Share

6. Wanita Lain?

Penulis: CacaCici
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-19 08:17:20

"Kau mencintai pria lain?" dingin Raymond, menguatkan cengkeramannya pada lengan Carmen. "Jawab!"

Carmen menggelengkan kepala gugup, kepalanya mendongak untuk menatap Raymond yang jauh lebih tinggi darinya. Carmen ketakutan! Pria ini sangat kasar.

"A-aku habis berbicara dengan Teresia, dia bu-bukan seorang pria. Dia perempuan tulen," jawab Carmen buru-buru, nadanya tergesa-gesa dan gugup.

Raymond melepaskan cengkeramannya pada lengan Teresia. Dia meraih handphone-nya yang berada di atas nakas untuk memeriksa.

"Aku minta maaf mengunakan handphonemu," ucap Carmen sembari mengusap lengannya yang dicengkeram kuat oleh Raymond. Sejujurnya dia kesal pada pria ini, akan tetapi Carmen takut untuk mengekspresikan rasa kesalnya.

Raymond menoleh tajam pada Carmen, meletakkan handphone kembali ke atas nakas.

"Aku minta maaf mengunakan handphone Mas Kaizer," ulang Carmen, gugup bercampur takut karena tatapan Raymond yang begitu tajam. Dia yakin sekali Raymond pasti marah karena handphonenya dipegang oleh Carmen. Bagaimanapun handphone itu privasi seseorang.

Namun anehnya, ekspresi marah Raymond langsung hilang. Pria ini bahkan tersenyum lembut padanya. Aneh!

"Humm." Raymond berdehem singkat, mengulurkan tangan untuk mengusap rambut pada pucuk kepala Carmen.

Carmen memperhatikan perubahan ekspresi pria ini, raut mukanya tampak konyol–campuran takut dan bingung sebab merasa aneh pada Raymond. Tadi, pria ini marah tetapi sekarang tersenyum lembut padanya.

Raymond sepertinya psychophat!

"Maafkan aku," ucap Raymond, semakin membuat Carmen merasa aneh.

Kenapa pria ini mendadak meminta maaf padanya?

Carmen menunjuk diri sendiri, kemudian menoleh ke sana kemari. Aneh saja rasanya. Raymond meminta maaf tanpa ada sebab.

"Humm." Raymond menganggukkan kepala. Dia kemudian menarik Carmen dalam pelukannya, mengusap pucuk kepala Carmen lalu mendaratkan kecupan di sana. "Aku salah menilaimu. Maaf …."

"O-okey." Carmen mangut-mangut.

"Istriku perempuan baik, seharusnya aku tidak meragukannnya," lanjut Raymond. Lagi-lagi Carmen hanya menganggukkan kepala, tak tahu harus merespon apa karena dia tak paham apa yang Raymond bicarakan.

Raymond tiba-tiba mengangkup pipinya, menundukkan kepala sehingga membuat Carmen reflek memejamkan mata. Dia takut dicium oleh Raymond.

Raymond menyunggingkan smirk tipis, lucu melihat Carmen memejamkan mata.

Cup'

Raymond menempelkan bibirnya di atas bibir Carmen. Setelah itu menghujani wajah perempuan tersebut dengan kecupan ringan darinya.

"Sekarang, kau satu-satunya keluargaku dan aku tak akan melepasmu," ucap Raymond, menarik Carmen kembali dalam dekapannya.

Carmen hanya diam dalam pelukan Raymond. Dia tidak mengerti kenapa Raymond menyebut dia satu-satunya keluarga pria ini. Raymond masih punya ayah. Dia masih punya keluarga!

Yang benar, Carmen lah seharusnya yang mengatakan hal tersebut pada Raymond. Karena … hanya Raymond, suaminya, satu-satunya keluarga dan harapan Carmen.

***

Carmen bangun dan tak menemukan Raymond berada di sebelahnya. Sebenarnya Carmen tak peduli, malah senang karena dengan begini dia tak harus menghadapi Raymond di pagi ini.

"Ahgk." Carmen meringis pelan, merasa sakit ada bagian bawah tubuhnya. Tadi malam, Raymond kembali menyentuhnya. "Dia pasti hyper!" gumam Carmen pelan, kesal pada Raymond.

Raymond pria yang panas dan sangat menggoda. Tetapi sisi buruknya, dia-- ck, Carmen tidak bisa jika harus melayani nafsu pria itu sepanjang waktu.

Carmen menoleh ke arah tubuhnya, menatap sebuah piyama kebesaran yang membungkus tubuhnya. Ini piyama milik Raymond.

"Ouh, iya. Hari ini aku kan ingin bertemu dengan Teresia. Aku harus cepat-cepat bergegas," monolognya, kembali bersemangat karena mengingat kalau hari ini Teresia--sahabatnya, akan bertemu dengannya.

Setelah mandi dan berganti pakaian, Carmen keluar dari kamar. Dia berjalan menuju lantai bawah, terlihat riang karena hari ini dia akan menemui sahabatnya. Sebetulnya Carmen cukup deg deg kan, takut Raymond tidak mengizinkannya untuk ke luar rumah.

"Raymond sayang, percayalah padaku. Aku tidak tidur dengannya. Aku menjaga diriku untukmu."

Mendengar suara itu, Carmen menghentikan langkah. Dia mendekat ke sumber suara tersebut–pada sebuah ruangan yang cukup luas dan nyaman. Carmen mengintip dari balik tembok, ingin melihat siapa yang berbicara.

Mata Carmen melebar dan jantung berdegup kencang. Raymond sedang bersama seorang perempuan, dan perempuan itu memeluk mesra lengan Raymond.

"Aku tidak percaya, Selin," jawab Raymond, mengulurkan tangan untuk mengusap pucuk kepala perempuan itu. Namun, tangannya berhenti di udara saat menangkap bayangan seseorang dari balik tembok. Raymond menarik tangannya dan tak jadi mengusap pucuk kepala Selin.

"Ji-jika kamu tak percaya, kita bisa melakukannya. Aku akan menyerahkan tubuhku padamu. Bagaimana?" Selin meyakinkan Raymond.

"Bagaimana jika kau bunuh suamimu untukku, Selin? Dengan begitu, aku akan mempercayaimu," ucap Raymond, tersenyum manis pada Selin. Dia mendorong agar Selin menjauh darinya lalu berdiri sembari berjalan menuju pembatas ruang.

"Apa?!" Selin terkejut mendengar ucapan Raymond. "Ta-tapi dia ayah kandungmu, Raymond. Dan bagaimana mungkin kamu berniat membunuh ayah kandungmu sendiri?"

Raymond menghentikan langkahnya–Carmen memanfaatkan untuk segera kabur dari sana. Gila! Apa yang dia dengar sangat gila!

"Bukan aku, tetapi kau lah yang akan membunuhnya," jawab Raymond, menoleh sejenak pada Selin, "pulanglah. Aku ada urusan," lanjutnya, kembali melangkahkan kaki untuk melihat siapa di balik tembok.

Namun, sayangnya orang tersebut sudah tak ada. Akan tetapi, Raymond tahu siapa penguping itu. Dengan wajah dingin dan tatapan tajam, dia segera beranjak dari sana, mencari-cari kemana penguping kecil itu bersembunyi.

***

"Ya ampun!" Carmen menepuk-nepuk pipi, masih tak menyangka dengan apa yang dia dengar tadi. Saat ini dia sudah keluar dari rumah tersebut, berniat menemui temannya. Dia membawa handphone Raymond karena pria itu memberikan handphone ini pada Carmen.

Mengenai handphone milik Carmen, Raymond mengaku telah menghancurkannya. Awalnya Carmen sedih karena handphone itu pemberian papanya. Akan tetapi karena Raymond menggantinya dengan handphonenya sendiri–jauh lebih bagus dan keluarga baru juga, Carmen menahan kekesalannya.

"Dia ingin membunuh Papanya sendiri. Di-dia benar-benar Mas Kaizer yang menikahiku atau orang lain yah? Dia sangat berbeda dengan Mas Kaizer yang kukenal." Carmen terus bermonolog sendiri, berjalan ke arah sebuah cafe yang akan menjadi tempat ia dan Teresia bertemu, "walau aku hanya mengenalnya lewat pesan, tetapi Mas Kaizer terlihat baik. Dia suami yang perhatian dan … selalu mengirim ku pesan sebelum tidur. Ck, sangat berbeda dengan Raymond."

"Carmen."

Mendengar namanya dipanggil, Carmen langsung mendongak. Matanya melebar penuh kegembiraan, melihat ke arah sosok perempuan yang melambaikan tangan padanya. Dia adalah Teresia, sahabat Carmen.

"Teresia," seru Carmen, berlari kecil ke arah Teresia.

Keduanya berpelukan dan melompat kecil karena akhirnya bertemu kembali setelah sekian lama tak berjumpa.

Tanpa Carmen ketahui, sejak tadi seseorang terus mengikutinya dan memperhatikannya dari kejauhan.

"Tuan, apa saya perintahkan bodyguard untuk menjemput Nyonya Ura ke sana?" tanya Diego, menoleh ke arah belakang, di mana Raymond duduk di kursi penumpang.

Yah, mereka dalam mobil. Terus mengikuti kemana Carmen melangkah.

"Tidak perlu. Perempuan itu tidak berbahaya," jawab Raymond tenang, tanpa melepas pandangannya dari Carmen.

***

Carmen pulang ke rumah Raymond, setelah hari sudah malam. Dia kebablasan dan lupa waktu karena terlalu senang bertemu dengan Teresia. Setelah mendapatkan pekerjaan di sebuah hotel–tempat Teresia bekerja, sahabatnya tersebut mengajaknya berkeliling kota. Carmen sangat gembira sehingga dia lupa kalau hari sudah malam dan dia tinggal di rumah suaminya.

Carmen mengendap-endap, takut Raymond melihatnya lalu memarahinya. Sempat terbesit di otak Carmen untuk kabur, saking takutnya dia kembali ke rumah ini karena terlambat pulang. Namun, Raymond tiba-tiba menghubunginya, bertanya padanya apakah Carmen ingin pulang sendiri atau dijemput oleh Raymond.

"Tidak ada dia di sini," gumam Carmen pelan, mengendap-endap di tembok sembari mengintip ke arah ruang keluarga yang luas. Dia melakukan itu untuk memastikan apakah Raymond ada di sana atau tidak. "Hah, syukurlah," gumamnya lagi.

"Kau sedang apa di sini, Ura?" Tiba-tiba saja suara dingin mengalun dari belakang tubuhnya, membuat Carmen tersentak kaget dan melompat kecil–efek terkejut.

"Aaa …." Carmen menjerit pelan. Setelah melihat siapa yang mengejutkannya, Carmen langsung mengelus dada sembari nyengir kaku.

"Kenapa harus mengintip dahulu? Langsung masuk saja, Ura," ucap Raymond kembali, tersenyum tipis pada Carmen.

'Dia tidak marah?' batin Carmen, bingung bercampur gugup.

Carmen lagi-lagi menunjukan cengiran pada Raymond lalu segera beranjak dari sana. Namun, dia masih tidak aman! Dia berjalan gelisah dan dengan mata sedikit membulat karena panik. Raymond mengikutinya, berjalan tepat di belakang Carmen.

Setelah dalam kamar, Raymond ikut masuk dan langsung menutup pintu. Tiba-tiba dia menarik Carmen ke arah ranjang, mendorong perempuan itu sehingga terjatuh dan berakhir berbaring di atas kasur.

Raymond mengambil posisi di atas tubuh Carmen, menyunggingkan smirk tipis sembari memainkan rambut halus dan panjang istrinya. Carmen yang gugup dan takut, memilih memalingkan wajah–tak ingin menatap wajah Raymond.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (3)
goodnovel comment avatar
Rna 1122
ntah lahhhh ini laki masih misteri ... kelakuannya tadi bikin curiga krna masih mau ngusap" mantan nya
goodnovel comment avatar
CacaCici
Untuk sekarang yang bisa dilihat, Raymond benci dengan ayah kandungnya sendiri, Kak. Kedepannya akan terungkap yah kenapa Raymond benci pada ayahnya sendiri. (⁠人⁠ ⁠•͈⁠ᴗ⁠•͈⁠)(⁠≧⁠▽⁠≦⁠)
goodnovel comment avatar
Valenka Lamsiam
ada apa dengan ayahnya raymond? kenapa raymond menginginkan kematian ayahnya sendiri ? terus siapa cewek gatel itu?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Jatuh Cinta Setelah One Night Stand   279. (SL 9) Ingin Punya Anak

    "Nari." Lisa menatap ke arah karyawannya tersebut, "kamu kenapa?" tanya-nya kemudian. "O-oh, Bos." Nari terlihat gugup, grogi karena Sbastian sedang menatapnya. Padahal hanya ditatap oleh pria itu, akan tetapi Nari berasa berdebar luar biasa, "aku tidak sengaja menjatuhkan panci, Bos," ucap Nari kemudian. "Hati-hati yah," ucap Lisa lembut. Setelah itu kembali fokus pada suaminya. Sbastian mengedikkan pundak, memilih kembali memakan kue buatan istrinya secara lahap. *** "Umm … bagaimana pendapat Mas Sbastian tentang kue tadi? Peluang larisnya tinggi tidak?" tanya Lisa, di mana saat ini dia sudah berada di rumah–lebih tepatnya di dalam kamarnya dan Sbastian. Lagi-lagi ayah mertuanya tak pulang, ada tugas di keluarga Abraham. "Kue yang kumakan?" tanya Sbastian, naik ke atas ranjang kemudian duduk di sebelah isrtinya. Lisa menganggukkan kepala. "Itu kue yang kubuat khusus untuk Mas Sbastian. Sebenarnya kue yang belum pernah kubuat. Mas orang pertama mencoba." Sbastian mangu

  • Jatuh Cinta Setelah One Night Stand   278. (SL 8) Membuat Iri Makhluk Halus

    "Kau mau apa?!" ketus Sbastian. Sekarang dia ingat siapa pria ini, pria di rumah sakit yang pernah dijenguk oleh istrinya dan adiknya. Hell! "O-oh." Jonny cukup gugup, menoleh sejenak pada Lisa lalu kembali menatap pria tinggi tersebut dengan ekspresi kaku, "jangan salah paham, Pak. A-aku ke sini datang untuk memesan kue ke Lisa. Ka-kami hanya teman," ucap Jonny, takut jika pria ini salah paham padanya dan Lisa. Dari wajah pria ini, menjelaskan jika dia memang salah paham. Terlebih tatapannya yang tajam, seolah ingin membunuhnya! "Hah?" Lisa bengong sejenak mendengar ucapan Jonny, lalu dari tertawa kecil. "Tenang saja, Jonny. Mas Sbastian tak mungkin salah paham. Dia baik hati dan berpikir terbuka kok," ucap Lisa, dengan manis pada suaminya dan juga Jonny. Mau tak mau Sbastian ikut tersenyum, padahal dalam hati dia kebakaran. Berpikir terbuka? Benar. Sebisa mungkin Sbastian berpikir terbuka. Akan tetapi jika mengenai masalah ini, dia tak ingin berpikir terbuka. Dia ingin semp

  • Jatuh Cinta Setelah One Night Stand   277. (SL 7) Bunga Baru

    Namun, sangat disayangkan bukan Sbastian yang datang. Melainkan …- "Hai, Lisa," sapa Jonny ramah, senyum manis pada Lisa. "Oh, hai juga, Kak Jon," sapa Lisa hangat dan ceria, terlihat gembira, "wah, lama nggak ketemu yah." "Hehehe …." Pria itu menggaruk tengkuk, bersikap malu-malu di hadapan Lisa. "Begini, aku mau lihat kue … maksudku memesan kue." Lisa tertawa kecil melihat sikap Jonny yang kaku dan malu-malu padanya. Sebenarnya dia juga canggung, mengingat dia dan pria ini sudah lama tak berbagi kabar. "Mau lihat-lihat dulu, boleh kok, Kak. Atau mau pesan langsung juga boleh banget tuh," ucap Lisa ramah. "Oh begitu yah." Jonny berkata canggung, "aku kurang paham dengan yang begini-begini, tapi … baiklah, aku lihat-lihat dulu." "Ayo, Kak," ucap Lisa, membawa Jonny berkeliling toko dan etalase. Setiap kue yang dia perlihatkan, Lisa menjelaskan rasa, desain, dan makna dari elemen yang dia gunakan di dalamnya. Kue dekor adalah bagian dari seni dan setiap seni menyimpan makna,

  • Jatuh Cinta Setelah One Night Stand   276. (SL 6) Dingin

    "Mas," panggil Lisa kembali, semakin cemas. Sepertinya dia telah melakukan sesuatu yang membuat Sbastian marah padanya. Apa karena Lisa pergi menemui klien-nya dan tak mengabari pria ini? Apa siang tadi Sbastian datang? "Oh." Sbastian ber oh ria, tiba-tiba senyum tetapi sebuah senyuman yang terasa hambar, "sudah mau pulang?" tanya Sbastian setelahnya. Lisa menganggukkan kepala. "Tapi bentar lagi yah, Mas." "Humm." Sbastian menganggukkan kepala, "aku menunggumu di mobil," lanjut pria itu, memilih menunggu Lisa di dalam mobil daripada menunggu di dalam toko. Hal tersebut membuat Lisa bertanya-tanya dan merasa murung. Sikap Sbastian terasa dingin padanya. Apakah kehangatan pria itu sudah habis untuknya? *** Saat ini Lisa dalam mobil, pulang menuju rumah. Dia hanya diam karena Sbastian juga diam. Sejujurnya suaminya tipe pria yang tak banyak bicara, hanya saja tidak pernah se hening ini. Lisa merasa bersalah meskipun dia sendiri tak tahu kesalahan apa yang telah dia perbuat se

  • Jatuh Cinta Setelah One Night Stand   275. (SL 5) Bunga Yang Tersingkirkan

    "Coba lihat ini, Bunny. Aku juga memasang wajahmu di wallpaper handphone ku," lanjut Sbastian, menunjukan wallpaper hpnya yang baru ia ganti–memasang wajah istrinya di sana. Yah, Sbastian memutuskan untuk memasang wajah istrinya di mana-mana. Entah di layar handphone, photo profil pesan dan aplikasi lainnya, bahkan photo profil akun email. Dan dia melakukan itu agar seluruh dunia tahu bahwa dia sudah menikah. "Hehehe …." Lisa antara malu, salah tingkah, meringis, dan grogi melihat wajahnya terpasang sebagai wallpaper sang suami. Yah, dia tahu pria ini manis dan romantis. Hanya saja, dia tak pernah kepikiran bahwa Sbastian akan seperti ini. Maksud Lisa, Sbastian adalah pria dewasa yang sudah kepala tiga, dan pria yang sudah berusaha matang rasanya tak mungkin ada di era romantis hingga memasang wajah kekasihnya sebagai wallpaper handphone. Tapi … apa Sbastian ke pacarnya dulu, juga seperti ini? Astaga! Entah kenapa Lisa risau memikirkannya. Sepertinya dia harus menanyakan periha

  • Jatuh Cinta Setelah One Night Stand   274. (SL 4) Pria Dewasa Yang Manis Kebangetan

    "Tita," panggil seseorang, membuat Tita yang sedang asyik minum coklat panas sambil meledek Lisa dan Sbastian, segera menoleh ke arah sosok yang memanggilnya. Raut muka Tita yang dipenuhi oleh ekspresi jahil, seketika berubah muram. Bukan tidak senang suaminya datang ke tempat ini, akan tetapi dia merasa bahwa seseorang sedang berusaha menyingkirkannya dari tempat ini. Tita segera menoleh berang ke arah kakaknya, melayangkan tatapan malas bercampur kesal. Di sisi lain, Sbastian begitu senang melihat Damian datang. Akhirnya si tukang meledek dan pengganggu ini akan pulang! "Kak Damian kok datang ke sini?" tanya Tita, segera menghampiri suaminya. "Menjemputmu," jawab Damian seadanya, senyum tipis pada istrinya. Saat Tita sudah di dekatnya, dia mengulurkan tangan untuk mengusap pucuk kepala wanita cantik dan menggemaskan tersebut. "Mau kencan denganku?" bisik Damian pelan pada istrinya. Awalnya Tita terlihat bingung. Namun, setelah konek dan paham apa itu kencan, dia langsung m

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status