. *** Pagi hari, Alisya langsung bersiap-siap untuk pergi keluar rumah. Dia ingin berbelanja, membeli beberapa pakaian dan juga peralatan untuk kuliah nantinya. Alisya tak sarapan di rumah, dan memilih untuk sarapan di luar saja. Sejak semalam sampai sekarang, dia belum bicara lagi dengan Alvina. Dan suasana memang jadi sangat canggung. "Yah, aku mau keluar untuk membeli beberapa barang. Aku juga akan sarapan di luar saja." Alisya meminta izin pada sang ayah yang sedang menikmati teh hangat di ruang keluarga. "Sendirian saja?" tanya Hendra dengan alis berkerut. "Emh, iya. Aku akan pesan ojek online saja, Yah. Aku gak akan tersesat kok," ujar Alisya cepat, berusaha meyakinkan ayahnya. "Ya sudah kalau begitu. Coba kamu hubungi Andra dan minta dia untuk transfer uang ke rekeningmu. Untuk kamu belanja sekarang," ucap Hendra. Alisya terdiam mendengar itu. Tentu saja dia enggan untuk menghubungi Andra. "Tak perlu, Yah. Uang bulan kemarin juga masih ada. Dan kemarin malam Kak Axel juga kirim uang padaku." Alisya berbohong. Uang sisa bulan kemarin memang masih ada dan pasti cukup jika hanya untuk beli barang yang dia perlukan. Dan dia berbohong tentang uang kiriman Axel. Karena sebenarnya pria itu belum bisa dihubungi sejak semalam. Pesan Alisya pun belum ada yang dibalas. "Benarkah? Ya sudah, kalau begitu kamu hati-hati di jalan. Jika ada sesuatu, jangan sungkan untuk menghubungi Andra." Lagi, nama itu yang disebutkan. Alisya pun hanya mengangguk saja walau dalam hati dia berjanji tak akan pernah menghubungi Andra. Tidak akan pernah. Setelah mendapatkan izin, Alisya pun langsung berpamitan. Udara pagi yang segar langsung menyapa Alisya saat dia keluar dari rumah. Dia berjalan dengan riang menyusuri halaman menuju gerbang. Setelah berdiri di depan gerbang, Alisya mengambil ponselnya untuk memesan ojek atau taksi online. Namun, baru saja Alisya membuka aplikasi berwarna hijau tersebut, sebuah mobil mewah berwarna silver berhenti di depannya. Alisya terdiam dengan kening berkerut, karena mengenal mobil itu milik siapa. "Mau kemana? Ayo masuk. Aku antar." Singkat, padat, jelas dan sinis. Alisya berkacak pinggang, menatap balik Andra dengan tatapan sinis dan sebal. "Tak perlu. Aku bisa pergi sendiri," balas Alisya dengan ketus. Dia berbalik, lalu berjalan menjauhi mobil Andra. Tentu saja Andra tak membiarkan itu. Dia keluar dari dalam mobil, dan menarik paksa Alisya untuk masuk ke dalam mobilnya. "Menurut, dan jangan memancing kemarahanku," desis Andra. "Hei! Biarkan aku pergi! Aku bisa sendiri! Aku tak butuh bantuanmu!" Alisya berteriak keras pada Andra dan berusaha membuka pintu mobil yang sudah terkunci. "Lalu apa? Mengadu pada Axel kalau aku mengabaikanmu begitu?" tanya Andra dengan sinis. "Axel lagi. Memangnya ada apa dengan Kak Axel? Jika pun dia mengancammu, kenapa harus takut padanya sih? Dia juga manusia. Bukan setan," gerutu Alisya kesal. "Ya. Kau mengadu padanya lalu Axel yang mengadu pada ayahmu dan ujung-ujungnya aku yang disalahkan." Alisya menatap Andra tak percaya. Seburuk itukah dirinya dimata pria itu? "Asal kamu tahu saja, aku tak pernah mengadu kepada siapapun! Camkan itu!" seru Alisya marah. Andra hanya berdecih pelan mendengar itu. Selanjutnya, suasana dalam mobil kembali tegang dan sangat tak nyaman. Alisya bersedekap dada, dengan jantung berdebar kencang karena amarah yang menggelora. Dia sudah merencanakan banyak hal untuk hari ini, dan Andra datang menghancurkan paginya yang tentram. Sialan. Setelah beberapa menit di perjalanan, mobil Andra pun berhenti di parkiran sebuah restoran. Mata Alisya memicing tajam melihat tempat yang dikunjungi Andra. "Mau apa ke sini?" tanya Alisya sinis. "Menurutmu?" Alisya berdecak kesal dengan respon Andra yang menyebalkan. "Cepat turun dan ikut aku masuk ke sana." Andra memberikan perintah. "Gak. Aku akan pergi sendiri." Alisya menolak dengan tegas. "Ikut aku masuk atau aku kunci di sini sendirian?" ancam Andra. Alisya menggeram marah karena perkataan Andra. Kenapa pria itu semakin menyebalkan sih?! Akhirnya, walau hati dongkol Alisya tetap mengikuti perintah Andra. Dari pada dikunci dalam mobil sendirian, ya tentu saja mending ikut Andra masuk ke dalam restoran. Dia juga bisa ikut makan jadinya. Ditraktir gak ya?Rama mengelus pelan rambut Alisya. Matanya menatap lekat wajah Alisya yang sudah terlelap setelah selesai bercerita sambil menangis dalam pelukannya. Rama merasa marah saat mendengar cerita dari Alisya. Karena itu, malam ini dia berniat datang ke rumah orang tuanya. Kebetulan, barusan Sarah menelepon dan mengatakan terjadi kekacauan di rumah, yaitu Andra dan Radit yang berkelahi tanpa sebab. Rama pun meminta semua orang berkumpul di rumah dan menunggunya. Sekarang, hanya dia yang tahu apa alasan Alisya sampai kabur dan ingin pulang ke Yogyakarta. Rama tentu tak akan meninggalkan Alisya sendirian di apartemennya. Karena itu, Rama menghubungi seseorang untuk menemani Alisya. Bukan orang asing tentunya. Ponsel Rama bergetar, menandakan sebuah pesan masuk. Rama pun turun dari atas ranjang dan segera menuju pintu utama. Dia meraih gagang pintu dan membukanya. Nampaklah seorang pria yang usianya beberapa tahun di atasnya. "Mana Alisya?" Pria itu langsung bertanya secara tak sabar. Kekhaw
Alisya pulang ke rumah lebih awal dari biasanya. Tentu dia tak sendiri, karena hari ini ada yang datang menjemputnya tanpa diminta. Orang itu adalah Radit. "Semalam kamu menginap di rumah temanmu, Sya?" Radit bertanya. Mereka berjalan beriringan masuk ke dalam rumah. "Kosan lebih tepatnya," koreksi Alisya. Tentu dia tak akan jujur pada Radit kalau semalam dia menginap di apartemen Rama. Biarlah itu menjadi rahasia antara dia dan Rama saja. Tidak. Sepertinya Aina dan Andra juga tahu. "Oh, maaf. Pasti kamu senang ya karena tak harus dikawal lagi sekarang. Jadi lebih bebas bergerak," ujar Radit. Alisya terdiam mendengar itu. Dikawal katanya? "Ya, bisa dikatakan seperti itu," jawab Alisya asal. Radit masih mengikuti langkah Alisya, terlihat sekali berusaha mengajak Alisya untuk berkomunikasi. "Jadi, sekarang kamu mau kemana? Aku bisa mengantarmu," tawar Radit. Alisya berhenti melangkah dan menghela nafas pelan. Jujur saja, dia cukup terganggu. "Aku akan istirahat, Kak. Terima kasih
Pukul delapan pagi, Andra sudah berada di depan gerbang kampus tempat Alisya kuliah. Dia berada di dalam mobil, melihat dengan teliti setiap orang yang masuk ke area kampus maupun keluar. Dan jika dihitung, mungkin dia sudah di sana selama satu jam. Bukan tanpa alasan, Andra berada di sana karena dia ingin menemui Alisya. Dia ingin bicara dengan gadis itu dan meminta penjelasan juga kenapa Alisya tak pulang ke rumah. Andra tahu itu bukan sebuah kesenangan Alisya karena dibebaskan oleh Hendra. Andra tahu ada yang tidak beres. Andra berkali-kali melihat jam tangan mewah yang melingkar di pergelangan tangan. Sudah satu jam lebih dia menunggu, namun masih belum terlihat tanda-tanda kedatangan Alisya. Andra tidak menyerah, dan tetap menunggu seraya mengawasi sekitar. Andra sengaja tidak keluar dari mobil karena tak mau Fiona melihatnya lalu menghampirinya. Tidak. Andra tak mau bertemu dengan wanita itu lagi. Setelah lama menunggu, tak sengaja Andra melihat Aina. Dia yakin sekali itu ad
Saat jam makan siang, Andra dihubungi oleh Hendra. Dia yang masih bersama dengan Nita harus pulang ke rumah. Katanya, Sarah juga ingin bertemu dengan Nita. Andra tak tahu harus bagaimana, tapi Hendra mendesaknya untuk mengajak Nita ke rumah. Mau tak mau, Andra melakukannya. Walau ya, dia keberatan untuk melakukan itu. "Om Hendra baik sekali ya." Nita berucap. Kini dia dan Andra masih di dalam mobil, setelah berkeliling dan melihat-lihat ke beberapa tempat. "Memang. Oh ya, ayah memintaku mengajakmu ke rumah untuk makan siang bersama." Andra akhirnya mengatakan itu. Harapannya sih, Nita menolak saja gitu. Tapi ternyata, wanita itu malah mengangguk dengan antusias. Pupus sudah harapan Andra untuk menjemput Alisya ke kampus sekarang. Dengan perasaan yang sedikit kacau, Andra pun mengemudikan mobilnya menuju rumah. Entah kenapa Nita terlihat senang dan antusias, berbeda dengannya yang tak menginginkan ini sama sekali. Tunggu, bagaimana jika di rumah ada Alisya? Andra tak bisa berhenti
Andra berjalan berdampingan dengan ayah tirinya, Hendra. Mereka sudah berada di perusahaan dan akan melanjutkan obrolan yang tertunda di ruang makan tadi. Andra yang tahu apa yang akan dibahas merasa tak tenang. Dia tak tahu bagaimana cara menolak keinginan Hendra tanpa menyakiti atau menyinggung ayah tirinya itu. Apa mungkin dia harus mengaku tentang hubungannya dengan Alisya? Tapi, bagaimana jika Hendra malah tak setuju dan berbalik benci padanya? Saat sedang berada di dalam lift, Andra merasakan ponselnya bergetar. Dia merogoh saku celananya dan mengambil ponselnya. Ternyata ada satu pesan dari Alisya. Andra membukanya dan membacanya dalam hati. Tanpa dia sadari, Hendra meliriknya dengan heran. "Apapun yang terjadi, jangan katakan apapun tentang kita pada ayah." Itulah isi pesannya. Andra terdiam, dan berpikir cukup keras. Jadi, dia harus bagaimana menolak permintaan Hendra? "Andra." Hendra memanggil anak tirinya tersebut yang terlalu fokus pada ponsel. Andra sampai tersentak,
Alisya keluar dari kamar dengan penampilan yang sudah rapi. Dia sudah siap untuk pergi kuliah seperti hari biasanya. Alisya memakai make up cukup tebal pagi ini, terutama di bawah mata. Menangis semalaman ditambah sulit tidur membuat matanya bengkak dan menghitam. Agar tak ada yang bertanya, Alisya berusaha semaksimal mungkin menutupi kesedihan di wajah. Alisya pagi ini belum bertukar kabar dengan Andra, dan dia juga tak tahu apakah Andra akan datang menjemputnya atau tidak. Namun saat sampai di ruang makan, Alisya melihat Andra ada di sana. Tatapan mereka bertemu, dan Alisya langsung mengalihkan tatapannya. Dia pun segera duduk di samping Sarah. "Ibu senang kita bisa berkumpul seperti ini. Hanya kurang Rama saja. Dia sulit sekali untuk dihubungi," ucap Sarah. Kebahagiaan terpancar jelas dari matanya karena anak-anaknya bisa berkumpul pagi ini. "Bukan hanya ibu, aku juga senang kok," sambung Vina dengan senyuman. Semua yang ada di sana tersenyum kecil ikut merasakan bahagia. Kecual







