Nasib buruk terus menimpa Clara Quinn, setelah sebelumnya ia terlibat skandal cinta satu malam dengan sang pengawal, David Klein. Dimulai dengan kematian Bernardo De Quinn, sang ayah secara mendadak, dilanjutkan dengan paksaan menikah dengan David untuk mempertanggung jawabkan semua perbuatannya. Pernikahan yang digelar membawa kedekatan antara Clara dan David yang ingin menguak misteri kematian sang ayah yang penuh kejanggalan. Semakin diselidiki, keduanya semakin dalam masuk ke dalam kisah cinta yang berbalut perangkap mematikan dari adik-adik Bernardo.
View More"Aku tak mau dan tak akan pernah mau menikah!" seru gadis cantik yang langsung membalikkan wajahnya dengan angkuh.
Seketika tangannya bergerak cepat mengambil tas dengan berlogo huruf H besar di sofa dan keluar dari ruangan tanpa pamit. Ditinggalkannya Bernardo De Quinn, pria 60 tahun yang sudah merawatnya sepenuh hati tanpa didampingi sang istri yang sudah lebih dulu pergi.
"Ikuti dia, jangan biarkan dia sendiri dan melakukan hal gila lagi!" perintah Bernardo pada pria berpakaian serba hitam yang mengangguk seketika.
Tangan tuanya memegangi dada yang terasa sakit setiap kali berurusan dengan gadis nakalnya. Clara Quinn, putri semata wayang yang ia besarkan seorang diri nyatanya harus tumbuh menjadi anak pembangkang dan selalu menolak permintaan sang ayah. Kali ini, bukan yang pertama kalinya Bernardo harus menelan obat-obat dokter untuk mengurangi sakit jantung yang kambuh akibat ulah putri semata wayangnya.
Sementara langkah kaki Clara menyusuri anak-anak tangga dengan cepat. Tubuh rampingnya masuk ke dalam sebuah mobil sport berwarna mewah, hadiah dari ayahnya tahun lalu. Diliriknya pengawal pribadi Bernardo yang sudah duduk manis di sisinya.
"Apa yang kau lakukan di sini, hah?" tanyanya ketus.
"Menemanimu," jawab pria bertubuh kekar yang tak nampak menua walau usianya sudah menginjak kepala empat. "Aku tak akan membiarkan kau pergi sendiri!" tegasnya seolah memaksa Clara menurut.
"Tuan David Klein, kau pengawal pribadi ayahku, jadi keluar atau..."
"Kali ini aku akan menjadi pengawalmu, Nona Clara Quinn!" potong David dengan penuh penekanan pada akhir kalimatnya.
Gadis 25 tahun itu mendengus kesal, tapi matanya langsung bersinar seolah ada rencana baru untuk membuat David jengah nan lengah. Tatapan manik abunya tajam dengan seru mesin yang berteriak siap menghempas keduanya menuju surga dunia, tempat Clara menghabiskan waktunya selama ini.
Setelah menyelesaikan kuliah di Paris, ia kembali ke tanah air dan enggan bekerja. Belanja, berlibur dan berpesta adalah kegiatannya sehari-hari. Ia sama sekali tak tertarik pada dunia kerja, di mana sang ayah berjuang keras memberikan kehidupan yang layak bagi keluarga. Tak hanya itu, Clara juga selalu membuat masalah, terutama jika ia berhubungan dengan pria.
Berita terakhir yang mencoreng nama besar Quinn adalah saat ia menabrak mobil mantan kekasihnya yang berselingkuh hingga masuk ke sungai. Tak hanya ganti rugi, tapi gadis itu nyaris ditahan, jika Bernardo tak ikut turun tangan.
"Biar aku yang menyetir!" kata David dengan tangan memegangi hand grip erat-erat.
Clara nyaris tergelak mendengar pernyataan sang pengawal. Ia memang sengaja menyetir secara ugal-ugalan untuk membuat David menyerah. Tapi pria itu termasuk kuat menahan semua tingkah pola di luar nalar sang nona muda.
"Ini mobilku dan tak ku biarkan orang lain menyentuhnya!" tolaknya tegas.
Pria itu hanya mengangguk dengan sikap siap, jikalau nanti ada sesuatu yang tak diinginkan terjadi. Matanya waspada, melihat sekeliling yang nampaknya mulai kesal dengan Clara. Bunyi klakson dan tak jarang makian terlontar akibat ulahnya. Namun David hanya bisa diam sampai akhirnya mereka berhenti di pelataran sebuah apartemen mewah yang tak pernah ia kunjungi.
"Kau mau ke mana?" tanya David.
"Ini apartemenku, jadi terserah aku mau ke mana!" jawabnya seraya pergi meninggalkan David yang bingung harus menyimpan mobil itu di mana.
Kaki jenjang Clara yang indah dengan mini dress berlengan spageti melangkah pasti ke arah bar yang berada di lantai dua. Ia duduk sebentar di meja kosong yang terletak di pojok ruangan. Tangannya melambai ke arah bartender kenalannya sambil memberi kode untuk mengantarkan minuman.
Clara mengedarkan pandangan, mulai menilik satu per satu tamu di bar itu, mencari mangsa. Namun ia malah kembali harus melihat David yang baru saja masuk dengan napas terengah-engah. Wajah semakin kesal melihat pria itu berjalan mendekat ke arahnya.
"Tak bisakah kau cari tempat yang lain?" tanyanya sambil menggerutu sebal.
"Aku harus di sini agar tak ada pria lain yang mengganggumu!" jawab David masa bodoh dengan sikap tak suka yang Clara tunjukkan.
Gadis itu menghentak-hentakkan kaki, tanda tak suka. Namun semua sikap yang ia beri tak membuat David pergi. Pria itu malah menyambut kedatangan minuman dengan senang hati. Wajahnya sumringah, karena sang pelayan memberikan dua gelas untuk mereka.
"Aku yang me..."
"Ah...!" seru David yang baru saja menenggak satu sloki alkohol dengan santai. Rasa pahit yang menjalar di sepanjang tenggorokannya membuat manik pualam itu terpejam sesaat. "Harusnya kau diam di rumah dan menikmati semua yang ayahmu beri," katanya setengah menasihati.
Clara berdecih tak suka. Tangannya menggapai botol dan menuangkan alkohol sebanyak yang ia suka. Seperti David, ia pun langsung menghabiskan minumannya dalam satu gerakan saja. Pesta dan minuman adalah kehidupan yang ia jalani setahun ke belakang. Satu sloki tak akan membuatnya mabuk. Maka dari itu, ia menenggak kembali minuman kedua, ketiga hingga tak lagi bisa dihitung dengan jari.
"Hentikan atau kau bisa mabuk!" cegah David.
Seolah tak mau mendengar nasihat sang pengawal, Clara bergerak merengkuh botolnya lagi dan siap menuang. Namun tiba-tiba saja ia merasakan sesuatu yang aneh terjadi pada tubuhnya. Rasa panas yang menjalar dari tenggorokan ke arah perut dan terus menguasai seluruh indera. Keringat dingin mulai bercucuran bersama tangan yang menggenggam meja erat.
"Kau kenapa?" tanya David melihat ada yang tak beres.
Clara menggeleng dengan cepat. Matanya nanar menatap David yang nampak begitu tampan nan menggoda di matanya. Dengan kemeja yang terbuka sedikit, jas hitam juga potongan rambut cepak yang rapi, semua menjadi sempurna bagi gadis yang tak pernah sekalipun memperhatikan pengawalnya itu.
"Ah, aku mau pulang!" katanya coba mengontrol isi kepalanya.
Kaki menapak lantai dan mulai berjalan sempoyongan. Ditepis tangan David yang berusaha untuk membantu. Entah mengapa ada aliran listrik ketika kulit keduanya beradu. Rasanya ingin sekali tangan itu menyentuh seluruh tubuhnya.
Clara buru-buru menggelengkan kepalanya lagi dan lagi. Pikirannya sungguh tak bisa dikontrol, dan pulang adalah ide yang buruk. Tangannya menyentuh tombol lift dan bergerak menuju ke apartemennya, bersama David yang terus membuntuti.
"Nona, apa tak sebaiknya jika kita pulang saja?" tawar David yang merasa Clara tak baik-baik saja.
Tak ada jawaban dari bibir bergincu merah muda itu. Matanya terpejam, berusaha untuk menahan gejolak dalam diri yang tiba-tiba saja menguasai. Keringat dingin mulai bercucuran, bersama rasa basah di area sensitifnya yang terus berkedut ingin sesuatu yang lebih.
"Nona Clara, kenapa kau..."
Belum sempat pria itu bertanya, Clara sudah berbalik dan mendorong tubuh besar itu ke sudut. Tangannya menarik kerah baju David dan membawa bibir keduanya beradu. Satu kecupan nyatanya tak cukup, tubuh gadis itu menagih lebih dalam hingga ciuman hangat itu berubah panas.
David mendelik, tangannya menyentuh kedua bahu Clara, sekuat tenaga mendorong. Tapi apa yang dilakukan oleh gadis itu malah sebaliknya. Sang nona muda mengaitkan kedua tangannya ke leher hingga pria itu tak mampu berbuat apapun kecuali menerima semua perlakuan itu.
TING!
Sebelum pintu lift terbuka, Clara sudah melepaskan ciumannya. Wajahnya merah padam menahan malu, dengan kepala menunduk ia berjalan menuju ke arah apartemennya yang tak jauh dari sana. Sementara David terus membuntuti penuh tanya.
"Nona Clara, apa yang tadi..."
Tiba-tiba saja gadis itu membalikkan badan, menahan tubuh besar David hingga nyaris bertabrakan dengannya. Clara menatap nanar, seolah meminta tolong. Tapi pria itu sama sekali tak mengerti dengan apa yang terjadi, hingga sebuah serangan di tubuhnya membuatnya paham apa yang telah terjadi.
"Aku sudah berusaha, tapi rasa ini tak bisa lagi ku tahan!" kata Clara seraya kembali memeluk David dan mencumbunya dengan rakus.
***
"Jadi apa yang harus aku katakan pada mereka?" tanya Clara yang sudah mondar-mandir sejak tadi.David membaca berkas yang sempat terlewat kemarin. Karena buru-buru pulang, ia mengambil keputusan tanpa pikir panjang. Dan akibatnya, hari ini ada sekelompok masyarakat yang melakukan demo di depan gerbang pabrik, hingga keduanya harus melalui pintu samping.Clara mengintip lewat jendela ruangannya. Matanya terkejut mendapati peserta demo yang semakin banyak. Sebagian dari mereka menuntut pencabutan keputusan pemecatan untuk beberapa orang, termasuk Ratna yang ternyata juga merupakan salah seorang putri daerah. Ialah alasan dari kegiatan demo kali ini."Tunggulah sebentar lagi, kita keluar setelah ada pihak kepolisian."Namun Clara langsung mengambil posisi di samping suaminya. Hatinya tak tenang, karena ini adalah pertama kalinya ia berhadapan dengan segerombolan orang yang tak dikenal. Bukan hanya itu, sikap anarkis dan teriakan penuh makian menggambarkan dengan jelas bagaimana kepribadi
"Mobil sudah siap, kita berangkat sekarang!" teriak David dari luar kamar.Satu kalimat dari pria itu membuat Clara tersentak. Gadis itu diam untuk beberapa saat. Sejak semalam sikap mereka menjadi canggung. Lebih tepatnya sejak ciuman yang didaratkan suaminya itu tanpa aba-aba.Tentu saja itu bukan ciuman pertama mereka. Namun kali ini begitu membekas karena David membuat permainan mereka semakin dalam dan nyaris terjadi hal-hal yang tak diinginkan. Beruntung keduanya masih cukup sadar diri.Gara-gara perbuatannya, David harus menerima takdir untuk tidur di luar. Ya, Clara mengusirnya dan melarang pria itu untuk tidur di kamar yang sama dengannya. Karena ia butuh istirahat dan melihat wajah suaminya membuatnya semakin tak bisa tidur."Aku turun!" katanya seraya bergerak untuk memulai hari.Dengan satu set pakaian kantor yang rapi, Clara pergi bersama David. Hanya mereka berdua tanpa ditemani sopir. Keduanya sepakat untuk bersama menjalankan tantangan dari Leo. Sehingga intensitas di
"Apa yang terjadi?" tanya David dengan telepon yang tersambung dengan pengeras suara di mobilnya.Pria itu mendengarkan dengan seksama penjelasan demi penjelasan yang diutarakan mantan bawahannya. Kepalanya berdenyut kencang setiap kali sesuatu terjadi pada sang istri. Bukan hanya karena Clara tengah sakit dan beristirahat di rumah, tapi juga karena secara kedewasaan, gadis itu masih cukup muda untuk mengemban tanggung jawab sebesar itu.Kakinya menginjak pedal gas semakin dalam, bersama fokus mata yang tak teralihkan dari jalanan. Tangannya memegangi kepala yang terus memutar otak untuk membuat gadisnya semakin kuat. Bukan untuknya, tapi minimal untuk diri Clara sendiri. Dan itu adalah tugas yang cukup berat bagi David.Clara hidup dengan bergelimang harta dengan jutaan pengawal dan pelayan yang biasa membantunya. Dengan kondisinya kini, ditambah keberadaan Amy dan Leo yang terus merongrong hartanya, maka semua tak akan bisa kembali seperti sedia kala. Gadis itu harus bisa belajar ma
"Tuan Putriku sedang sakit?" Wajah Leo yang masuk tanpa permisi ke kamar keponakannya mendapat sambutan dingin. Gadis yang masih tergeletak di atas ranjang itu hanya memandang sengit. Tangannya menggenggam ujung bantal, siap melakukan lemparan jikalau pamannya itu mulai menyebalkan."Mau ku panggilkan dokter pribadiku? Atau ku antar ke rumah sakit untuk periksa?" tawarnya dengan senyum yang nampak ramah di luar.Clara memutar matanya malas. Ia sudah tahu betul bahwa kehadiran Leo hanya untuk mengejeknya yang sedang sakit. Tak ada maksud baik di hati pria yang sudah tinggal bersamanya sejak sang ibu meninggalkan rumah. Leo dan Amy berkedok malaikat yang akan menjaga keponakannya yang menderita, tapi kenyataannya tak demikian.Dua orang dewasa itu hadir untuk menjaga harta sang ayah, untuk dimiliki dan dikuasai berdua. Dan saat ini, semua nyaris menjadi nyata. Jika Clara tak segera bangkit dan terus bertumpu pada David yang memang banyak memberikan bantuan."Sudah ku katakan sejak awal
"HATCHI!"Clara memeluk dirinya sendiri bersama selimut tebal di atas kasur empuk. Pendingin ruangan yang biasanya menyala, mendadak padam. Tentu saja karena kondisi sang pemilik yang sedang tak enak badan.Sejak pulang dari restoran, gadis itu langsung membersihkan diri dengan air hangat. Ditambah lagi semangkuk sup hangat dan secangkir teh yang nampaknya belum cukup mengobati rasa dingin yang semakin menusuk tubuhnya. "Kau yakin tak ingin ku antar ke rumah sakit?" tawar David yang masih bertahan dengan sofa empuk di ujung ranjang.Jarak keduanya memang tak terlalu jauh. Tapi keduanya masih setia untuk menjaga privasi masing-masing dengan pisah ranjang. Selain untuk menjaga diri, juga untuk meyakinkan bahwa semua hubungan ini hanya sebuah kesalahan yang diawali dengan ulah licik seseorang."I'm okay!" katanya dengan jari telunjuk dan jempol yang membentuk lingkaran pertanda ia masih baik-baik saja.Namun tak demikian yang dilihat oleh David. Mata istrinya berair, dengan ingus yang m
"Jadi ayahku yang membiayai sekolahmu?" tanya Clara tak percaya. Cangkir di tangannya bergetar hebat, saking bingungnya dengan semua kebaikan sang ayah yang tak pernah ditunjukkan pada putri semata wayangnya.Sebagai anak, Clara merasa begitu tak tahu diri. Bukan hanya dalam hal berbakti, tapi juga mengetahui sifat dan sikap sang ayah, yang sebenarnya. Semua kebaikan yang dilakukan Tuan Bernardo hanya bisa ia dengar tanpa pernah ia ketahui dengan mata kepalanya sendiri.Seperti yang sudah diterima oleh David. Semenjak lepas dari pekerjaan pengawalnya yang lama, pria itu ternyata sudah direkrut oleh sang ayah dan langsung disekolahkan kembali. Pria yang kala itu masih menjadi karyawan baru, mendapatkan banyak sekali keuntungan yang bisa saja dimanfaatkan menjadi tak baik.Namun David yang pada dasarnya memang ingin menuntut ilmu membuat kepercayaan Bernardo semakin besar. Tak hanya itu, suami dari Clara De Quinn itu terus setia, kapanpun dan di mana pun sang ayah berada. Belum cukup sa
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments