Merriana Suisita Krisanto menatap tak percaya pria tua yang memiliki mata tajam iris matanya tertutup warna hitam mengunci tatapannya melihat ke arah Merri menunggu jawaban Merri. " Saya tahu nona sedang depresi, kita buat perjanjian. Perjanjian ini akan menjadikan nona penuh kemewahan." "Saya tidak membutuhkan kemewahan, saya butuh cinta," jawab Merri. Mendengar perkataan Merri pria tua itu tersenyum sinis,"Cinta? Bukankah nona depresi karena cinta palsu pacar mu?" Merri menundukkan kepalanya, menopang kepalanya dengan kedua tangannya menutup wajahnya yang tiba tiba terasa darah mengalir ke wajahnya. Terbayang kembali kejadian dua hari lalu yang sempat menjungkirbalikkan hidup nya, menjungkirbalikkan impiannya, menjungkirbalikkan harga dirinya sebagai perempuan terhormat.Dia bagaikan badut yang ditertawakan bukan karena kelucuannya tapi diejek karena drama percintaan yang diciptakannya pada hari pernikahannya dengan Dante Pramudya Saksono telah menghebohkan masyarakat Surabaya, bahkan viral di media sosial menjadi sasaran ejekan netizen. Merriana Suisita Kristanto berasal dari keluarga pengusaha yang bergengsi berprofesi sebagai designer , penampilannya modis, introvert berpacaran dengan Dante Pramudya Saksono bekerja sebagai dokter spesialis di rumah sakit swasta bergengsi di kota Semarang. Sebagai dokter spesialis yang terkenal karena ketampanan dan berpenampilan menarik Dante menjadi pujaan para wanita.Dibalik ketampanan dan penampilannya, dia ambisius , sombong dan mengutamakan kesuksesannya sebagai dokter spesialis . Akhir-akhir ini mereka jarang berkomunikasi, Dante jarang mengunjunginya ke Surabaya, Merriana lebih banyak mengunjungi Dante ke Semarang .Menurut Merriana , Dante terlihat menjaga jarak dengannya dengan alasan sibuk. Selama tiga tahun pacaran jarak jauh Merriana melamar Dante demi alasan keamanan dan kenyamanannya, takut Dante berpaling ke wanita lain. Apakah rencana Merriana yang merancang sendiri pernikahannya dengan Dante terwujud? Kejadian apakah yang terjadi pada hari H Pernikahannya? Bagaimana kelanjutan hidup Merriana setelah hari H Pernikahannya? Siapakah pria misterius yang menyelamatkan jiwanya? Bacalah novel ke empat saya, penuh dramatik dan balas dendam.
Lihat lebih banyakSuara Sam Smith, lagu fire on fire mendayu lembut.
Merriana berdiri mematikan musik dari ponselnya, mencari piringan hitam di antara deretan piringan hitam yang tertata rapi. Mencari piringan hitam dengan cover Andrea Bocelli , memilih lagu "Can't falling in love."
"Mengapa ganti lagunya?" tanya Dante.
"Hem, aku sekarang tidak suka dengan penampilan Sam Smith yang berpenampilan lebih feminin, aku suka penampilannya yang lama lebih manly. Dia rupanya menandai dirinya sebagai Queer." Jawab Merriana.
"Tidak usah dibahas, yang penting aku masih suka laki-laki, aku masih suka perempuan, apalagi perempuan seperti kamu ," bisik Dante.
“Mum, perempuan seperti aku? " bisik Merriana manja, menatap Dante penuh gairah, mengajak mata mereka bercumbu sebelum tubuh mereka bercumbu, dilanjutkan dengan bibir yang tidak mau kalah ikut bercumbu, saling mengulum. Merriana membelai dada pria yang dipujanya, membiarkan bibir mereka saling mengulum, memagut, saling mengait membuat Merriana terjebak dalam gairah.
“Obsessed woman.”
"My love, make me crazy , you are the best reliever of my stress, " bisik Merri parau setelah sekian detik melepaskan bibirnya dari bibir Dante.
"Hum," desah Dante , membuka jas kamar Merriana memertontonkan bra dan panty hitam tercetak jelas di tubuhnya yang putih .
"Buka pengaitnya," bisik Merriana bernada perintah , Dante yang juga sudah naik gairahnya membuka dan melemparkan bra, menatap rakus kedua payudara yang menantang di depan matanya.
Merri langsung duduk di pangkuan Dante, kedua kakinya bersandar di sandaran sofa, memandang mesra pria yang selalu membuatnya ingin dimasuki. Dante menatap payudara yang menantang indah di hadapannya dengan gairah.
Merriana mengulurkan tangannya , menyentuh dada Dante mengelus ringan kulit hangatnya, membelai bulu-bulu halus di dada, menjilat kedua putting Dante berwarna coklat , menggigitnya lembut membuat Dante berhenti bernafas ketika jari Merri menyentuh putting Dante mempermainkan sebentar kemudian mengisapnya, Dante menggelinjang, mendesah nikmat.
"Shhh... "
"Nanti kita gantian," bisik Merri, mencari tangan Dante untuk meremas kedua bukit indahnya.
Dante meremas , menghisap kedua putting bergantian , Merriana mengerang, mengalungkan lengannya ke leher Dante, berbisik, " Aku ingin meremas si kecil.” Ditanggapi Dante dengan tertawa kecil.
“Dasar maniak.”
Kemudian memamerkan miliknya yang membesar, berdiri kokoh seolah menantang, Merri meraup membelainya sampai mencapai kedua buah kecil yang bertengger di atasnya, membuat Dante mendesah, sekian detik membiarkan pria kesayangannya menikmatinya, merasakan sudah on, “Mainkan dia," bisik Merriana parau.
Dante memainkan kepala miliknya di bukit indah, ke pucuk lalu, menggulir , menggesek , kemudian, bles... masuk ke dalam lorong cinta, berseluncur indah di dalam membuat Merri menggelinjang.
"Akhhh..... " erang Merri merasakan nikmat yang luar biasa.
"Mainkan di dalam..." Gumam Merri
Dante terus bermain di dalam, menarik ulur membuat Merri mendesah dan merintih.
"Sayang !"
Tubuh mereka bergetar , kulit telanjang saling bersentuhan, saling memagut bibir, tangan kami saling membelai, meraba dan meremas apapun yang dapat mereka belai, raba dan remas, tidak satu zonapun dilewati , semuanya mendapat bagian.
"Oh," desah Dante, membenamkan jemarinya di rambut Merri.
Kaki Dante melilit di pinggang Merri , bersatu , dua tubuh menjadi satu. Sofa tempat mereka melakukannya bergoyang-goyang seirama dengan goyangan liar mereka
Suara erangan, desahan kedua makluk yang bercinta menggema di kamar apartemen studio sempit milik Dante. Dengan seluruh kekuatannya, Dante mengajak Merri berdiri, bercinta sambil berdiri, bergoyang, pinggul berputar kekanan kiri, sensasi baru yang dirasakan Merri bercinta sambil berdiri dengan kakinya melilit pinggang Dante , kemudian mengangkatnya menuju ke ranjang.
"Aku lebih suka kalau kita bercinta saling menatap, " bisik Dante
Merri mengangguk tanda bahwa dia setuju. " Dante", erang Merri sambil melengkungkan punggungnya.
Dante mulai bergerak, perlahan, kemudian cepat, kuat membuat Merri di bawah belenggu kedua tangan Dante yang kokoh mengerang. Jemarinya menekan punggung Dante ,kuku panjangnya menancap di kulit Dante setiap Dante bergerak semakin dalam, membuat Merri terus mengerang dan merintih. Semakin Merri mengerang dan merintih, Dante semakin terbakar oleh suara-suara gairah Merri , akhirnya mereka lepas kendali, naluri primitif mendominasi tubuh mereka.
Mata Dante menatap tajam mata Merri mengeluarkan sinyal hampir mencapai puncak,
"Aku belum, lebih keras goyangnya...." Geram Merri.
Entah kekuatan dari mana Merri membanting tubuh Dante, sekarang ada di atas tubuh Dante .
"Aku akan membuatmu meleleh." Kata Merri dengan suara parau menahan gairah.
Menggoyang-goyangkan tubuhnya membuat milik Dante semakin masuk ke dalam, Merri menengadahkan kepalanya, membuka mulutnya mencari oksigen tambahan, menahan gairah yang kuat yang akan lepas dari tubuhnya yang bergerak liar, membuat napasnya dan napas Dante tersengal-sengal . Akhirnya tubuh Merri terpuruk ke atas tubuh Dante dengan tetap menggoyangkan bokongnya kuat-kuat , untuk memuaskan kuncup dan miliknya yang masih berdenyut keras minta diselesaikan,
"Keluarkan nanti kau masukkan lagi." geram Dante.
Merri mengeluarkan milik Dante, sekian detik memasukkan kembali , menggoyang-goyangkan di dalam membuat Dante menggeliat , Merri merasakan sesuatu akan meledak, bom berahi meluncur keluar tubuh Merri bergetar, menggelepar di atas tubuh Dante yang memeluk tubuh polos wanita yang sangat obsesif terhadap dirinya.
“Dante!" jerit Merri, meraih tangan Dante, menyatukan tangan, bibir dan tubuh mereka dalam penyatuan yang kuat.
****
Setelah permainan cinta yang menggebu, Dante tertidur lelap, ditatap Merri penuh cinta pria yang sangat disanjungnya dan dicintainya. Telah tiga tahun mereka pacaran, belum ada niat Dante melamarnya. Hanya kata-kata cinta yang selalu diobralnya setiap mereka bercinta.
Aku ingin hubungan kita berakhir dengan resmi, batin Merri membelai dada pria yang sangat dicintainya. Aku ingin dia menjadi suamiku, punya anak, bukan hubungan tanpa ada kesepakatan, batinnya lagi lalu menyusupkan tubuhnya ke tubuh Dante yang tetap tertidur pulas.
Tiga tahun sudah Merriana dan Dante menjalin kasih, bukanlah hal yang mudah bagi Merri yang sangat obsesif cintanya pada Dante. Orangtuanya sering menanyakan hubungannya dengan Dante.
”Kapan dokter Dante melamarmu” tanya mamanya.
“Mam, Dante sedang studi lagi,”
“Studi apa, bukankah dia itu dokter spesialis bedah?” tanya papanya.
“Katanya ilmu bedah itu selalu berkembang, karenanya dia selalu meningkatkan kompetennya sebagai dokter bedah.”
“Papa sudah kepengen punya cucu, kamu satu-satunya yang bisa memberikan cucu kepada kami.”cicit papanya.
Cicit papa dan mamanya mengenai kapan dilamar Dante kadang membuat Merri lelah.
“Jika tahun ini dia tidak melamarmu, papa akan menjodohkan kamu dengan Danur, “Ujar papanya.
“Danur? Direktur Keuangan pada perusahaan papa?” tanya Merri.
“Iya, dia jelas keturunannya, smart…”
“Ih, jabatannya memang keren tapi orangnya dingin, kalau berbicara dengannya seperti berbicara dengan tembok.”
Merriana terkenang pembicaraannya dengan mama dan papanya yang setiap melihatnya mendesak kapan Dante melamarnya. Merri menghela napasnya lesu.
“Ada apa sayang?” terdengar suara parau bariton Dante.
“Hum..”
“Papa dan mamamu menanyakan hubungan kita?” tanya Dante meraih tubuh Merri masuk dalam pelukannya.
“Iyah..”Jawab Merri denggan wajah cemberut.
“Maaf, aku membuatmu menunggu. Kamu maklum kan keadaanku, aku harus menabung uang sebanyak-banyak kalau akan melamarmu.”Kata Dante memberikan kecupan lembut di kening Merri.
“Aku tidak membutuhkan uangmu, aku butuh kepastian dari hubungan kita.”
“Kamu meragukan hubungan kita? Hari ini tiga tahun kita jalani dengan segala huru hara percintaan kita. Aku ingin akhirnya kita bahagia.Aku ingin kau sebagai pelengkap hidupku hidup bahagia bersamaku.”
“Akankah kita menikah?”
“So pasti sayangku.”
“Tapi kita belum buat rencana ke depan, terutama mengenai pernikahan kita.”
“Bagaimana kalau kamu membuat rencananya, aku tinggal mengikutinya.”
“Betulkah yang kamu katakan?”
“Hum..”
“Baiklah nanti aku merencanakan pernikahan kita. Kamu tidak perlu khawatir mengenai biayanya. Aku sudah mengumpulkan uang sewaktu menjadi model dan kerjaanku sebagai designer.”
“Rencanakan pesta yang meriah sebagai bonusmu sabar menemaniku, menunggu aku melamarmu. Saya laki-laki yang palig beruntung mendapatkanmu,”Dante menatap Merri, mengecup bibir Merri dengan mesra.
“Kita rayakan anniversary pacaran kita hari ini hanya dengan bercinta?” tanya Merri.
“Mum.. mau aku pesan pizza dan ice cream? Makanan yang mempertemukan kita?” Tanya Dante.
Merri tertawa geli,”Pizza dan ice cream nanti aku masukkan dalam daftar menu pesta pernikahan kita, yang berjasa dalam percintaan kita.” Kata Merri memperat pelukannya pada tubuh Dante.
“Aku pesan dulu, sambil menunggu kita melanjutkan yang lebih seru?” tanya Dante sambil mengedipkan matanya, disambut Merri dengan cekikkan manja, “Sepakat dulu posenya ya..”
“Hum..kamu suka pose yang mana?”
Merri mendekatkan bibirnya di telinga Dante , mendengarnya dengan seksama lalu tersenyum-senyum mesum mendengar bisikan Merri lalu menganggukkan kepalanya, meraih ponselnya memesan makanan on line.
Setelah mengantar Merri ke kamar perawatan ponsel dokter Dante berdering,segera diangkatnya dan melihat log panggilan langsung menyapa,”Ya suster, apa? Suster Faustina kembali koma?Baik saya segera ke sana.”Ujarnya kemudian melangkah cepat melalui koridor rumah sakit ke ruang ICU.“Tadi kelihatannya suster Faustina baik-baik saja, apakah dia sadar hanya untuk menemui Merri? Betapa rendahnya aku, belum sempat minta maaf, malah suster minta maaf ke Merri karena kesalahan yang aku buat,”bisik dokter Dante mempercepat langkahnya.Sampai di ruang ICU, langsung mengganti bajunya dengan baju medis suara alat-alat medis terdengar dalam ruangan menjadi saksi bagi pasien bahwa pasien yang berjuang melawan maut kematian masih hidup.Dokter dan para medis mengelilingi pembaringan suster Faustina ketika dokter Dante menghampiri pembaringan suster Fuastina . Melihat keadaan suster Faustina yang terbaring lemah tak berdaya dengan mata terpejam mengiris hati dokter Dante, biarawati yang merawat, me
Sampai di ruang ICU, ibu Anna membantu Merri mengganti bajunya dengan baju rumah sakit, demikian juga dokter Dante. Ibu Anna tidak diperkenankan masuk hanya melihat dari balik jendela kaca Merri yang dipapah dokter Dante menuju ke pembaringan suster Faustina.Wajah suster Faustina masih pucat, tubuhnya tampak kurus dan lemah, keriput di wajahnya bertambah banyak setelah hampir tiga tahun Merri tidak menjenguknya di panti asuhan bilik biarawati Katolik di Pare.Sejak dokter Dante pindah ke Semarang, Merri hanya satu kali bertemu langsung, selebihnya melalui telepon.“Merri…?”terdengar suara lemah keluar dari mulut suster Faustina.“Suster Faustina…”Ucap Merri dengan suara bergetar. Merri tidak menyangka bisa bertemu dengan suster Faustina, rasa rindunya yang pernah diungkapkan ke mamanya telah terbalas dengan mendatangi suster Faustina meskipun dalam keadaan yang tidak menyenangkan.“Kemarilah anakku..” Kata suster Faustina menjulurkan tangannya yang kurus dan berkeriput, langsung mem
Dokter Dante menunggu di ruang tunggu rumah sakit, ponselnya tiba-tiba bergetar, dilihatnya log panggilan.“Baik sus, saya langsung ke sana.”Dokter Dante, berdiri kemudian dengan langkah cepat menelusuri koridor rumah sakit menuju ke ruang ICU, ruang khusus yang merawat pasien dengan kondisi kritis, menuju ke ruang ganti pakaian, melepaskan baju yang dipakainya memakai pakaian medis .Keluar dari ruang ganti pakaian, dokter Dante menuju ke ruang perawatan , dimana peralatan medis canggih dan staf medis yang mendampingi dan merawat pasien . “Kapan dia sadar sus?” tanya dokter Dante.“Kira-kira sepuluh menit yang lalu dok. Begitu sadar dia mencari dokter.” Ujar suster mendampingi langkah dokter Dante menuju ke pembaringan dimana seorang wanita tua terbaring lemah.Dokter Dante mendekati ranjang pembaringan, mengambil tangan tua berkeriput, menggenggamnya lembut,”Terimakasih suster sudah sadar,”bisik dokter Dante lembut.“Terimakasih kepada Tuhan,dimana Merri?” tanya suster Faustina.
“Mer, kondisimu sedang tidak stabil,” Ucap dokter Dante menatap Merri yang wajahnya terlihat pucat, mencoba meraih tangan Merri, tetapi Merri menghindar.“Mama Anna….”“Jangan panggil mamaku dengan mama Anna, tidak pantas panggilan itu keluar dari mulutmu.”“Aku ingin sesuatu tidak terjadi pada dirimu..”“Kamu tidak usah sok perhatian. Kalau terjadi apa-apa denganku bukan saja kali ini, beberapa tahun lalu kamu telah menjungkir balikkan hidupku.”Kata Merri. Dadanya naik turun menahan emosinya yang kembali membara.“Maaf…”Ujar dokter Dante ,mengetatkan rahangnya, kulit wajahnya semakin memerah karena setiap perkataannya disudutkan oleh Merri.Dokter Dante hanya bisa mengepalkan tangannya.“Kalian sebaiknya ke rumah sakit yang dekat di sini, aku mengkhawatirkan kesehatannya, mungkin kandungannya bermasalah…”“Cukup! Aku bilang jangan sok perhatian padaku!Aku baik-baik saja.!”Mama Anna dan suster yang semula hanya diam,tidak memberi reaksi antara dua orang yang berseteru kata-kata akhirny
Kehadiran sahabat-sahabatnya , Merri bisa mentransfer semua keluhannya kepada sahabat-sahabatnya, meringankan beban Merri sehingga Merri bisa tertawa ketika Stella menceritakan kejadian lucu bagaimana mereka menggoda pak Marco , pria separuh baya yang belum menikah, pemilik butik Christie tempat mereka bekerja. “Aku pernah tanya pak Marco kenapa belum menikah. Dengan santainya dia jawab, takut menikah.Menikah itu artinya menerima. Wanita mana mau menerimaku, katanya aku kewanita-wanitaan, kan dilarang agama wanita menikah dengan kewanita-wanitaan?Lalu aku sanggah, pak Marco kan laki-laki? Apa jawabnya? Kamu bilang aku laki-laki? Benar aku laki-laki ? Aku pernah dengar kalian menceritakan di belakangku, pak Marco itu lembut banget seperti perempuan.” “Terus apa jawabmu?”Tanya Merri sambil tersenyum kecil. “Aku speechless, ternyata waktu kita omongin dia rupanya dia mendengarnya.” “Tapi pak Marco itu orangnya tidak pendendam.” Ujar Rissa. Setelah cerita panjang lebar, tertawa t
Dalam perjalanan pulang ke rumah ibu Anna menahan airmata yang sudah ada di sudut matanya. Pikirannya melayang ke Merri yang akhir-akhir ini terlihat sangat bahagia,karena bisa memberikan keturunan penerus keluarga Braspati yang selalu diinginkan Dragnar ternyata berbalik dengan penghinaan bahwa anak yang dikandungnya adalah anak haram. Keluarga Braspati punya uang dan kekuasaan. Nak Dragnar adalah putra mahkota harus mendapatkan istri yang tepat. Masa lalu Merri bagi ibu Aida tidak pantas mendampingi Dragnar.Terngiang kembali apa yang dikatakan ibu Aida ketika ibu Anna masih tinggal di mansion.”Apa kata rekan bisnis mas Baron jika tahu istri Dragnar adalah perempuan yang ditinggal pacarnya. Bukankah mereka pacaran sudah tiga tahun dan sudah hidup bersama? Kasihan Dragnar mendapat sisa yang telah dipakai orang lain.Sebaiknya mereka cerai saja.” Kata ibu Aida.Ibu Anna menarik napas panjang, benang merah masalah Merri adalah ketidak sukaan ibu Aida, Merri menjadi menantunya,’ Dengan
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen