Denzel menatap Natalie dalam-dalam, suaranya rendah dan dingin. "Kamu sepercaya itu padaku? Nggak takut aku lebih mementingkan hubungan keluarga daripada keadilan?"Natalie membalas tatapannya, nadanya tegas. "Pak Denzel, kamu adalah orang yang menjunjung tinggi keadilan. Aku percaya padamu.""Heh." Denzel tersenyum sinis, alisnya terangkat. "Jangan terlalu memujiku.""Pokoknya kamu bakal bantu aku, 'kan?" Natalie menggenggam tangannya. Mata besarnya menatap pria itu tanpa berkedip, sorot matanya tulus dan penuh permohonan.Beberapa saat kemudian, Denzel mengangguk.....Marlon ditangkap pada suatu siang yang cerah. Saat itu dia masih berada di dalam ruang VIP mewah sebuah kelab, sedang berfoya-foya tanpa tahu dunia luar seperti apa.Sampai akhirnya polisi mendobrak masuk, celananya belum sempat dipakai, pergelangan tangannya sudah diborgol.Begitu sadar, dia sudah duduk di dalam mobil polisi. "Atas dasar apa kalian tangkap aku? Aku ini Marlon! Berani-beraninya kalian menangkapku! Hubu
Isi surat itu ditulis oleh orang yang mengirimkan paket. Kalimat pertama langsung membuat jantung Natalie berdegup kencang tak terkendali.[ Karina telah dijual ke Pulau Roli. ]Informasinya terlalu mengejutkan. Jantung Natalie seketika berdebar hebat dan napasnya tercekat. Kertas surat di tangannya pun tertekuk dalam karena cengkeramannya yang kuat.Dia menarik napas dalam-dalam, berusaha mencerna satu per satu isi dari kalimat pembuka itu. Kemudian, dia menahan napas dan membaca baris demi baris dengan hati-hati, takut melewatkan detail sedikit pun.Surat itu menyampaikan bahwa penulisnya adalah seseorang yang bernasib serupa dengan Robert. Kekasih penulis juga pernah dijual ke Pulau Roli, sebuah bagian dari jaringan gelap yang dikendalikan oleh Marlon dan hingga kini belum ditemukan keberadaannya.Orang itu berkata bahwa jika Natalie ingin menambah kekuatan untuk mencari orang hilang, dia bisa menghubunginya setelah sampai ke luar negeri.Di dalam surat juga disebutkan bahwa USB fla
"Kamu ...." Natalie berusaha keras melepaskan diri, dadanya naik turun karena marah.Ini benar-benar keterlaluan!Melihat Natalie marah dan terus memberontak, Marlon justru semakin bersemangat. Dia menarik tubuh Natalie ke pelukannya, berniat berbuat tak senonoh.Wajahnya sudah mendekat, Natalie merasa mual hingga memalingkan wajahnya, tapi Marlon langsung mencengkeram belakang kepalanya."Aku juga ingin tahu seperti apa rasanya wanita yang pernah disentuh sepupuku!"Melihat wajahnya semakin dekat, Natalie mengatupkan giginya, siap melakukan perlawanan.Biipp ....Sebuah bunyi klakson pendek dan tajam tiba-tiba memecah situasi, menghentikan semua gerakan mereka. Marlon menoleh ke belakang dengan kesal dan seketika tubuhnya menegang.Dari sebuah mobil Maybach hitam, turunlah sebuah sosok pria tinggi dengan tubuh tegap dan berwibawa.Marlon terpaku di tempat. "De ... Denzel?"Denzel berdiri tegak di sana dengan mengenakan setelan jas rancangan eksklusif. Posturnya tegap dan anggun, wajah
Natalie bahkan tidak perlu menebak, dia langsung tahu siapa yang mengirim pesan itu.Pasti Marlon!Pantas saja sejak tadi dia merasa gelisah. Kecelakaan yang menimpa Leira memang terasa janggal. Ternyata benar, ini adalah ulah seseorang.Bajingan seperti Marlon, bahkan tega menargetkan seorang wanita tua yang hidup sendirian. Tindakannya sudah bukan manusiawi lagi, benar-benar keji!Natalie menggenggam ponselnya erat-erat. Amarah memenuhi dadanya, tetapi rasa gelisah yang muncul bersamaan jauh lebih besar. Wajahnya bahkan mulai memucat.Marlon sedang mengancam mereka.Kali ini, Leira hanya terluka ringan. Namun, siapa tahu apa yang akan terjadi lain kali? Dengan sifat Marlon yang kejam dan tak berperasaan, menghabisi nyawa seseorang bukanlah hal yang mustahil. Satu-satunya cara untuk menjaga keselamatan Leira adalah dengan mencabut gugatan.Leira menyadari wajah Natalie tampak buruk. Dia bertanya dengan cemas, "Natalie, kamu kenapa?"Natalie segera meredam emosinya dan memaksakan senyu
Natalie mendongak menatapnya, matanya yang indah berkedip pelan dan tampak memelas. "Pak Denzel, kamu nggak mau ke sini, jadi aku nggak punya pilihan selain datang ke sana.""Baru punya dua kaki pendek saja sudah berani-beraninya manjat pagar. Kamu ini benar-benar cari mati ya."Wajah Denzel tampak dingin saat dia berjalan mendekat.Natalie melirik kakinya sendiri, bibirnya merengut kesal. Di mana pendeknya? Waktu mereka berdua intim saja, pria itu masih memuji kakinya panjang dan putih, sekarang malah bilang dia berkaki pendek?Keterlaluan."Mundur," perintah Denzel dengan suara dingin.Natalie langsung patuh dan melangkah mundur.Detik berikutnya, dia melihat Denzel melompati pagar balkon dengan lincah. Kaki pria itu memang panjang. Dari cara dia melompati pagar ... kelihatan keren juga.Natalie berniat membujuknya dengan cara manis, matanya langsung berbinar cerah. "Pak Denzel, kamu ganteng sekali, manjat pagar saja kayak aktor film laga."Namun, Denzel sama sekali tidak menggubris.
Natalie berdiri di tempat sambil menatap punggung Denzel yang perlahan menghilang dari pandangan, ekspresinya penuh kelelahan dan ketidakberdayaan.Dia marah lagi.Malam ini saat pulang ke rumah, sepertinya dia harus menghabiskan banyak tenaga untuk bisa menenangkan Denzel kembali.Natalie kembali ke ruang perawatan.Robert mengangkat kepala dan melirik ke arah pintu. Pria itu tidak ikut masuk.Bibirnya yang pucat dan mengelupas tampak bergerak sedikit, seperti ingin mengatakan sesuatu, tapi akhirnya hanya satu kalimat yang lirih keluar dari mulutnya. "Natalie, maaf."Permintaan maaf yang mendadak itu membuat Natalie tertegun. "Kak, kenapa? Kenapa kamu minta maaf?""Nggak apa-apa."Akhirnya Robert tetap tidak menjelaskan apa pun. Dia adalah kakak Natalie, saudara kandung yang tumbuh bersama sejak kecil. Mereka telah saling mengenal kepribadian masing-masing.Adiknya itu cerdas, luar biasa, dan punya harga diri tinggi. Meski lahir dari keluarga sederhana, dia tetap sangat bergengsi ting