"Oh!" Yohan mengangguk berulang kali, lalu menatap Tasya dan berujar, "Kelihatannya memang tidak mirip. Nona Tasya sangat cantik!"Tasya tersenyum, "Tuan Yohan, maksudmu pamanku tidak tampan?""Tentu saja tidak!" Yohan menjawab cepat, lalu bertanya, "Apa Tasya masih sekolah?"Tasya menjawab, "Aku sudah lulus.""Apa pekerjaanmu sekarang?" Mata Yohan hampir terpaku pada wajah Tasya. "Perusahaanku berkecimpung dalam banyak industri. Kamu bekerja di perusahaan mana? Mungkin aku kenal sama bosmu."Yandi tiba-tiba menyela, "Bukankah kita mau main tenis? Tasya, pemanasan dulu biar tidak tiba-tiba kram waktu olahraga nanti."Tasya pun menyahut "oh", lalu pergi melakukan pemanasan dengan patuh. Hattie berkata dengan lembut, "Tuan Jeff sangat perhatian!"Yandi berkata, "Tasya agak polos. Sebagai senior, aku harus mengawasinya dengan lebih ketat."Mendengar makna ganda dari ucapan Yandi, Yohan tersenyum malu, tetapi masih melirik Tasya sesekali.Ketika Tasya kembali, Hattie menyerahkan raket kep
Tasya yang marah langsung mengangkat kakinya dan menendang bokong Tandy. "Pergi sana!"Tandy segera menghindar dari tendangan itu, lalu mereka berdua menuruni tangga dengan saling mengejar. Hattie tersenyum lembut pada Yandi. "Kedua anak itu sangat imut!"Yandi menatap punggung Tasya, suaranya terdengar agak serak, rendah, dan lembut, "Memang imut."Melihat keimutan Tasya, Yandi merasa seperti mendapatkan kembali sedikit energinya.Setelah turun, Tandy memberi usul, "Aku lihat ada lapangan tenis di sana. Gimana kalau kita main tenis?"Hattie memperhatikan fisik Yandi dan tahu dia berolahraga secara teratur. Dia langsung menunjukkan minat. "Tentu! Aku juga suka olahraga.""Kalau begitu, ayo jalan!"Tasya memanggil bus wisata taman, lalu mereka melaju menuju lapangan tenis. Setelah tiba, karyawan membawakan raket dan alat pelindung diri. Hattie mengambil raket dan berbicara lebih dulu, "Kalau aku satu tim dengan Tuan Jeff, sedangkan Tasya satu tim dengan Tandy, apa itu termasuk meninda
Hattie terpaksa mengucapkan "terima kasih" dengan enggan. Dia menuangkan secangkir teh untuk dirinya sendiri, lalu tersenyum polos dan ramah. "Keponakan-keponakan Tuan Jeff sangat cakep. Apa mereka itu keponakan kandung?"Yandi menjawab, "Bukan, mereka anak-anak teman ayahku."Hattie tiba-tiba tersadar. "Oh, kalau begitu, keluarga kalian pasti sangat dekat."Tasya tersenyum. "Iya, Paman Jeff sangat perhatian."Hattie menyisir rambutnya ke belakang sambil tersenyum malu-malu. "Benarkah?"Tasya melanjutkan, "Dari 129 mantan pacarnya, semuanya ngomong begitu."Yandi pun terdiam.Hattie juga tercengang. "Tuan Jeff, kamu pernah punya pacar sebanyak itu? Kamu lagi bercanda, 'kan?"Tasya menoleh ke arah Yandi. "Apa itu lelucon?"Yandi melirik Tasya dengan tajam. "Tidak, kamu kurang hitung 100 lagi!"Kali ini, Tasya yang marah. Dia mengabaikan Yandi dan lanjut berbicara dengan Hattie. "Bibi Hattie pernah pacaran berapa kali?"Hattie menjawab dengan canggung, "I ... ini agak canggung untuk dibi
Wanita mengakhiri panggilan, lalu menghalangi seorang pelayan. “Tuan Jeff ada di kamar mana, ya?”Melewati pintu kayu berukir yang berlubang, pelayan menunjuk ke arah teras di luar dan berkata, “Tadi aku lihat Tuan Jeff ada di sana, Nona bisa cari di sana!”Hattie mengangguk, lalu menginjakkan sepatu hak tingginya untuk berjalan ke sisi balkon.Melalui jendela setengah terbuka, Tasya sudah melihat Hattie. Dia berwajah mungil dan anggun, berkulit putih, bermata besar, hanya saja bibirnya terlalu tipis sehingga kelihatan agak kejam. Wajahnya sebenarnya tergolong manis, hanya saja riasan tebalnya justru membuatnya terlihat agak aneh.Tubuhnya tidak tergolong tinggi. Dia mengenakan sepatu dengan hak tujuh sentimeter, baru bisa mengalahkan Tasya.Kali ini, Tasya pun merasa tenang.Hattie berjalan ke sana. Dia tidak melihat ada pria di atas balkon, dia hanya menemukan Tasya saja. Dia melihat Tasya, lalu berkata dengan nada tidak bersahabat, “Hei, apa kamu melihat seorang cowok di sini?”Tasy
Yandi berkata, “Tadinya aku juga nggak mau setuju.”Tatapan Tasya berkilauan. Dia berkata dengan tersenyum, “Seandainya Kakek Harvey tahu aku dan Tandy datang untuk merusak rencananya, dia pasti akan marah sekali!”Sudut bibir Yandi terangkat membentuk senyuman tipis. “Dia tidak akan marah. Dia masih bisa membedakan soal untung dan rugi dengan jelas.”Di hadapan Keluarga Herdian, apa artinya seorang Nona Hattie?Tasya bisa mendengar adanya nada permusuhan terhadap ayahnya dalam ucapan Yandi. Dia pun tidak melanjutkan pembicaraan lagi.Jari tangan Yandi sedang memainkan korek api. Dia bertanya, “Apa Tandy tahu masalah kita?”Tasya mengangguk sembari memegang teh susunya. “Emm, dia sudah menyadarinya semalam.”Kening Yandi berkerut. “Jangan beri tahu yang lain lagi.”Tasya mengangkat kelopak matanya. “Kenapa?”Yandi tidak berbicara. Tentu saja dia melakukannya demi reputasi Tasya. Dia adalah putri kesayangan Keluarga Herdian, yang mendapat perhatian banyak orang. Masalah mencintai putra
Yandi melihat Tasya. “Temani aku … kencan buta?”Tasya segera menunjuk Tandy. “Dia ingin belajar sedikit pengalaman.”Kening Tandy berkerut ketika melihat Tasya. Tasya pun menunjukkan tatapan memelas. Dik, maaf!Yandi tersenyum. “Tandy masih kecil. Apa butuh pengalaman seperti ini?”Tandy menunjukkan ekspresi tenang. “Boleh belajar duluan.”“Hahaha!” Harvey mengangkat kepalanya tertawa terbahak-bahak. “Anak dari Keluarga Herdian ini lucu sekali. Biarkan mereka untuk tinggal di sini saja. Kebetulan, kalau tidak ada yang bisa kamu bicarakan dengan wanita itu, mereka bisa bantu kamu untuk menghangatkan suasana!”Tasya segera mengangguk. “Boleh!”Ekspresi Yandi kelihatan serius. Dia mengangguk dengan setuju. “Iya, semakin banyak orang akan semakin ramai juga.”Yandi melihat ke sisi Harvey. “Aku bawa mereka main-main di taman bunga dulu. Setelah Nona Hattie sampai nanti, suruh dia ke ruangan teh sebelah. Aku tunggu dia di sana.”Harvey menyadari suasana hati Yandi sedang bagus. Dia juga tid