Share

Membunuh Atau Dibunuh

Derap langkah kaki yang kudengar kini semakin menjauh. Rey berlari dengan sangat cepat, hingga berhasil lolos dari komplotan yang mengejarku. Samar-samar mereka terlihat sama dengan yang mengejarku malam lalu di area parkir Apartemen Galaxy.

Aku berada dalam pangkuan Rey selama beberapa menit, hingga akhirnya kami bersembunyi di semak-semak yang gelap. Rey menurunkanku dengan begitu pelan. 

“Mereka sudah pergi?” tanyaku.

“Ya, mereka kehilangan jejak kita. Kau tak apa, Nona?”

Aku mengangguk memberi tanda bahwa aku baik-baik saja. 

Sial! Mata-mata yang dikirim Mas Kun sudah mengetahui tempat persembunyianku di rumah itu. 

Rey bersandar ke sebuah pohon besar. Napasnya yang kelelahan sangat terdengar jelas olehku.

“Menurutmu, apa aku harus menceritakan tentang komplotan ini pada Mama Mira?” tanyaku.

“Jangan, Nona. Semakin banyak yang tahu, akan semakin sulit bagimu, dan juga bagiku. Komplotan seperti mereka, biasanya adalah orang-orang yang ‘terbuang’ dari lingkungannya. Tak ada yang mengenali. Akan lebih mudah bagiku menyingkirkan mereka secara diam-diam, tanpa jejak.”

Tiba-tiba, perasaanku mulai tak enak. Aku mencium rencana jahat yang akan dilakukan supir pribadi yang merangkap sebagai bodyguardku ini.

“Rey, apa kau mau membunuh mereka?”

Dia mengangguk yakin. “Itu tugasku,” jawabnya.

“Aku tak mau kau jadi pembunuh, Rey!” kataku. 

“Harus. Jika tidak, mereka yang akan membunuhmu!”

“Rey ….” Kucoba menahannya, namun dengan cepat dia menutup mulutku.

“Mereka tak akan berhenti sampai mendapatkanmu, Nona.”

Tanganku gemetar. Aku benar-benar takut.

*

[Nita, pulanglah! Mengapa sangat sulit menangkapmu, padahal sudah kukirimkan komplotan terbaikku. Baiklah, aku tak mau gunakan kekerasan. Akan kutarik mundur mereka, kuberi kau waktu seminggu. Jika kau tak juga pulang ke rumah, terpaksa harus kukirim komplotan yang lebih tangguh lagi]

Sebuah email masuk dari suamiku. Ada sesuatu yang ganjil ketika kubaca isinya, dan kurasa hanya Rey yang tahu jawabannya. 

Suamiku sangat gigih dengan keinginannya, dia selalu merasa harus mendapatkan apa yang diinginkan. Jika kuingat lagi, komplotan yang dia bilang ‘terbaik’ itu rupanya tak mampu apa-apa. Mereka hanya mengejarku, tapi tak pernah bisa menangkapku. Ya, kuakui semua ini karena bantuan Rey yang selalu siaga mendeteksi bahaya, dia telah menyelamatkanku.

Kuabaikan email itu. Fokusku sekarang adalah untuk mempersiapkan acara presentasi rencana kerja dari masing-masing manajer divisi di perushaanku. Kantor mulai beroperasi hari ini. Aku sangat bersemangat untuk mulai produksi. Rencana kerja yang kususun semalam, akan terealisasi mulai hari ini.

“Irene, Lexa, Maura, dan Kay … apa kalian sudah siap?” tanyaku pada para manajer di divisinya masing-masing itu.

“Ya!” jawab mereka bersamaan.

“Oke. Kalian harus memberikan presentasi terbaik di depan anak buah kalian! Buat mereka mengerti dan paham dengan rencana kerja kalian untuk semester pertama ini. Apa yang ingin kalian capai, dan apa yang harus mereka lakukan! Hari ini, jalannya presentasi kuserahkan pada kalian. Aku ada keperluan lain yang mendesak. Segala aktivitas di ruangan ini terekam oleh kamera. Akan kulihat hasilnya melalui rekaman nanti.”

Kulihat semua karyawanku yang duduk mengelilingi meja. Selain Irene, Lexa, Maura dan Kay … karyawan lainnya berasal dari kalangan ekonomi bawah dan pendidikam rendah. Meskipun begitu, mereka punya bakat di bidangnya. Jika dipikir sekilas, tak ada untungnya merekrut mereka. Tapi, tujuanku mendirikan perusahaan ini bukan hanya untuk mendapat keuntungan semata, aku ingin mengangkat potensi dan meningkatkan taraf ekonomi orang-orang seperti mereka. Selama jadi karyawanku, mereka akan dibina oleh Kay selaku manajer SDM. Kay akan kutugaskan untuk mengembangkan potensi SDM karyawan dengan serangkaian pembinaan dan pelatihan.

Gegas, kumasuki lagi ruang kerjaku, mematikan laptop dan menyambar tas, lalu berlari menuruni anak tangga. Aku harus bicara empat mata dengan Rey. Dia kusuruh menunggu di mobil.

Semalam, setelah menyembunyikanku di semak-semak, dia kemudian berlari mengejar para komplotan itu. Aku mendengar baku hantam yang sengit. Suara pukulan orang berkelahi, dan suara benturan benda keras ke tanah. Aku tak tahu dengan jelas apa semua itu, yang pasti beberapa menit kemudian suasana menjadi hening dan Rey kembali padaku dengan berlumuran darah di bajunya. Dia langsung membakar baju itu menggunakan korek api yang selalu dia bawa di saku celana, dan pulang dengan telanjang dada.

“Maaf, Nona. Biasanya tak sebelepotan ini,” ucapnya saat membakar baju itu malam tadi.

Aku menelan ludah dan terpaku saat menyadari bahwa Rey telah membunuh komplotan yang berjumlah sepuluh orang itu.

Dan hari ini, ada beberapa hal yang ingin kutanyakan padanya.

“Rey, di mana jasad mereka?” tanyaku ketika kami sudah duduk di restoran Lux dan memesan secangkir teh melati. 

“Nona tak perlu tahu,” jawabnya.

“Harus, Rey! Kau telah membunuh sepuluh orang tadi malam. Di mana kau sembunyikan jasadnya?”

“Yang pasti, jasad mereka tak akan bisa ditemukan. Aku telah mengurusnya sesaat setelah Nona kembali ke rumah tadi malam,” jawabnya tenang.

“Kau yakin mereka adalah mata-mata yang dikirim Mas Kun?” 

Rey mengangguk. 

Aku menunjukan pada Rey sebuah email masuk dari Mas Kun yang kuterima tadi pagi.

“Tapi aku dapat email ini dari Mas Kun. Dia mengatakan telah menarik mundur komplotannya. Lantas, siapa yang kau bunuh tadi malam?” tanyaku.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status