"Clara, bangun! Clara, kita harus pergi sekarang juga! Clara, ayo!"Wanita cantik dengan beberapa kerutan di wajahnya nampak menggoyang-goyangkan tubuh gadis kecil yang tengah terlelap itu dengan sekuat tenaga. Namun tak ada reaksi apapun, kecuali geliat kecil dengan kelopak yang terbuka, menunjukkan sepasang manik cokelat yang indah."Ibu mau ke mana?" tanya gadis itu polos."Ke tempat yang jauh, pergi dari orang-orang jahat di sini!" jawabnya sembari mengendong Clara kecil."Aku tak mau! Lepaskan aku! Aku ingin disini!" teriakan Clara menggema, bersama tubuh besar yang tersentak di sisinya.David terjaga dengan posisi aktif sepenuhnya. Dilihatnya Clara yang masih tertidur di sofa panjang. Keringat bercucuran dengan gumam penolakan yang terus terdengar. Wajahnya mendekat, menyimak dengan baik apa yang gadis itu ucap."Aku tak mau! Ibu bisa pergi sendiri!" serunya parau.Otak David berpikir keras, bingung karena tak pernah sekalipun mendengarkan celoteh Clara tentang ibunya. Beberapa
"Kami sudah menikah, sah secara hukum dan agama!" Kilat cahaya berpendar bergantian. Para wartawan terlihat antusias mendengarkan Clara dan David yang duduk berdampingan sebagai sepasang suami-istri. Keduanya sama sekali tak menyangkal bahwa foto yang beredar adalah mereka."Jadi sejak kapan hubungan ini terjalin?" Seorang pria mengacung sembari menyampaikan pertanyaannya.Mendengar pertanyaan itu, Clara tersipu malu. Tangannya menutup bibir yang tersenyum. Pipinya merona, menunjukkan gerak tubuh yang sempurna. Tiba-tiba saja ia mengalungkan kedua tangannya di lengan sang suami."Aku diam-diam mencintainya. Ayahku sepertinya tahu, maka dari itu ia sering kali menjauhkan kami. Tapi sebelum ia pergi, pada pria inilah aku dititipkan. Jadi, aku rasa tak perlu menunggu waktu lama untuk menikah, walaupun hubungan kami baru sebentar."Manik Clara dan David bertemu, seolah memberi semangat satu sama lain. Pria itu tersenyum, sembari menggenggam jari-jari manis istrinya dengan lembut. Sandiwa
"Aku tak tahu kau pintar bersandiwara," celetuk Clara sembari masuk ke dalam ruangan mendiang sang ayah.Kantor yang luas dengan lukisan berukuran besar Bernardo terpampang nyata di tengah ruang. Matanya tajam, tepat ke arah tempat duduk empuk yang kini Clara tempati. Keduanya seolah saling berhadapan, seperti biasanya."Aku hanya mengikuti permainan yang sedang berjalan. Aku bisa menjadi apapun yang ku mau, tergantung situasinya. Karena begitulah manusia hidup, seperti air." David menjawab panjang lebar, berusaha menjelaskan dirinya pada sang istri yang baru dinikahinya beberapa hari.Nada bicaranya berubah, sesuai dengan bagaimana cara Clara bertanya. Gadis itu berubah drastis semenjak keluar dari mobil. Ekspresinya kembali dingin, seperti Nona Muda yang biasanya ia temui sehari-hari, kasar dan angkuh. Entah apa yang merasukinya, tapi jelas sekali terlihat perbedaannya."Apa kau juga bersandiwara di depan ayahku?" tanyanya pada David yang tercekat di sofa tamu.Matanya nyalang meng
"Jadi ayahku yang membiayai sekolahmu?" tanya Clara tak percaya. Cangkir di tangannya bergetar hebat, saking bingungnya dengan semua kebaikan sang ayah yang tak pernah ditunjukkan pada putri semata wayangnya.Sebagai anak, Clara merasa begitu tak tahu diri. Bukan hanya dalam hal berbakti, tapi juga mengetahui sifat dan sikap sang ayah, yang sebenarnya. Semua kebaikan yang dilakukan Tuan Bernardo hanya bisa ia dengar tanpa pernah ia ketahui dengan mata kepalanya sendiri.Seperti yang sudah diterima oleh David. Semenjak lepas dari pekerjaan pengawalnya yang lama, pria itu ternyata sudah direkrut oleh sang ayah dan langsung disekolahkan kembali. Pria yang kala itu masih menjadi karyawan baru, mendapatkan banyak sekali keuntungan yang bisa saja dimanfaatkan menjadi tak baik.Namun David yang pada dasarnya memang ingin menuntut ilmu membuat kepercayaan Bernardo semakin besar. Tak hanya itu, suami dari Clara De Quinn itu terus setia, kapanpun dan di mana pun sang ayah berada. Belum cukup sa
"HATCHI!"Clara memeluk dirinya sendiri bersama selimut tebal di atas kasur empuk. Pendingin ruangan yang biasanya menyala, mendadak padam. Tentu saja karena kondisi sang pemilik yang sedang tak enak badan.Sejak pulang dari restoran, gadis itu langsung membersihkan diri dengan air hangat. Ditambah lagi semangkuk sup hangat dan secangkir teh yang nampaknya belum cukup mengobati rasa dingin yang semakin menusuk tubuhnya. "Kau yakin tak ingin ku antar ke rumah sakit?" tawar David yang masih bertahan dengan sofa empuk di ujung ranjang.Jarak keduanya memang tak terlalu jauh. Tapi keduanya masih setia untuk menjaga privasi masing-masing dengan pisah ranjang. Selain untuk menjaga diri, juga untuk meyakinkan bahwa semua hubungan ini hanya sebuah kesalahan yang diawali dengan ulah licik seseorang."I'm okay!" katanya dengan jari telunjuk dan jempol yang membentuk lingkaran pertanda ia masih baik-baik saja.Namun tak demikian yang dilihat oleh David. Mata istrinya berair, dengan ingus yang m
"Tuan Putriku sedang sakit?" Wajah Leo yang masuk tanpa permisi ke kamar keponakannya mendapat sambutan dingin. Gadis yang masih tergeletak di atas ranjang itu hanya memandang sengit. Tangannya menggenggam ujung bantal, siap melakukan lemparan jikalau pamannya itu mulai menyebalkan."Mau ku panggilkan dokter pribadiku? Atau ku antar ke rumah sakit untuk periksa?" tawarnya dengan senyum yang nampak ramah di luar.Clara memutar matanya malas. Ia sudah tahu betul bahwa kehadiran Leo hanya untuk mengejeknya yang sedang sakit. Tak ada maksud baik di hati pria yang sudah tinggal bersamanya sejak sang ibu meninggalkan rumah. Leo dan Amy berkedok malaikat yang akan menjaga keponakannya yang menderita, tapi kenyataannya tak demikian.Dua orang dewasa itu hadir untuk menjaga harta sang ayah, untuk dimiliki dan dikuasai berdua. Dan saat ini, semua nyaris menjadi nyata. Jika Clara tak segera bangkit dan terus bertumpu pada David yang memang banyak memberikan bantuan."Sudah ku katakan sejak awal
"Apa yang terjadi?" tanya David dengan telepon yang tersambung dengan pengeras suara di mobilnya.Pria itu mendengarkan dengan seksama penjelasan demi penjelasan yang diutarakan mantan bawahannya. Kepalanya berdenyut kencang setiap kali sesuatu terjadi pada sang istri. Bukan hanya karena Clara tengah sakit dan beristirahat di rumah, tapi juga karena secara kedewasaan, gadis itu masih cukup muda untuk mengemban tanggung jawab sebesar itu.Kakinya menginjak pedal gas semakin dalam, bersama fokus mata yang tak teralihkan dari jalanan. Tangannya memegangi kepala yang terus memutar otak untuk membuat gadisnya semakin kuat. Bukan untuknya, tapi minimal untuk diri Clara sendiri. Dan itu adalah tugas yang cukup berat bagi David.Clara hidup dengan bergelimang harta dengan jutaan pengawal dan pelayan yang biasa membantunya. Dengan kondisinya kini, ditambah keberadaan Amy dan Leo yang terus merongrong hartanya, maka semua tak akan bisa kembali seperti sedia kala. Gadis itu harus bisa belajar ma
"Mobil sudah siap, kita berangkat sekarang!" teriak David dari luar kamar.Satu kalimat dari pria itu membuat Clara tersentak. Gadis itu diam untuk beberapa saat. Sejak semalam sikap mereka menjadi canggung. Lebih tepatnya sejak ciuman yang didaratkan suaminya itu tanpa aba-aba.Tentu saja itu bukan ciuman pertama mereka. Namun kali ini begitu membekas karena David membuat permainan mereka semakin dalam dan nyaris terjadi hal-hal yang tak diinginkan. Beruntung keduanya masih cukup sadar diri.Gara-gara perbuatannya, David harus menerima takdir untuk tidur di luar. Ya, Clara mengusirnya dan melarang pria itu untuk tidur di kamar yang sama dengannya. Karena ia butuh istirahat dan melihat wajah suaminya membuatnya semakin tak bisa tidur."Aku turun!" katanya seraya bergerak untuk memulai hari.Dengan satu set pakaian kantor yang rapi, Clara pergi bersama David. Hanya mereka berdua tanpa ditemani sopir. Keduanya sepakat untuk bersama menjalankan tantangan dari Leo. Sehingga intensitas di