Share

Bab 7 - Drunk

Penulis: Author Lee
last update Terakhir Diperbarui: 2024-07-05 18:28:19

Cellina tersengir sambil menggelengkan kepala melihat Theo yang baru saja menghabiskan segelas minuman beralkohol dalam satu kali teguk.

Malam itu Theo tiba-tiba menghubunginya dan mengajaknya untuk bertemu di salah satu bar yang tak jauh dari tempat Cellina menginap. Awalnya Cellina ingin menolak, karena malam itu ia sama sekali tak berencana untuk minum-minum. Mengingat ia baru saja melalui perjalanan panjang, hingga belasan jam. Tapi mendengar nada bicara Theo di telepon membuatnya agak was-was. Jadi ia menerima ajakan Theo dan ternyata benar saja. Theo memang sedang tidak baik-baik saja.

"Dokter Blake, apa kau tidak takut jika salah seorang pasien melihatmu minum-minum di sini?" Lalu ia ikut meneguk minumannya.

"Aku tak peduli," sahut Theo acuh tak acuh.

"Oh," Cellina kemudian berdecak. "Kalau aku pasienmu, aku tak akan berani mempercayakan jantungku lagi padamu."

Theo tak menggubris. Hari ini pikirannya benar-benar kacau. Sore tadi ia sudah membuat Elise Bowman menangis. Lalu malam ini, ia membuat wanita itu kembali menangis. Dan tragisnya, Elise ingin berpisah darinya.

Mengingat kembali apa yang sudah dilakukannya hari itu, juga ucapan Elise malam ini, membuat Theo semakin frustrasi. Ia menuang minuman ke dalam gelasnya dan meneguknya hingga habis.

Cellina yang melihat hal itu langsung menepuk pundak Theo, berusaha menyadarkannya. "Hei," Nada bicaranya terdengar serius. "Kurasa kau sudah minum terlalu banyak. Sebaiknya kau berhenti sekarang."

Theo menoleh menatap Cellina, lalu mendengus. "Berisik. Sudah lama aku tidak minum-minum seperti ini. Biarkan aku minum sepuasku."

"Theo, apa kau lupa dengan perjuanganmu untuk sampai di titik ini? Kau bisa merusak reputasimu dan jika kakek tahu hal ini, dia tidak akan menyerahkan rumah sakitnya padamu!"

"Itulah alasannya kenapa aku mengajakmu kemari." ujar Theo tersengir. "Kau akan melindungiku, kan?"

Cellina melemparkan tatapan sinis, lalu memutar bola mata dan meneguk minumannya. "Cih," Ia kemudian melipat tangan di depan dada. "Kusarankan sebaiknya kau segera memperbaiki hubunganmu dengan Elise kalau kau memang tak ingin berpisah darinya."

Mendengar kalimat terakhir Cellina membuat Theo tertunduk. Ia menatap kosong gelas di tangannya. Sisa cairan beralkoholnya tampak berkilau terkena pantulan cahaya lampu bar.

Kilauan itu membuatnya teringat pada cahaya mata Elise yang begitu indah di hari pernikahan mereka. Sepasang mata bulat berwarna coklat itu membuat Theo terpukau. Ia merasa seperti tersihir selama beberapa detik hari itu. Jika diingat kembali, sepertinya itu pertama kalinya Theo mulai jatuh cinta pada Elise. Tapi selama tiga tahun pernikahan mereka, Theo tidak pernah mau mengakui perasaannya.

"Aku tak tahu harus bagaimana," gumamnya dengan suara lirih. "Mungkin berpisah memang jalan yang terbaik. Dia terlihat sangat menderita dengan pernikahan ini."

"Itu semua karena ulahmu sendiri!" sahut Cellina tak sabar. "Yang perlu kaulakukan hanya mengakui perasaanmu yang sesungguhnya."

Theo menggeleng. "Tidak, aku tidak mungkin melakukan hal konyol semacam itu." tukasnya. "Lagipula, bagaimana kalau ternyata dia tidak mencintaiku dan justru memanfaatkan perasaanku untuk mendapatkan apa yang diinginkannya?"

"Oh, ya Tuhan!" Cellina mengerang dan menatapnya tak percaya. "Apa kau sungguh berpikir Elise wanita semacam itu?"

Theo mengedikkan bahu. Salah satu alasannya untuk menikahi Elise dulu karena wanita itu butuh uang untuk membayar hutang-hutang mendiang ibunya pada lintah darat. Theo beranggapan bahwa setiap wanita rela melakukan apa saja untuk mendapatkan uang, termasuk menikahi orang yang tak dicintainya. Dan ternyata ia benar. Elise menerima tawarannya. Meskipun setelah menikah, Elise tidak pernah menunjukkan gelagat bahwa ia mengincar harta kekayaan Theo.

"Apa yang dilakukan wanita jalang itu sepertinya sudah berhasil membuat kehidupanmu sekarang kacau balau," gumam Cellina menyesal. "Seharusnya dulu aku tidak memperkenalkannya padamu. Kau pasti akan bahagia dengan Elise sekarang."

Theo tidak berkata apa-apa. Luka masa lalunya, sebelum ia bertemu dengan Elise Bowman, memang telah meninggalkan sebuah lubang besar di hatinya yang terdalam.

***

Elise menatap bayangan dirinya di dalam cermin, lalu berdecak. Penampilannya malam itu benar-benar menyedihkan. Kedua matanya masih terlihat bengkak, padahal ia sudah mengambil air es dan mengompres matanya.

"Kau sangat bodoh, Elise Bowman." gumamnya pada diri sendiri. "Lihat dirimu, memprihatinkan! Untuk apa kau membuang air matamu untuk pria sepertinya?"

Di tengah percakapannya dengan diri sendiri, tiba-tiba ponselnya berdering. Nama yang muncul di layar membuat alisnya tertekuk. "Theo?"

Elise menjawab panggilan itu dan menempelkan ponselnya di telinga. "Halo," sapanya pelan.

"Elise, tolong buka pintunya."

Suara seorang wanita yang didengarnya membuat sekujur tubuhnya membeku. Ponsel yang ada digenggamannya terjatuh ke atas lantai. Itu jelas suara wanita yang sore tadi datang ke rumahnya, Cellina Rose. Ternyata setelah pertengkaran mereka, Theo pergi menemui cinta pertamanya. Lagi.

Air matanya hampir saja jatuh. Tapi Elise buru-buru menyekanya dengan punggung tangan. Ia berlari ke jendela dan melihat mobil Theo sudah berdiri di pekarangan.

Dengan segala keberanian, Elise keluar dari kamar tamu dan berjalan menuju pintu utama. Sekujur tubuhnya tegang. Ia menahan nafas sebelum akhirnya membuka pintu.

"Elise," ujar Cellina bersusah payah.

Elise berusaha menahan diri saat melihat pemandangan yang membuatnya merasa jijik, juga sakit hati itu. Cellina tengah memapah Theo yang sedang mabuk. Theo terlihat sempoyongan, ia bahkan tidak bisa berdiri tegak.

Tanpa menunggu respon dari Elise, Cellina buru-buru menjatuhkan tubuh Theo ke dalam pelukan Elise. Untung saja Elise bergerak cepat menangkapnya. Ia hampir saja ikut terhuyung karena berat tubuh Theo.

"Maaf sudah mengganggumu malam-malam begini, Elise." kata Cellina. "Theo mabuk berat dan..."

"Kenapa kau tidak membawanya ke tempatmu saja?"

Ucapan Elise barusan membuat Cellina tertegun selama beberapa detik. Elise sendiri tidak tahu mengapa pertanyaan seperti itu bisa meluncur begitu saja dari bibirnya. Rasa sakit hatinya sudah membuat hatinya mati rasa.

"Elise, kumohon dengarkan aku." pinta Cellina tulus. "Biar kujelaskan. Sebenarnya aku ini..."

"Berhenti,"

Tiba-tiba Theo berbicara, meskipun kelihatannya ia tidak dalam keadaan sepenuhnya sadar. "Sudah kubilang, kau tidak perlu menjelaskan apa pun padanya."

Sungguh. Elise begitu ingin melepaskan Theo dari pelukannya, saat itu juga. Membiarkan pria itu terkulai di atas lantai. Tapi ia tak tega. Andai saja ia bisa bersikap sedikit tega, mungkin hatinya tidak akan sehancur sekarang.

"Kepalamu masih saja keras walaupun kau sedang mabuk, Theodore Blake!" ujar Cellina resah. "Baiklah," Cellina memijat pelipisnya sebelum melanjutkan ucapannya. "Elise, dengar. Aku ingin kau tahu dua hal. Pertama, semua yang terjadi hari ini tidak seperti yang kaukira. Kedua, Theo sangat..."

"Pergilah!" seru Theo sambil mengayunkan sebelah tangannya. Tapi saat itu ia benar-benar kehilangan tenaga. Ia sampai terhuyung saat mengayunkan tangan.

"Oke, sepertinya aku harus segera pergi. Selamat malam, Elise." ujar Cellina sebelum meninggalkan tempat itu.

Entah kenapa Elise merasa janggal melihat sikap Cellina barusan. Wanita itu tidak terlihat seperti memiliki niat buruk padanya. Elise menjadi penasaran dengan apa yang ingin dikatakan Cellina padanya.

Tapi tubuhnya tidak bisa menopang tubuh Theo lebih lama lagi. Pria itu terlalu berat. Dengan segela kekuatan yang tersisa, Elise berhasil memapahnya ke kamar. Ia segera menjatuhkan tubuh Theo ke atas kasur.

Ini pertama kalinya Elise melihat Theo mabuk seperti ini. Sejak mereka menikah, Elise tidak pernah melihat Theo minum minuman keras, apalagi hingga mabuk seperti sekarang. Mengingat profesinya sebagai seorang dokter, Theo termasuk orang yang cukup menjaga kesehatan. Tapi kenapa ia jadi seperti ini?

Tidak, ia tidak boleh lengah. Ia sudah memutuskan untuk berpisah dengan pria itu. Elise berusaha mengingatkan dirinya. Sebaiknya aku segera pergi, batinnya.

Elise baru saja membalikkan badan ketika tangan Theo tiba-tiba mencegatnya. Pria itu meraih pergelangan tangannya dan menahannya agar tidak pergi.

Elise menoleh ke arah tangannya, lalu ke arah Theo yang terbaring dengan tatapan heran. Pria itu terlihat masih memejamkan matanya. Ia mencoba menarik tangannya, tapi Theo menggenggamnya erat. Dalam sekali tarikan, tubuh Elise langsung jatuh tepat di atas tubuh Theo.

"A-apa yang kaulakukan?" seru Elise kaget.

Bau alkohol tercium jelas olehnya, membuat perutnya mulas. Sejak dulu Elise benci dengan aroma alkohol. Ia berusaha menarik diri, tapi Theo tidak membiarkannya pergi.

"Lepaskan aku," ujar Elise.

Sepasang mata di hadapannya itu terbuka. Elise bahkan tak sadar dirinya menahan nafas ketika sepasang mata itu menatapnya lekat. Pesona yang dimiliki Theo sungguh memabukkan.

"Elise..."

Dengan sekali gerakan cepat, Theo berhasil menjatuhkan wajah Elise di atas wajahnya. Kedua bibir mereka menempel. Elise merasakan kehangatan bibir Theo yang mengecup bibirnya. Dan setelah itu, Theo memalingkan wajah dan mendekap Elise dalam pelukannya. "Kumohon, sebentar saja." bisiknya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Jatuh Cinta Setelah Permintaan Cerai   Bab 27 - [21+] Wild Bitch

    malam sebelumnya..."Mertuanya menghajarnya habis-habisan." ujar Kelly sambil tertawa penuh kemenangan, lalu meneguk wine-nya.Nathan yang mendengar cerita Kelly mendengus. "Jujur saja aku benci mendengar ceritamu. Kau menjebak Elise!"Malam itu, sebelum pukul sembilan, Kelly tiba-tiba menelepon dan mengundang Nathan ke apartemennya. Sebenarnya Nathan tak berniat datang. Namun kata-kata yang diucapkan Kelly membuatnya penasaran dan berakhir di apartemen mewah milik wanita itu."Aku punya rencana bagus agar kau bisa mendekati Elise."Dan sekarang, Nathan berada di apartemen Kelly, menikmati wine sambil mendengarkan wanita itu menceritakan apa yang sudah dilakukannya tadi di pesta ulang tahun kakek Theo."Kau mungkin benci mendengarnya. Tapi apa tak terpikir olehmu? Aku baru saja membantumu. Hubungan Elise dan Theo akan merenggang malam ini. Mereka akan bertengkar hebat!"Nathan meletakkan sebelah tangan di lengan sofa. "Katakan padaku, apa yang bisa kulakukan setelah ini.""Tentu saja

  • Jatuh Cinta Setelah Permintaan Cerai   Bab 26 - We Need to Talk

    Raut heran terlihat jelas di mata Bibi Bernadeth saat melihat Theo pagi-pagi sekali sudah berada di meja makan. Tapi ia tak mengutarakannya. Dan Theo yang juga menyadari hal ini pun berpura-pura seolah tak menyadari apa pun.Theo sengaja bangun lebih awal pagi ini. Ia tahu betul kebiasaan Elise yang selalu bangun lebih awal untuk menghindari bertemu dengannya. Pagi ini, Theo tak akan membiarkan hal itu terjadi. Jadi, ia bisa menyelesaikan apa yang perlu diselesaikannya dengan Elise sebelum istrinya itu pergi ke klinik."Nyonya Elise sepertinya kelelahan setelah pesta semalam," ujar Bibi Bernadeth memancing.Theo hanya mengangguk. Tak ada yang tahu bahwa semalam ia tidur di kamar tamu. "Buatkan aku kopi." perintahnya, dan Bibi Bernadeth dengan sigap langsung beringsut ke dapur. Kurang dari lima menit wanita tua itu kembali dan membawakannya secangkir kopi.Sebenarnya Theo bukan orang yang suka dengan kopi. Jarang sekali ia minum cairan hitam itu. Tapi karena malam ini ia kurang tidur,

  • Jatuh Cinta Setelah Permintaan Cerai   Bab 25 - Leave Me

    Tepat lima menit sebelum jam tangannya menunjukkan pukul satu malam, Theo tiba di rumahnya. Dua buah mobil yang berdiri di pekarangan rumahnya membuatnya keningnya berkerut. Ia tidak pernah melihat kedua mobil ini sebelumnya.Theo segera turun dari mobil, dengan langkah lebar langsung berjalan masuk ke dalam rumah. Nafasnya yang semula menderu perlahan mereda saat melihat 'para tamu' yang ada sedang duduk di sofa, meskipun tidak di waktu yang seharusnya. Kedatangannya disambut oleh empat pasang mata yang berada di ruang tamunya."Apa yang kalian lakukan di sini?" tanya Theo tanpa berbasa-basi—yang memang bukan keahliannya. Ia menatap kedua lelaki tak dikenal yang ada di sana, lalu beralih menatap kedua perempuan yang dikenalinya. Mia dan Cellina. "Di mana Elise?" tanyanya lagi."Theo," Mia-lah yang pertama kali membuka suara di tengah keheningan malam itu. "Kau tak pernah cerita apa pun tentang cinta pertamamu."Alis Theo langsung terangkat mendengar ucapan adiknya yang tak kalah cepla

  • Jatuh Cinta Setelah Permintaan Cerai   Bab 24 - About Cellina

    "Sial! Kenapa aku harus bertemu dengannya di sini?" gerutu Cellina dengan wajah memberengut.Setelah pertemuannya dengan Kelly Dempsey, ia dan Liam akhirnya memutuskan untuk keluar mencari udara segar. Mereka berjalan-jalan di taman dan berakhir duduk di sebuah bangku kayu. Taman itu dulunya adalah tempat di mana ia dan kedua sepupunya, Theo dan Mia, bermain bersama-sama. Malam itu, suasana taman di belakang mansion sepi, berbeda dengan suasana di dalam mansion yang begitu meriah. Rasanya mereka tak salah memilih tempat itu untuk mencari ketenangan sejenak.Liam yang duduk di sampingnya menepuk-nepuk punggung tangannya dengan lembut. "Jadi kalian memang bukan teman baik?" tanyanya polos."Jelas tidak!" sahut Cellina cepat. Ia benar-benar tak sudi disebut sebagai teman baik Kelly Dempsey.Liam terkekeh pelan. Sikap Cellina barusan sangat lucu baginya. Ia belum pernah melihat sisi Cellina yang seperti ini.Cellina yang melihat Liam tertawa, seketika memberengut. "Kenapa kau malah tertaw

  • Jatuh Cinta Setelah Permintaan Cerai   Bab 23 - Old Friend

    Cellina Rose sesekali melirik ponselnya, berharap jika Mia atau Elise akan segera membalas pesannya. Ia datang terlambat ke acara ulang tahun kakeknya karena harus menemui seorang klien sore ini. Dan saat tiba di mansion, ia sama sekali tidak melihat Mia, maupun Elise. Ia sudah mencoba menghubungi keduanya. Namun tak satu pun dari mereka yang menjawab."Kau menunggu seseorang?" tanya lelaki yang saat itu bersamanya.Cellina tersenyum kecil. "Ya, aku sedang mencari sepupuku. Dia belum membalas pesanku," sahutnya. "Maaf kalau ini membuatmu terganggu, Liam."Liam Milner, putra salah seorang rekan bisnis ayah Cellina yang cukup akrab dengannya. Kedua orang itu saling menyukai. Namun mereka belum meresmikan hubungan mereka."Oh," Liam tersenyum. "Tidak masalah. Aku sama sekali tidak merasa terganggu." Lelaki itu kemudian mengangkat gelas champagne-nya ke arah Cellina, mengajaknya untuk bersulang. Kemudian terdengar suara dentingan gelas yang beradu pelan.Cellina dan Liam mengobrol ringan,

  • Jatuh Cinta Setelah Permintaan Cerai   Bab 22 - Slander

    Theo menghentikan gerakannya ketika ponsel dalam saku jasnya bergetar untuk kesekian kalinya. Suasana nyaman yang dirasakannya bersama Elise saat itu membuatnya lupa bahwa dirinya adalah seorang dokter, yang itu berarti ia harus selalu siap-sedia ketika ponselnya berdering di luar jam kerja.Ia mengajak Elise menepi. "Maaf, ada telepon dari rumah sakit." gumamnya pada Elise.Elise mengangguk, menunjukkan bahwa dirinya tak keberatan jika Theo menjawab teleponnya sekarang.Sementara Theo berbicara di telepon, Elise mengedarkan pandangan ke sekitar. Ia belum melihat Mia, juga Cellina, sejak tadi. Ia berharap bisa bertemu dengan kedua wanita itu malam ini, di tengah lautan manusia yang ada di sana.Namun pandangannya justru berhasil menemukan sosok ibu mertuanya, Jessica Blake. Jessica berada di lantai dua, terlihat sedang mengobrol dengan seorang perempuan muda yang tak menunjukkan seluruh wajahnya. Sejenak Elise tertegun. Perempuan berambut blonde bergelombang itu terasa tak asing bagin

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status