Masuk“Bapak sedang mengancam saya?” tanya Thea.
Alvan tersenyum dengan seringai licik laksana serigala. “Iya.”
Thea berdecak sambil membalas menatap Alvan tak kalah tajam.
“Ya sudah, saya juga akan laporkan ke kampus kalau Bapak suka memakai jasa seperti ini. Saya yakin citra Bapak di kampus akan buruk nantinya.”
Mata Alvan langsung meruncing mendengar ucapan Thea, wajahnya juga berubah masam dan itu membuat Thea tersenyum penuh kemenangan.
Perlahan Alvan melepas cekalannya dan membuat Thea bisa bebas bergerak. Ia tampak sibuk merapikan diri sambil sesekali melirik Alvan.
“Untuk hari ini, saya tidak memasang harga ke Bapak. Anggap saja ini konsultasi gratis.”
Thea berkata tanpa melihat Alvan. Alvan hanya diam melirik Thea dengan kedua alis yang terangkat.
“Saya anggap pertemuan hari ini tidak ada dan saya harap Bapak melakukan hal yang sama,” imbuh Thea.
Tidak ada jawaban dari Alvan, tapi pria tampan itu sudah berulang kali menggerakkan jakunnya menatap Thea dengan dingin.
Thea sudah bersiap pergi saat ponselnya tiba-tiba berbunyi. Belum sempat Thea menjawab, ia sudah mendengar lebih dulu suara di seberang sana.
“Nona, kami dari rumah sakit. Kami mau bertanya mengenai tagihan atas nama ibu Aminah. Kapan pelunasannya?”
Thea membisu, menelan ludah sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Sudah hampir setahun, ibunya keluar masuk rumah sakit karena mengalami gagal jantung. Itu juga salah satu alasan Thea mengambil profesi ini sebagai pekerjaannya.
“Iya, Mbak. Secepatnya saya lunasi.”
Akhirnya setelah terdiam lama, Thea menjawab pertanyaan itu. Ia sudah mengakhiri panggilan dan menyimpan ponsel, kemudian membalikkan badan.
Ia melihat Alvan sedang berdiri bersedekap sambil mengamatinya. Tidak ada kata yang terucap dari bibir Alvan, tapi Thea bisa melihat jika pria itu sedang mengintimidasinya.
“Saya … saya terima tawaran Bapak.”
Tidak ada reaksi signifikan dari Alvan. Ia masih bergeming di posisinya. Sementara Thea yang terlihat gelisah.
“Pak, saya bilang saya terima tawaran Bapak. Saya bersedia dibooking satu minggu ini. Asal ---”
Thea menggantung kalimatnya dan ternyata ulahnya itu membuat Alvan bereaksi.
“Asal apa?” Alvan mencondongkan tubuh ke Thea. Thea tampak gugup menundukkan kepala sambil memainkan jemari tangannya.
Kemudian perlahan ia mendongak dan beradu mata dengan Alvan.
“Tolong, jangan adukan ini ke kampus. Saya … saya tidak mau dikeluarkan dari sana. Saya juga janji tidak akan memberitahu tentang Bapak.”
“Deal!!”
Alvan langsung mengangguk sambil mengulurkan tangan. Dengan ragu, Thea menyambut uluran tangan Alvan.
Kemudian Alvan sudah membalikkan badan dan berjalan menjauh. Sementara Thea tampak bengong di posisinya.
“Eng … Pak, gak jadi transfer untuk pembayarannya?”
Alvan memutar tubuhnya kembali dan menatap Thea dengan bingung.
“Kamu belum kerja, mau minta dibayar sekarang?”
Thea tercengang mendengar ucapan Alvan.
“Loh, tadi ‘kan Bapak bilang akan mentransfer langsung ke saya. Kenapa sekarang ---”
“Saya berubah pikiran. Salah sendiri kamu tidak mau menerima tawaran pertama saya tadi.”
Mulut Thea terbuka dengan mata melebar usai mendengar ucapan Alvan. Padahal ia sudah berharap besar bisa membayar tagihan rumah sakit ibunya, tapi nyatanya pria sekaligus dosennya ini malah mempermainkannya.
Namun, Thea juga tidak menyalahkan Alvan sepenuhnya. Dalam situasi sekarang, mereka sedang transaksi bisnis. Ia belum melakukan kewajibannya mana mungkin mendapatkan haknya.
Thea menghela napas sambil menganggukkan kepala. Ia berjalan mendekat ke Alvan.
“Sekarang Bapak ingin layanan seperti apa?” tanyanya kemudian.
Alvan hanya diam, menatap Thea dengan datar. Thea sendiri tidak tahu apa arti tatapan pria di depannya. Namun, Thea tahu ini saatnya dia mulai bekerja.
Thea meletakkan tas dan blazernya ke lantai kemudian mendekat. Dengan rileks tangannya mengalung ke bahu Alvan. Alvan tampak canggung, tapi entah mengapa ia tidak menolak perlakuan Thea padanya.
“Jangan tegang, Pak. Saya sudah mahir, kok,” desis Thea di telinga Alvan.
Mata Alvan melotot apalagi saat Thea sudah mengecup cuping telinganya beberapa kali. Alvan memejamkan mata sejenak, kemudian dengan gerak cepat ia menepis tangan Thea dan mengubah keadaan.
Namun, karena kehilangan keseimbangan mereka akhirnya tumbang di atas kasur dengan Alvan menindih tubuh Thea.
Thea terperangah kaget. Matanya mengerjap beberapa kali menatap pria tampan di atas tubuhnya. Ia tidak menduga pria yang terkenal dingin di kampus ternyata seagresif ini.
“Bapak suka yang to the point, ya? Tanpa pemanasan?”
Alvan tersenyum, menatap Thea dengan dalam.
“Kamu pikir begitu?”
Thea tidak menjawab. Berulang ia menelan ludah sambil mengatur detak jantungnya yang semakin tak beraturan. Bagaimanapun sosok di depannya ini salah satu icon kampusnya yang membuat mahasiswi rajin ke kampus. Termasuk dirinya.
Deru napas memburu keluar bersamaan dari bibir mereka berdua. Hingga beberapa saat kemudian, Alvan mendekatkan wajahnya ke Thea.
Dengan lirih, ia bersuara, “Buka bajumu!!”
“Ppfft … .”Thea tak kuasa menahan tawa dan langsung suaranya meledak memenuhi kabin mobil Alvan. Sementara Alvan hanya diam sambil menatapnya dengan saksama.“Pak, bukannya kita nikah kemarin hanya sandiwara. Jadi, saya pikir setelah satu minggu sudah selesai. Kenapa Bapak masih berpikir kalau jadi suami saya?”Alvan tidak menjawab, tapi wajahnya terlihat kesal. Thea yang tadinya bersikap santai secepat kilat mengubah reaksinya.“Maaf, Pak. Bukan maksud saya menertawakan ucapan Bapak. Hanya saja ---”Thea tidak melanjutkan kalimatnya. Ia merasa serba salah. Bagaimanapun pernikahan siri yang mereka lakukan kemarin begitu sakral dan dilakukan dengan sungguh-sungguh, meskipun sebenarnya hanya sebuah sandiwara.“Turunlah!! Sudah malam. Aku juga mau istirahat.”Thea mengangguk. Ia sudah berpamitan sambil mengucapkan terima kasih, kemudian langsung turun dari mobil Alvan.Tanpa
“Saya gak goda Bapak, tapi kalau Bapak minta layanan saya malam ini. Saya siap, kok.”Bukannya mengelak tuduhan Alvan, Thea malah menantang dosen gantengnya. Seketika mata Alvan membola mendengar ucapan Thea.“Jangan ngimpi kamu. Sudah tidur sana!!!”Alvan berkata dengan ketus seraya memutar tubuh membelakangi Thea. Thea mengulum senyum melihat reaksinya.Padahal ia tidak sungguh-sungguh dengan ucapannya, tapi Alvan malah sudah sewot duluan. Untuk selanjutnya, sepertinya Thea tidak perlu khawatir jika dosen killer ini macam-macam dengannya.Dalam hitungan menit, Thea sudah terlelap. Ini hari yang melelahkan baginya.Entah pukul berapa, tiba-tiba Thea terbangun. Ia merasa ingin ke kamar mandi.Perlahan Thea membuka mata dan terkejut saat sebuah tangan sudah melingkar di perutnya. Thea menoleh ke belakang dan melihat dosen ganteng yang berbaring di sampingnya adalah pelakunya.“Busyet!! Ngimpi apa ak
“APA!!!”Alvan dan Thea berseru bersamaan, tapi secepat mungkin mengatupkan rapat bibirnya saat melihat reaksi Emran.Selang beberapa saat, Alvan sudah bersama Thea berada di taman belakang dan tampak sibuk berbincang.“Pak, Bapak bilang kan cuman jadi pacar bohongan. Kenapa sekarang malah nikah?” cicit Thea.Ia sengaja memelankan suaranya supaya keluarga Alvan tidak mendengar pembicaraan mereka. Alvan menghela napas beberapa kali sambil meraup wajahnya dengan kasar.“Aku sendiri gak tahu, kenapa tiba-tiba disuruh nikah?”“Masa mereka tahu kalau ini akal-akalanku saja,” gumam Alvan.Thea berdecak sambil menatap bingung ke Alvan.“Terus saya gimana sekarang, Pak?”Alvan menatap Thea sambil menarik napas panjang.“Ya sudah, jalani saja.”Mata Thea melebar saat mendengar jawaban Alvan.“Maksud Bapak, kita tetap nikah?”
“HAH!! Beneran Bapak mau melakukannya sekarang?” ucap Thea.Wajahnya tiba-tiba berubah tegang, rasa gugup juga terlihat dari gestur tubuhnya. Alvan tersenyum sambil perlahan menyelipkan rambut Thea di belakang telinga.“Katanya sudah mahir. Kok, kaget gitu.”Thea membisu, banyak saliva yang ditelan dan jantungnya seperti mengajak marathon kali ini.Perlahan Alvan bangkit dan memberi ruang untuk Thea. Thea yang tadinya berbaring di kasur ikut bangkit. Ia duduk dengan gugup sambil sesekali melirik Alvan yang berdiri mengamati.Tanpa berkata apa-apa, tatapan Alvan kembali memberi isyarat ke Thea agar ia menuruti perintahnya. Pelan tangan Thea menyingkap tanktopnya kemudian bersiap menarik ke atas.Alvan hanya diam memperhatikan hingga saat perut mulus gadis itu terlihat, Alvan buru-buru berpaling.“Aku gak menyuruhmu buka baju di sini, kan. Sana!! Ke kamar mandi dan ganti bajumu di sana!!”Thea
“Bapak sedang mengancam saya?” tanya Thea.Alvan tersenyum dengan seringai licik laksana serigala. “Iya.”Thea berdecak sambil membalas menatap Alvan tak kalah tajam.“Ya sudah, saya juga akan laporkan ke kampus kalau Bapak suka memakai jasa seperti ini. Saya yakin citra Bapak di kampus akan buruk nantinya.”Mata Alvan langsung meruncing mendengar ucapan Thea, wajahnya juga berubah masam dan itu membuat Thea tersenyum penuh kemenangan.Perlahan Alvan melepas cekalannya dan membuat Thea bisa bebas bergerak. Ia tampak sibuk merapikan diri sambil sesekali melirik Alvan.“Untuk hari ini, saya tidak memasang harga ke Bapak. Anggap saja ini konsultasi gratis.”Thea berkata tanpa melihat Alvan. Alvan hanya diam melirik Thea dengan kedua alis yang terangkat.“Saya anggap pertemuan hari ini tidak ada dan saya harap Bapak melakukan hal yang sama,” imbuh Thea.Tidak ada jawaban dari Alvan, tapi pria tampan itu sudah berulang kali menggerakkan jakunnya menatap Thea dengan dingin.Thea sudah bersi
“Ivanka Katleya!!! Untuk apa kamu di sini?” seru seorang pria tampan.Gadis cantik dengan rambut berombak itu membeku di tempat, mata bulatnya mengerjap sambil menatap bingung pria tampan yang berdiri tegak di depannya. Ia tahu dan sangat mengenal pria di depannya ini.Pria tampan itu tak lain Alvan Abbiya. Dia adalah salah satu dosen di kampus tempatnya kuliah bahkan bisa dibilang termasuk dosen killer di sana.“Pak Alvan. Kok Bapak di sini?” Alih-alih menjawab pertanyaan dosen ganteng itu, Thea malah balik bertanya.“Harusnya kamu yang menjawab pertanyaanku, bukan balik bertanya.”Thea mendengkus sambil menatapnya kesal. Dosen satu ini memang visualnya menawan. Tubuhnya tinggi tegap, dengan tampang seperti gege China, mata setajam elang dan rambut belah tengah yang selalu tampil rapi. Namun, bibirnya masih saja sama pedasnya ketika mengajar di kelas.“Saya … saya hanya sedang menemui orang, Pak.”Alvan mengernyitkan alis sambil melihatnya tajam. Sementara Thea terdiam menatap tanpa







