Share

Menyusun Rencana

“Bisnis kecil-kecilanmu itu, tak akan bertahan lama jika tanpa suntikan dana dariku. Sekali lagi kutanyakan, apa kau yakin ingin bercerai?” 

Mas Kun terus-terusan memberondongku dengan pertanyaan yang menurutnya akan membuatku ciut.  

“Aku bahkan bisa menghidupi anakku tanpa meminta sepeser pun darimu!” tegasku sambil terus berlalu dari hadapannya.

*

Keberuntunganku yang kedua, adalah memiliki mertua sebaik ibunya Mas Kun. Nyonya Amira Laila Kun Hartadi. Aku memanggilnya Mama Mira. Ia menjaminkan sebagian dari hartanya jika aku bercerai dari Mas Kun, atas kesalahan Mas Kun sendiri.

“Menikahlah dengan Kun Hartadi—anakku. Kau tak perlu takut, aku akan menjamin pernikahan kalian langgeng sampai maut memisahkan. Jika suatu saat Kun berulah, dan kalian harus berpisah, maka aku menjaminkan sebagian dari hartaku untukmu,” ucapnya dulu, sambil memberiku semacam surat perjanjian bermaterai yang kutandatangani di depan pengacara pribadinya.

Mama Mira membujukku kala aku sempat menolak menikah dengan anaknya. Waktu itu aku berpikir, menikah dengan orang kaya tidak sepadan dengan statusku yang orang miskin. Aku takut diperlakukan semena-mena. Namun akhirnya, aku luluh juga dan dengan teganya kutinggalkan pacarku—Rendi—pas masih sayang-sayangnya, demi untuk menikahi Mas Kun.

Pertemuanku dengan Mama Mira berawal ketika ia menjadi langganan toko parfum tempatku bekerja. Hampir tiap minggu ia mengunjungi toko bersama Mas Kun, dan mulai mengajakku ngobrol. Ia tertarik padaku dan ingin menjadikanku menantu. Ia juga sempat bilang, bahwa aku cocok untuk keluarganya karena aku tipe pekerja keras.

Dan saat ini, aku sedang berada di rumah Mama Mira untuk menagih janjinya. Surat Perjanjian yang dulu kutandangani, kini kupegang erat.

“Nita, kau membawa Bobbi?” Mama Mira menyambutku dengan ekspresi khawatir. 

Aku membawa Bobbi, itu artinya Mama tahu ada yang tak beres di rumah.

“Ya, Ma. Mulai sekarang, Bobbi akan ikut denganku,” jawabku sambil menunjukan Surat Perjanjian. “Aku kesini untuk menagih janji.”

“Kun berulah?”

“Dengan wanita bernama Renata! Konyolnya, mereka telah berhubungan selama sepuluh tahun, seumur pernikahanku! Dan aku baru tahu sekarang!” Aku menjawab dengan tawa sinis.

Mama terdengar menghembus nafas, “akhirnya kamu harus tahu juga,” gumamnya.

“Jadi Mama sudah tahu sejak lama?” tanyaku memburu. Bobbi mulai rewel, aku menitipkannya pada ART. 

“Yes. But, Mama diam karena gak mau mencampuri urusan rumahtangga kalian,” jawabnya. “Kun bertemu dengan Renata ketika wanita itu jadi model bikini di Sosialita Pool Party sepuluh tahun lalu, sehari setelah pernikahanmu. Kebetulan, Kun launching produk SwimSwim-nya di acara itu, dan Renata adalah modelnya. I am sorry, Nita. Kun memang selalu dikelilingi banyak wanita. Mama harap kamu mengerti dan singkirkan sedikit saja rasa cemburumu.”

SwimSwim adalah anak perusahaan Kun Corporation yang memproduksi pakaian renang high quality. Aku ingat sepuluh tahun lalu, sehari setelah pernikahanku, Mas Kun pamit untuk menghadiri peresmian SwimSwim selama seminggu. Sebagai pebisnis, jadwal suamiku memang padat, karena waktu adalah uang baginya. Sementara aku, harus selalu menunggunya di rumah. Tak terpikir sama sekali olehku pada saat itu, bahwa peresmian SwimSwim mengantarkannya pada gerbang perselingkuhan bersama Renata.

“Cemburu, Ma?! Mereka berselingkuh, aku bahkan menemukan alat kontrasepsi milik Mas Kun! Bagiku, perselingkuhan bukan untuk dicemburui, tapi harus diakhiri!” tegasku. 

Mama Mira semakin cemas mendengar perkataanku. Sebagai seorang ibu, aku yakin ia tak menginginkan kehancuran rumah tangga anaknya.

“Dengar, Nita. Mama paham kebingunganmu. Latar belakangmu yang tak sama dengan keluarga ini, membuatmu terkesan monoton dalam menyikapi masalah. Kau memergoki suamimu selingkuh, saat itu pula kau pergi dan minta cerai. Gak begitu caranya, Nita. Kau harus paham, bahwa suamimu itu banyak uangnya. Ingat, ada gula ada semut. Uang adalah magnet menggiurkan bagi para wanita. Kau pun harus pandai memposisikan dirimu sebagai seorang istri konglomerat. Mengharapkan suamimu setia, itu adalah harapan palsu.” Mama Mira menggenggam tanganku, ia selalu meminta pengertianku setiap anaknya berulah.

Aku tahu, tak ada gunanya mengadukan seorang anak laki-laki pada ibunya. Se-salah apapun anaknya, ibunya pasti akan membela. Dan sekarang, Mama Mira malah menyuruhku untuk mengerti kesalahan anaknya.

“Rumahtanggamu masih bisa diperbaiki, Nita. Kamu hanya perlu tahu posisimu. Kamu istri seorang konglomerat, suamimu selalu digoda banyak wanita, dan kamu harus selalu tahu apa yang harus kamu lakukan,” lanjutnya.

“Ma, aku tak ingin berdebat. Aku kesini hanya untuk menagih janjimu, Ma. Aku harus pergi dari hidup Mas Kun dan menghidupi anakku. Mama jangan coba ingkar janji,” ucapku.

“Mama tak masalah jika harus membagi harta denganmu, Nita. Mama hanya tak ingin rumahtangga kalian hancur.”

“Aku tak bisa memaafkan Mas Kun, Ma!”

“Hubunganmu dengan Kun masih bisa diperbaiki. Mama hanya akan mengizinkanmu untuk pergi sementara waktu dari hidup Kun, untuk menjernihkan pikiranmu. Bukan untuk bercerai. Mama tak ingin perceraian.”

Mama Mira memegang kedua pundakku, dia menarik tubuhku ke dalam pelukannya. Sebuah pelukan hangat dan penuh kasih sayang. Pelukan seorang ibu yang sudah lama tak kurasakan. Mertuaku yang satu ini, selalu bisa membuat hatiku luluh.

Kemudian, Mama membisikan sesuatu di telingaku. Bisikan yang membuatku tersenyum indah.

Kita lihat nanti, Mas. Siapa yang akan melarat. Aku, atau kamu?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status