Sepeninggal Renatta, Jonatan kembali beraksi. Ia melangkah keluar, berjalan menuju ruang rahasia miliknya.
Seorang laki-laki bertubuh besar dengan tangan serta kaki dirantai meringkuk di sudut ruangan. Matanya menatap was-was tempat yang menjadi akhir dari takdirnya.“Tuan Jo datang.” Salah satu petugas yang bertubuh jangkung sedang berbisik kepada beberapa rekannya, yang ditugaskan untuk mengurung Vito. .“Cepat, copot rantainya!” titah petugas lain yang segera dilakukan oleh yang lain.“Tolong lepaskan aku! Tolong maafkan aku! Aku tidak akan melakukan kesalahan yang sama ….” rintih Vito yang saat ini kedua tangannya telah dilepas dari rantai. “Beritahu Tuan Jonatan, aku akan melakukan apa pun, asal dia tidak membunuhku!” sambungnya dengan suara yang terdengar bergetar.Ini adalah salah satu pekerjaan Jonatan Allard selain menjadi seorang CEO, yang tak pernah tercium oleh keluarga besarnya. Ya, laki-laki itu adalah seorang Mafia yanJonathan tampak bersemangat ketika memasuki area apartemen miliknya. Ia berkeinginan akan memperkenalkan Massimo miliknya kepada sang budak. Ia berpikir jika saat ini adalah moment yang tepat agar Sasi lebih mengenal dirinya secara menyeluruh. Pria itu tampak menggendong Sasi. Wanita itu tidur pulas, sehingga Jonathan enggan membangunkannya. Setelah sampai di dalam tempat tinggalnya, pria itu kaget karena di dalam sudah ada seorang wanita cantik duduk dengan menyilangkan kaki. Namun, setelah beberapa detik Jonathan kembali ke fokus utamanya—Sasi Theresia. “Siapa itu, Jo? Kau punya kekasih?” tanya wanita cantik dengan tatanan rambut disanggul. Dia adalah Liodra Allard ibu dari Jonathan. “Ada apa Ibu ke sini? Mana ayah?” bukan menjawab pertanyaan, pria itu malah melontarkan pertanyaan kepada Liodra. Matanya menelusuri ruang apartemen, mencoba untuk mencari sosok sang ayah. Liodra tersenyum. “Lebih baik kau tidurkan saja gadis itu. Tampaknya dia
“Davin, kau tidak benar-benar menjual Naina, ‘kan?” Seorang pria bertubuh gagah, berwajah tampan, sedang duduk di dalam kelab milik Davin. Kelab yang kerap sekali melelang para budak di akhir pekan. Davin, pria bertopeng rubah itu tersenyum picing, ia sedang memainkan cerutu yang berada di atas sebuah asbak. “Kau ini kacau, Tom. Bukankah aku sudah membeli Naina satu juta euro. Jadi … terserah padaku, kujual atau tidak. Bukan lagi menjadi urusanmu.”Tommi atau yang kerap disapa Tom itu melurutkan pundaknya. Pasalahnya, ia hanya berencana ingin menitipkan wanita bernama Naina di pusat perdagangan budak tersebut, bukan ingin menjualnya. Sebab, ia begitu mencintai wanita bernama Naina. “Berapa kau jual dia. Siapa yang telah membelinya?”Davin kembali terkekeh. “Barang yang sudah dijual, jangan pernah lagi berharap kembali. Mungkin wanita itu saat ini sudah menjadi santapan anj*ng tuannya.”Bruuak!Tom menggebrak meja berbentuk bund
Mungkin Jonathan tidak terlalu fokus dengan inti pertanyaan Sasi. Pria itu hanya mendengarkan sang budak dapat mengucapkan kalimat dengan begitu lancar tanpa gugup. Namun, bagi Sasi sendiri ia telah kehilangan kesempatan besar. Kesempatan untuk tahu apa arti dari kata kekasih. Jonathan segera melajukan kendaraannya, membelah pusat kota yang terbilang cukup ramai. Dilihatnya Sasi dari ekor matanya yang tampak bingung melihat segala keragaman yang tersuguh di depan mata. Wanita itu sesekali memegang kaca jendela dengan ketakjubannya. Jonathan yang mencuri-curi pandang hanya bisa tersenyum dalam diam. Setelah menempuh perjalanan kurang lebih tiga puluh menit, mobil sport keluaran terbaru milik Jonathan pun perlahan menepi dan terparkir di depan sebuah toko yang lumayan besar. Kedua mata Sasi berkerling saat mereka memasuki toko boneka. Pria itu sudah memesannya, bahkan telah membeli toko itu untuk Sasi. Sebelum sampai di tempat tersebut, Jonathan pun tela
Samar-samar Sasi mengingat sesuatu, tentang mimpi sebuah tato kumbang hitam yang berada di dahi seorang laki-laki. Pikirannya berkecamuk saat ini, tapi ia tak mungkin bercerita kepada Jonatan dengan keadaan terbata. Wanita cantik itu memutuskan akan bercerita kepada Jonatan setelah ia sedikit lancar berbicara. Ingatannya berlarian pada pria bernama Tom—seorang pemuda yang begitu tampan, yang menyiapkan segala perlengkapan untuk menyambut Sasi ulang tahun. Lalu, wanita itu berjanji pada pria bernama Tom jika di malam ulang tahunnya ia bersedia melepas kegadisannya untuk sang kekasih. Namun, segalanya berubah ketika pria yang memiliki tato kumbang berwarna hitam menyeretnya ke dalam ruangan yang begitu dingin. Kala itu, tangannya diikat oleh sebuah rantai. Ia dipaksa masuk ke dalam sebuah tabung berwarna putih. Tanpa sempat memberontak mulutnya dipaksa untuk terbuka. Cairan pahit langsung menghampiri kerongkongannya. Selepas itu, Sasi melupakan segalanya.
“Namaku Arra, aku tidak ingin menyakitimu, aku hanya ingin berteman denganmu.” Wanita yang berada di hadapan Sasi tampak mengulurkan tangannya. Sasi melebarkan kedua matanya dan langsung menutup kepalanya. Pasti dia orang jahat! Sasi ingin menjauh dari wanita yang bernama Arra, tapi wanita dengan rambut bergelombang itu duduk di samping Sasi. Sontak, Sasi menjauhkan tubuhnya agar tidak bersentuhan. “Aku tidak akan menyakitimu, aku hanya ingin berteman,” ujar wajita itu pelan, seolah-olah dirinya begitu tersakiti atas sikap Sasi. Mau tidak mau rasa tidak nyaman merambat. Jonatan telah berpesan padanya jika ia tidak boleh percaya kepada orang lain selain padanya. Namun, tampaknya wanita yang berada di sampingnya begitu baik. Dengan susah payah, ia mengucapkan namanya. “S … Sa … Sassi ….” Dapat ia rasakan wanita yang duduk berjajar dengannya menoleh. Sedangkan Sasi sendiri menundukkan pandangannya. Menyembunyikan wajahnya di balik helaian rambut. “Kau mengatakan sesu
Sepeninggal Renatta, Jonatan kembali beraksi. Ia melangkah keluar, berjalan menuju ruang rahasia miliknya. Seorang laki-laki bertubuh besar dengan tangan serta kaki dirantai meringkuk di sudut ruangan. Matanya menatap was-was tempat yang menjadi akhir dari takdirnya. “Tuan Jo datang.” Salah satu petugas yang bertubuh jangkung sedang berbisik kepada beberapa rekannya, yang ditugaskan untuk mengurung Vito. . “Cepat, copot rantainya!” titah petugas lain yang segera dilakukan oleh yang lain. “Tolong lepaskan aku! Tolong maafkan aku! Aku tidak akan melakukan kesalahan yang sama ….” rintih Vito yang saat ini kedua tangannya telah dilepas dari rantai. “Beritahu Tuan Jonatan, aku akan melakukan apa pun, asal dia tidak membunuhku!” sambungnya dengan suara yang terdengar bergetar. Ini adalah salah satu pekerjaan Jonatan Allard selain menjadi seorang CEO, yang tak pernah tercium oleh keluarga besarnya. Ya, laki-laki itu adalah seorang Mafia yan