LOGINElise Bowman menginginkan perceraian setelah melewati tiga tahun pernikahan tanpa cinta bersama Theodore Blake. Meskipun jauh di lubuk hatinya ia sangat mencintai suaminya yang dingin itu. Keinginan istrinya untuk bercerai membuat Theodore Blake, yang diam-diam jatuh hati pada istrinya, menjadi frustrasi. Kehadiran orang ketiga, seseorang dari masa lalunya, membuat segalanya semakin runyam. Apakah mereka akan mempertahankan rumah tangganya? Atau justru memilih untuk membuang perasaan sesungguhnya yang tersembunyi dalam diri mereka masing-masing?
View MoreBRAKKK!
Theodore Blake memukul meja makan yang terbuat dari kayu berkualitas terbaik itu dengan keras. Elise hanya bisa tertunduk melihat suaminya murka.
"Bukankah sudah kubilang untuk segera mencari seorang asisten di klinik?" Theo membentaknya dengan suara tinggi. "Kenapa kau tidak pernah mendengarkanku?!"
"Aku sudah memasang iklan lowongan pekerjaan di depan gerbang. Tapi belum ada seorang pun yang cocok dengan upahnya." jelas Elise dengan suara bergetar.
Theo kemudian mendatanginya, lalu menarik lengannya. Elise mengerang kesakitan karena cengkeraman Theo yang begitu kuat.
"Theo, kumohon. Lepaskan aku. Sakit..." pinta Elise memohon.
Theo menurut, ia melepaskan lengan Elise. Namun tak hanya sampai di situ. Ia kemudian menarik kasar wajah Elise sehingga jarak wajah mereka sangat dekat. Sampai-sampai Elise dapat mendengar nafas Theo yang menderu seperti seekor binatang buas.
"Elise Bowman, selagi kau masih ingin tinggal di rumah ini dan menjalankan klinikmu, kau harus melayaniku." gumam Theo penuh penekanan.
Elise tersadar dengan masalah yang tengah dihadapinya. Ia menganggukkan kepala dengan kedua mata terpejam. Sungguh sakit. Dadanya terasa sakit melihat perlakuan suaminya.
"Sebentar lagi aku akan mendapatkan St. Louis Hospital. Jadi, pernikahan ini akan segera berakhir."
Setelah mengucapkan kalimat itu, Theo segera menyingkirkan wajah Elise dari hadapannya dengan kasar seraya membalikkan badan. Kemudian ia menarik jasnya yang tersampir di bangku dan berjalan pergi tanpa menunggu jawaban dari Elise.
"Theo, tunggu..."
Sosok pria itu menghilang dengan cepat dari pandangannya. Seisi rumah yang semula dipenuhi keributan, kini hanya tinggal keheningan. Elise terduduk lemas di bangku sambil memegangi dadanya. Di saat itu pula air mata mengalir jatuh dari sudut matanya.
Jika bukan karena hutang mendiang ibunya pada lintah darat yang harus ditanggungnya, jika bukan karena klinik hewan tempat ia bekerja dulu tutup, ia tidak perlu mengalami hal ini. Menikah dengan seorang pria yang tak mencintainya.
Hatinya hancur. Tiga tahun pernikahannya, pria itu tak pernah memperlakukannya dengan baik. Dan bodohnya, Elise malah jatuh hati pada Theodore.
"Nyonya, maaf. Apa Anda ingin dibuatkan sesuatu? Saya akan membuatkan makan malam untuk Anda." Tiba-tiba seorang pelayan muncul dari belakang. Ia menatap Elise prihatin.
Elise menggeleng sambil menyeka air mata. "Tidak perlu. Aku tidak lapar."
Ia langsung beranjak dari ruang makan dan pergi ke kamar.
Sejak awal Elise tak habis pikir, tapi ia juga tak punya keberanian untuk bertanya. Ada beberapa orang pelayan yang bekerja di rumah mewah itu. Bahkan mereka punya keahlian memasak, tidak seperti Elise yang sama sekali tak bisa memasak.
Namun entah mengapa, Theo tidak membiarkan satu orang pun dari mereka untuk memasak. Theo ingin Elise-lah yang memasak dan menyiapkan makanan untuknya. Karena itu, Elise terpaksa harus belajar memasak di tengah kesibukannya menjalankan klinik hewan. Dan anehnya, Theo tidak pernah mengeluh tentang rasa masakan Elise. Di lain sisi, Elise cukup bersyukur untuk hal itu.
Hari itu klinik hewan sederhana yang berada berdampingan dengan rumah tempat tinggalnya, kedatangan banyak pasien. Elise cukup kewalahan, karena asistennya mengundurkan diri beberapa minggu lalu. Sebagai seorang dokter hewan, Elise tidak tega membiarkan hewan-hewan malang yang membutuhkan pertolongannya.
Dan masalah yang harus dihadapinya karena mengutamakan pekerjaannya adalah Theodore Blake.
Elise menjatuhkan diri di atas kasur, menatap gambar dirinya bersama Theo yang tergantung besar di hadapannya. Itu terakhir kalinya ia melihat Theo tersenyum padanya.
Kedua matanya terpejam. Rasa sakit yang dirasakannya begitu menyiksa. Elise tak tahan dengan perlakuan Theo. Tapi di sisi lain, ia juga merasa tak sanggup untuk berpisah dengan suami yang tak mencintainya itu. Kedua perasaan yang dirasakannya ini sungguh membuatnya merasa sesak. Apa yang harus kulakukan?
"Kurasa kakakmu menikmati waktu bersenang-senangnya dengan Kelly." ujar Nathan pada wanita yang duduk di sampingnya itu. Jam tangannya sudah menunjukkan hampir pukul dua belas malam.Clara mengedikkan bahu, lalu meneguk minumannya dan menghabiskannya dalam sekali teguk. "Sepertinya kau benar." gumamnya seraya mengambil tas tangan mungilnya di atas meja. "Kalau begitu aku tidak akan menunggu. Sebaiknya aku pulang.""Kau pulang dengan apa?" tanya Nathan sebelum Clara pergi."Taksi." sahutnya. "Kunci mobilku ada pada Adrian. Dia yang menyetir tadi.""Bagaimana kalau aku yang mengantarmu pulang?"Kedua mata biru Clara membulat lebar mendengar ucapan Nathan. Ia tampak berpikir sejenak sebelum akhirnya menjawab, "Oke, kalau kau tidak keberatan."Nathan melajukan mobilnya dengan kecepatan cepat di tengah jalanan yang mulai sepi. Wanita yang duduk di sampingnya itu tampak tenang, seolah dirinya memang sudah terbiasa dengan kecepatan seperti itu. Suasana agak canggung. Tapi Nathan segera memec
"Jadi, wanita tadi bukan kekasihmu?" tanya wanita berambut gelap sebahu itu sebelum meneguk minumannya.Nathan menggelengkap kepala. "Tentu saja bukan. Dia hanya seorang teman." sahutnya. Tapi tidak menjelaskan secara mendetail. Ia tidak mungkin mengatakan yang sesungguhnya pada wanita itu, bahwa Kelly Dempsey adalah teman seperjuangannya untuk memisahkan sepasang suami istri, juga bahwa Kelly Dempsey adalah teman tidurnya.Wanita itu tergelak ringan. "Dari caramu berbicara, kau sepertinya sangat yakin bahwa hubungan kalian tidak akan lebih dari sebatas teman." ujarnya sambil melemparkan tatapan curiga ke arah Nathan."Ya," Nathan mengedikkan bahu. "Karena itu memang tidak akan mungkin terjadi."Wanita itu mencondongkan tubuhnya ke depan, kali ini menatap Nathan penasaran. "Kenapa? Bukankah dia sangat cantik dan menggoda?"Kali ini giliran Nathan-lah yang tergelak. "Dia bukan tipeku." jawabnya singkat dan jelas.Sekali lagi wanita itu menatap Nathan dalam-dalam, seolah mencari celah d
Elise terduduk di tepi ranjang kamar tamu. Setelah perdebatannya dengan Theo tadi di ruang tamu, ia memutuskan untuk kembali tidur di sana. Sementara Theo, ia langsung meninggalkan rumah tanpa sepatah kata pun.Jam dinding sudah menunjukkan hampir pukul 12 malam. Hingga saat ini ia tak melihat tanda-tanda bahwa Theo pulang ke rumah. Ke mana dia? Apa dia baik-baik saja? Elise merasa khawatir dalam hati. Tiba-tiba ia teringat sesuatu yang disimpannya di dalam laci nakas saat masih tidur di sana. Ia beringsut mendekat ke arah laci, lalu membukanya.Sebuah amplop coklat berisikan lembaran foto Theo bersama seorang wanita. Tak hanya di e-mail, ia juga mendapatkan foto cetak yang dikirim ke klinik. Entah siapa yang mengiriminya. Saat menanyakannya pada Amy, gadis itu juga kebingungan. Amy sudah bertanya kepada si kurir, tapi hasilnya nihil. Si kurir hanya diminta untuk mengantarkan amplop itu ke klinik.Elise menahan nafas melihat setiap lembaran foto itu. Tak satu pun dari foto-foto terseb
Rahangnya mengeras saat membaca kalimat teratas yang tertera di kertas itu. Surat perceraian. Ditambah lagi ucapan Elise di waktu bersamaan, membuat Theo nyaris kehilangan kendali atas dirinya. Nafasnya menderu cepat. Ia tak menyangka jika hal semacam ini yang akan menyambutnya saat pulang."Aku ingin bercerai darimu." ujar Elise datar. Tatapannya kosong.Theo setengah mendengus setengah tergelak. "Apa katamu? Bercerai?"Elise menganggukkan kepalanya pelan, tanpa sedikit pun membalas tatapan Theo.Detik itu juga, tanpa pikir panjang, Theo langsung merobek kertas tersebut. Elise yang melihat hal itu langsung tersentak dan menatapnya tak percaya."Tidak ada kata perceraian di antara kita." gumam Theo dengan nada rendah, namun penuh penekanan."Apa yang kau lakukan? Kenapa kau merobeknya?""Apa ucapanku barusan tak cukup jelas?" Theo melangkah mendekati istrinya yang tampak ketakutan, seperti melihat monster yang hendak menerkamnya.Elise spontan melangkah mundur. Langkah demi langkah, a


















Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
reviews