Claire menyelamati dirinya dalam hati karena bisa bertahan untuk tetap bersikap sopan sampai tamu orang tuanya pulang. Dia bahkan pantas diberi piala karena tetap tenang saat Andrew memegang tangan dan mengecup punggung tangannya sebelum pria itu pamit.
“Aku tidak percaya kalian bisa melakukan ini padaku,” ucap Claire begitu mobil keluarga Collins keluar dari kediaman keluarganya.
“Kalian menganggapku apa? Barang yang bisa dijual?” Claire meluapkan emosinya.
“Claire, Sayang, kita bisa bicarakan ini di dalam.” Claire ingin berontak, tapi, Nyonya Wilson sudah lebih dulu menariknya ke dalam rumah. Mereka berkumpul di ruang keluarga.
“Kenapa?”
“Karena ini bagus untuk perusahaan, Princess.”
“Aku tidak merasa seperti seorang puteri sekarang.” Claire melihat ayahnya marah. Bagaimana bisa Tuan Wilson memanggilnya Princess setelah beliau menjatuhkan bom besar yang disebut perjodohan?
“Yang aku tahu puteri menikahi pangeran yang dia cintai,” Claire menarik napas dan mengeluarkannya. Tetap tenang butuh usaha keras bagi Claire. Tidak pernah dalam hidupnya dia merasa seperti ini. Keluarganya memberi Claire emosi negatif dalam sekejap.
“Terlepas dari itu, aku belum ingin menikah. Aku masih ingin melakukan banyak hal,”
“Kau tidak akan langsung menikah, Nak. Kalian bisa bertunangan terlebih dahulu dan saling mengenal. Andrew sangat baik dalam melakukan pekerjaannya, dan Ayah yakin dia akan menjadi suami yang baik untukmu,” terang ayahnya yang diabaikan Claire. Reaksinya mungkin tidak begini jika dia diberitahu rencana mereka, walaupun dia tetap menolak perjodohannya.
“Kenapa kalian tidak menjodohkan Christian saja?” Claire menatap kakaknya kesal. Dia tahu Christian selalu mengikuti ucapan ayah mereka—Christian adalah versi muda Tuan Wilson. Walaupun begitu, tidak bisakah Christian memberitahunya? Mereka bersaudara, seharusnya mereka saling mendukung dalam situasi apa pun.
“Dia anak pertama. Dari segi umur dia lebih pantas menikah daripada aku,” Christian memicingkan matanya pada Claire. Apa adiknya mengisyarakatkan bahwa dia tua? Usianya masih dua puluh sembilan tahun, seusia dengan Andrew. Dia masih muda.
“Kalian bisa mencarikan jodoh yang pantas untuknya,”
“Christian sudah punya kekasih, Nak.” Nyonya Wilson berucap lembut.
“Christian bisa punya kekasih dan aku tidak?!” balas Claire tidak percaya. Apa mereka pilih kasih sekarang?
“Jaga suaramu, Claire,” Suara Tuan Wilson rendah penuh peringatan. Claire memalingkan wajah menatap apa saja asal bukan keluarganya. Dia seperti seekor rusa yang dikepung tiga singa. Namun, dia tidak menyerah. Dia tidak akan menyetujui rencana keluarganya.
“Tenang saja, Claire. Aku pasti menikah lebih dulu darimu. Dan itu tidak dalam waktu dekat ini. Kau masih bisa santai.” Ucapan Christian sama sekali tidak menenangkan Claire.
“Christian selalu berhubungan dengan orang yang tepat, berbeda denganmu,” kata-kata Tuan Wilson membuat Claire menatap ayahnya. Dia tidak pernah mengenalkan mantan-mantan kekasihnya atau membicarakan mereka dengan ayahnya.
“Ayah senang begitu kau putus dengan dokter magang itu,” Claire melihat ibunya dengan tatapan menuduh. Hubungan Claire berakhir tujuh bulan yang lalu, dia cukup patah hati saat putus dengan Daniel Davidson dan dia membagi kegundahan hatinya dengan Nyonya Wilson. Ibunya pasti memberitahu ayahnya.
“Kamu tidak tahu berapa banyak hutang yang dia miliki,” mungkin Claire merasa Tuan Wilson tidak peduli dengan hubungan asmaranya karena dia tidak pernah bertanya, tapi dia selalu mencari tahu latar belakang laki-laki yang berhubungan dengan puterinya. Dia tidak mau Claire berhubungan dengan orang yang salah.
“Dia akan terus menempel seperti lintah sampai darahmu habis. Laki-laki sepertinya hanya akan memanfaatkanmu. Dia pasti meminta uang darimu.”
“Cukup, Ayah. Mungkin kami sudah putus, tapi aku tidak akan membiarkan Ayah menghina Daniel. Dia tidak pernah meminta uang dariku. Dia pekerja keras dan sangat menyayangi adik-adiknya.” Claire harap kata-kata terakhirnya menyinggung Christian. Orang yang seharusnya mendukung dirinya malah berpihak pada ayah mereka.
“Kamu melakukan semuanya dengan baik, Nak. Namun, untuk pasangan, pilihanmu sangat buruk,” Tuan Wilson mengabaikan Claire yang membela mantan kekasihnya.
“Karena itu Ayah mencarikan pasangan yang tepat untukmu. Andrew adalah pria yang sesuai. Baik dari segi fisik maupun finansial. Dia calon suami ideal,”
“Tapi aku tidak mencintainya, aku bahkan tidak menyukainya.” Claire menatap ayahnya teguh.
“Christian bisa menikah dengan wanita pilihannya,” Claire menatap ibu lalu ayahnya.
“Lalu Ayah dan Ibu menikah atas dasar cinta. Kenapa aku tidak diizinkan melakukan itu juga?”
“Karena sejauh ini orang-orang yang berhubungan denganmu semuanya pecundang,” Tuan Wilson menggelengkan kepalanya. Dia tidak perlu menjelaskan seberapa tidak berbobotnya mantan-mantan Claire. Mereka tidak selevel dengan puterinya.
“Dan pernikahan kami,” Tuan Wilson menatap istrinya penuh cinta.
“Butuh usaha dan waktu yang cukup lama agar kakek dan nenek kalian merestui hubungan kami,” Tuan Wilson menatap Claire keras.
“Situasi kami tidak bisa dibandingkan denganmu.” Istrinya tidak memiliki kekurangan apa pun. Namun, di mata ayahnya—kakek anak-anaknya—ras Irene Park yang merupakan Asia adalah kekurangan istrinya.
“Sudah, James.” Nyonya Wilson menyentuh tangan suaminya.
“Sayang, kami hanya menginginkan yang terbaik untukmu,” lanjut Nyonya Wilson.
“Cobalah untuk mengenal Andrew terlebih dahulu. Setelah itu baru putuskan apakah kamu mau menikah dengannya atau tidak.”
“Irene—“ Nyonya Wilson menggelengkan kepalanya mencegah Tuan Wilson mengeluarkan protesnya.
“Mama mengerti apa yang kamu inginkan, Claire. Namun, kau pasti tahu, cinta tidak muncul tanpa perkenalan terlebih dahulu. Jangan memutuskan sebelum kamu mencoba dekat dengan Andrew,” jelas Nyonya Wilson berharap puterinya mengerti.
“Aku tidak mau melakukannya,” ujar Claire lalu pergi dengan penuh emosi. Tidak pernah dia melawan orangtuanya, tapi kali ini dia akan berusaha agar mereka tidak pernah merencanakan perjodohannya lagi. Dia pasti menemukan cara.
“Aku akan membuatnya mengerti.” Christian hendak berdiri, tapi ibunya menggelengkan kepala.
“Biarkan dia tenang. Lagipula adikmu sudah menganggapmu musuh sekarang, Christian.” Christian tersenyum miring. Adiknya hanya merajuk, bukan hal yang tidak bisa dia atasi. Claire tidak tahu bahwa dia tidak akan membiarkan adiknya menikah dengan orang yang salah. Dia tidak menyetujui rencana perjodohan yang dilakukan ayahnya begitu saja. Sebelum kedua keluarga sepakat untuk menjodohkan Andrew dan Claire, Christian terlebih dahulu bertemu dengan Andrew untuk memperingatkan pria itu agar tidak menyakiti Claire. Jika Andrew melakukan itu, Christian orang pertama yang menghajar Andrew dan memastikan dia hidup menderita.
“Aku rasa lebih baik perjodohan Claire dibatalkan,” Nyonya Wilson sudah mengingatkan suaminya untuk memberitahu Claire tentang perjodohan yang mereka rencanakan, tapi beliau tidak mau mendengarkan. Akan lebih baik jika mereka mengenalkan Andrew pada Claire tanpa ada kata perjodohan. Mungkin Claire akan setuju bertemu dengan Andrew.
“Biarkan dia melakukan apa yang dia inginkan, setelah itu kita akan mengenalkan orang yang baik untuknya.”
“Dan membiarkan Claire berhubungan dengan sembarang orang?” Tuan Wilson melihat istrinya horor. Dia mengalami sport jantung setiap istrinya memberi tahu siapa saja yang dekat dengan Claire. Puterinya sangat berharga dan Andrew adalah pilihan terbaiknya.
“Aku tidak akan membiarkan itu terjadi.”
Claire masih diliputi kemarahan saat dia sampai di club.“A shot of tequila, please.” Pesan Claire pada bartender. Dia meminta teman-temannya, Evelyn, Mia, dan Alicia untuk menemuinya di Paradise Club.“Hari yang buruk?” bartender menyodorkan tequila pada Claire. Claire langsung meminumnya dalam sekali teguk.“Isi terus sampai aku bilang berhenti.” Claire mengabaikan pertanyaan bartender. Dia tidak tahu apakah ayahnya membatalkan perjodohan dengan Andrew atau tidak. Dia bukan hanya marah, tapi, kecewa dan sedih. Ibunya, orang yang sangat dia sayangi tidak memberitahu Claire tentang maksud pertemuan makan malam bisnis ayahnya. Beliau malah menyuruhnya membeli dress yang cantik. Rasa terkhianatinya lebih parah dibandingkan dengan ayah dan kakaknya karena dia selalu cerita pada ibunya.“Pelan-pelan. Kau bisa mabuk dalam waktu singkat jika minum seperti itu.” Si bartender memperingatkan Claire karena dia sudah empat kali mengisi gelas pelanggannya. Bartender itu meninggalkan Claire setela
“Aku masih ingin menciummu.” Kedua tangan Jayden langsung memegang wajah Claire sebelum wanita itu bisa mendaratkan bibirnya pada bibir Jayden. Dia tidak bisa bermain lebih lama lagi atau dia akan meledak.“I want you. Aku tidak bisa menahannya lagi,” Jayden menatap Claire dalam.“Come with me,” suara Jayden lembut merayunya.“Aku akan memuaskanmu bukan hanya dengan ciuman.” Claire melihat bibir Jayden. Ajakannya sangat menggoda, tubuhnya panas menginginkan lebih dari ciuman. Namun, bisakah dia melakukan one night stand?“Kau menginginkannya.” Claire menghadapkan tubuhnya ke meja bar dan meminum tequila-nya. Mungkin ini terakhir kalinya dia bisa melakukan apa yang dia mau. One night stand? Itu bukan hal yang besar. Jika teman-temannya bisa melakukan itu, dia juga pasti bisa. Claire hendak minum lagi, tapi sadar gelasnya kosong. Dia mengambil vodka Jayden dan menegaknya habis.“Aku menginginkannya.” Dua kata itu langsung membuat Jayden berdiri dan menarik Claire keluar dari club. Dia m
“Pemotretan selesai untuk hari ini!” Jayden berjalan menuju photographer untuk melihat hasil pengambilan gambarnya.“Hasilnya sangat bagus,” ujar Anthony menunjukkan gambar-gambar di kamera pada Jayden.“Ivy tidak salah menjadikanmu sebagai brand ambassador produk fashion-nya.” Jayden merasa puas setiap mendengar pujian dari rekan kerja-samanya. Dia melakukan pekerjaan yang dia geluti sejak umur dua puluh dua tahun dengan baik. Jayden sudah punya nama di dunia permodelan. Dia jadi brand ambassador beberapa merk fashion, mobil, skincare, perhiasan terkenal di dunia dan menjadi kameo di beberapa drama.“Sampai jumpa di pemotretan berikutnya.” Jayden pamit untuk mengganti pakaian, setelah itu pergi dari studio foto.“Jayden!” suara itu membuat Jayden menoleh ke belakang. Kevin Smith menghampirinya. Dia adalah rekan model yang bernaung di agensi yang sama cabang New York.“Let’s grab a drink. It’s been so long, Man.” Jayden tersenyum. Sudah satu tahun sejak dia datang ke New York, mereka
“Siapa dia, Claire?” tanya Alicia untuk kesekian kalinya. Sepanjang perjalanan pulang Claire terus menghindari pertanyaan Alicia.“Bukan siapa-siapa.” Claire duduk di sofa. Jayden memang bukan siapa-siapa baginya. Mereka kebetulan bertemu, itu bukan hal yang penting.“Dia teman dari teman yang mana? Tidak mungkin aku tidak tahu,” Alicia tidak mau mengakhiri pembicaraan mereka begitu saja.“Temanku yang lain. Kalian tidak mengenalnya.”“Lalu kenapa kau tidak mengatakan namamu yang sebenarnya?” Claire terdiam. Dia tidak menyangka Alicia seteliti itu.“Dia pasti tahu namamu jika ‘dia teman dari temanmu’.” Alicia menyilangkan tangannya di dada melihat Claire puas. Dia tidak bisa mengelak sekarang. Claire menghela napas karena tidak tahu bagaimana membalas Alicia selain berkata jujur.“Kami bertemu di club. Dia ... kami melakukan one night stand.” Claire mengatakan lima kata terakhirnya dengan cepat. Ini membuat Alicia duduk di samping Claire.“You did it? Kenapa?” Alicia pikir Claire akan
“Jangan melihat ke arah lain,” Jayden memegang wajah Claire dengan kedua tangannya.“Apa kau meninggalkan sihir padaku sebelum pergi?” Kenapa Jayden menatapnya seperti itu? Seolah dia kangen pada Claire.“Aku terus menginginkanmu, Claire.” Kalimat itu menggelitik hati Claire.“Jayden aku .... ” Claire berhenti. Dia tidak bisa mengatakan dia bukan wanita yang biasa melakukan one night stand karena sepertinya Jayden orang yang biasa melakukannya. Claire tidak tahu seperti apa reaksi Jayden jika dia mengatakannya. Malam itu dia melakukannya karena tekanan perjodohan dan pengaruh alkohol. Ya, alkohol. What a lame excuse.“Jangan berpikir terlalu rumit karena ini sederhana,” Jayden mendekatkan wajahnya pada wajah Claire.“Aku menginginkanmu dan kau juga menginginkanku.” Napas Jayden yang beraroma vodka menyapu wajahnya. Claire bohong jika dia tidak pernah memikirkan Jayden. Wajah tampan miliknya tidak diciptakan untuk dilupakan dan memikirkan Alicia mendekati Jayden membuatnya tidak rela.
“Jadi, apa kegiatanmu?” tanya Jayden sambil mengemudikan mobilnya menuju alamat yang Claire berikan. Awalnya wanita itu menolak diantar, tapi Jayden memaksa.“Bekerja.” Jawaban singkat Claire membuat Jayden mencengkeram setir. Claire tetap pada batasannya. Dia seperti dihadapkan pada dirinya versi wanita.“Aku ingin minta tolong padamu,” Claire melihat Jayden. Bukankah hubungan mereka hanya sebatas one night stand? Apa minta tolong tidak berlebihan?“Ini pertama kalinya aku ke New York.”“Kau tidak tinggal di sini, maksudku bukan warga New York?” Jayden menggelengkan kepalanya.“Aku dari Seoul.” Claire melihat Jayden tidak percaya.“Tapi, kau hapal jalan di sini,” pria itu tahu belokan mana yang harus diambil untuk menuju apartemen Alicia.“Aku mendengarkan GPS, Sayang.” Balas Jayden sambil mengetuk earphone di telinga kanannya. Ah, tentu saja dia tahu jika menggunakan GPS.“Jadi, ini pertama kali aku New York. Aku tinggal sekitar satu minggu lagi di sini dan aku ingin mengunjungi des
“Kau tidak cocok melakukan one night stand, Claire. Jangan lakukan itu lagi.” Komentar Mia terus berputar di kepalanya. Dia tidak senaif itu ‘kan? Claire bisa memisahkan kebutuhan fisik dan emosionalnya. Dia hanya tidak menyangka kalau one night stand akan seindah itu. Claire tahu batasannya.“Jangan temui model itu lagi. Dia hanya ingin menggunakan tubuhmu.” Lagi-lagi suara Mia mengusiknya. Bukankah itu tujuan one night stand? Menggunakan tubuh satu sama lain untuk memuaskan kebutuhan fisik masing-masing? Lagi, Claire tahu batasannya. Mia khawatir untuk alasan yang tidak jelas. Ponsel Claire bergetar saat dia hendak memadamkan komputernya. Dia mengabaikan benda itu dan meneruskan niatnya. Claire mengambil ponsel yang berada di samping keyboard, membukanya dan mendapati pesan dari nomor tidak dikenal.Hai, ini Jayden.“Kau tidak pulang, Claire?” Diana Brown rekan kerja Claire bertanya.“Sebentar lagi.”“Baiklah. Sampai jumpa besok.” Diana dan satu rekannya yang lain keluar dari ruanga
“Manajer akan mentraktir kita hari ini!” Justin Maxwell berseru begitu dia keluar dari ruang kerja atasannya.“Akhirnya Paul punya waktu untuk menyambut Claire,” Kate Williams berkomentar. Hampir tiga minggu sejak Claire menjadi anggota baru divisi mereka. Itu cukup lama untuk menyambut anggota baru.“Semua harus ikut, tidak ada alasan. Terutama orang yang menjadi alasan pesta ini diadakan.” Justin memperingatkan yang dibalas senyuman oleh Claire. Dia tidak punya kegiatan malam ini.“Tentu saja harus ikut. Tidak ada yang lebih baik daripada pesta di Jumat malam.” Sambung Diana. Mereka berbenah sebelum jam pulang kerja. Mereka pergi begitu atasan mereka keluar dari ruang kerjanya. Paul Ahn, manajer Claire membawa anggotanya ke restoran yang cukup mahal. Setelah makan malam, mereka pergi ke bar untuk minum. Bukan pesta namanya jika tanpa alkohol.“Aku penasaran, Claire,” Kate bersuara.“Kenapa kau mau bekerja menjadi pegawai biasa saat kau bisa menjadi pimpinan di perusahaan keluargamu?