Share

Jebakan Ranjang Suami Tampan
Jebakan Ranjang Suami Tampan
Penulis: Si Mendhut

Dia Yang Sudah Lima Tahun

“Bagaimana, apa kamu berhasil melacak posisinya?” Seorang wanita tengah berbicara dengan orang lain lewat earphone yang terpasang di belakang telinganya.

Wanita tersebut melakukan hal itu sembari berjongkok di depan lift khusus. Ia berpura-pura sedang membetulkan sepatunya karena saat ini sedang ada dua CCTV yang menyorot tepat ke arahnya.

“Aku belum bisa mendapatkannya. Sistem keamanan mereka sangat sulit ditembus,” ujar orang yang ada di dalam panggilan tersebut.

“Ayolah, seharusnya perhiasan seperti itu ada di ruang penyimpanan atau sejenisnya.”

“Vivian Marquis, apa kamu pikir meretas sebuah gedung sama tingkatannya dengan meretas ponsel mantan suami gilamu,” sahut orang yang ada di dalam panggilan tersebut.

“Ck, jangan mengungkitnya, dia itu bencana.”

Di sisi lain, saat ini terlihat dua orang laki-laki yang sedang berdiri tak jauh dari pintu lift. Mereka terus mengamati tingkah aneh Vivian selama beberapa saat.

“Ehem!” dehem salah satu dari kedua laki-laki tersebut karena sudah tak tahan melihat Vivian yang sedari tadi terus berjongkok sembari bergumam tak jelas.

‘Ah, ada orang. Kenapa aku tidak menyadarinya,’ batin Vivian sembari membetulkan kaca matanya.

Setelah itu ia dengan tenang mengangkat wajahnya sambil berkata, “Ah, maaf Tuan.”

Senyum hangat yang menyertai kalimat tersebut seketika pudar. Bahkan, suasana di sekitar ketiga orang tersebut berubah hening selama beberapa saat.

‘Sial!’ maki Vivian di dalam hati. Ia tak menyangka akan bertemu dengan dua laki-laki di depannya itu saat ini.

Sesaat kemudian ia dengan cepat berdiri dan memberikan senyum ramah pada kedua laki-laki yang saat ini masih memandanginya dengan aneh. “Selamat siang, Tuan. Maaf tadi saya kehilangan konsentrasi selama beberapa saat,” ujarnya.

“Ya,” sahut laki-laki lainnya dengan ekspresi dingin di wajahnya.

Vivian pun segera berbalik dan menekan tombol lift tersebut dengan jantung yang berdegup kencang.

‘Sudah lima tahun, dia seharusnya tidak mengenaliku lagi ‘kan? Ah, buang jauh-jauh pikiran konyol itu. Mana mungkin dia mengenalimu dalam penampilan seperti ini,’ batinnya yang terus mencoba untuk menenangkan hatinya saat ini.

Diam-diam ia melirik ke arah laki-laki bertubuh tinggi tegap tersebut. Mata yang tetap tajam, hidung yang sesuai dan bibir tipis yang dulu kerap membuatnya lupa diri itu terlihat tak berubah sedikit pun. Sungguh dulu dia benar-benar pernah terjebak dalam pesona laki-laki tampan itu

‘Apa dia ini contoh manusia abadi,’ komentarnya di dalam hati.

Vivian terus memikirkan wajah laki-laki yang pernah mengisi hatinya itu, hingga sesaat kemudian pintu lift pun terbuka. Ia dengan cepat memberi jalan pada kedua laki-laki tersebut sambil berkata, “Silakan Tuan.”

Tak diduga, kalimat ramah yang disertai dengan senyum profesional itu mendapatkan balasan dari laki-laki berwajah dingin tersebut.

“Terima kasih,” ujarnya dengan suara berat yang khas.

Seketika bulu kuduk Vivian meremang mendengar suara laki-laki tersebut. Reaksi tubuh yang sama seperti saat pertama kali mereka bertemu dulu. “Sa-sama sama-sama,” sahutnya tergagap.

‘Kenapa denganku? Ini sudah lima tahun, kenapa aku masih merasa seperti ini,’ geramnya di dalam hati. ‘Kamu tidak boleh kalah Vi! Jangan sampai perasaan sial ini membuatmu terjebak seperti dulu lagi!’ teriaknya di dalam hati.

Beberapa saat berlalu. Seperti yang seharusnya, setelah mereka semua masuk ke dalam lift, Vivian dengan tenang menanyakan pertanyaan wajibnya.

“Lantai berapa, Tuan?” tanyanya sembari menatap deretan tombol berhiaskan gambar angka-angka di depannya.

“Lantai 35.”

Kembali suara laki-laki itu memasuki gendang telinga Vivian dan membuatnya menggigit bibir berlapis lipstik berwarna mochanya.

‘Raven, kenapa kita harus bertemu lagi,’ ucapnya di dalam hati sembari mencari angka 35 di deretan tombol tersebut.

Namun sesaat kemudian, ia tiba-tiba saja menyadari sesuatu. ‘Tunggu, lantai 35 itu bukannya ruangan presdir? Jadi dia presdirnya? Ah, sial!’ teriaknya di dalam hati.

“Kenapa Nona, apa ada yang salah?” Pria yang tampak seperti asisten presdir tersebut kini ganti menegur Vivian, sementara Raven hanya diam.

Vivian pun segera berbalik dan menjawab dengan riang, “Ah, tidak Tuan. Saya hanya terkejut dan sekaligus merasa sangat bersyukur karena bisa bertemu dengan pemimpin perusahaan besar ini di hari pertama saya bekerja.”

“Iya-iya, memang kamu harus banyak bersyukur,” sahut si asisten sambil mengedipkan sebelah matanya.

Vivian pun tersenyum malu-malu untuk menanggapi godaan tersebut. “Iya, Tuan,” sahutnya sembari menundukkan pandangannya.

Setelah itu ia pun berbalik dan kemudian menekan tombol yang dimaksud. ‘Dasar Sean sialan,’ gerutunya di dalam hati, memaki si wakil presdir yang juga pernah ia kenal dulu.

Beberapa detik berlalu setelah lift itu bergerak. Saat ini Vivian terus mengawasi gerak-gerik dua laki-laki di belakangnya dari pantulan gambar di pintu lift yang ada di depannya

“Siapa nama kamu?” Tiba-tiba Raven kembali bertanya.

Seketika Vivian menelan ludah mendengar pertanyaan tersebut.

“Nama saya Heta, Tuan,” jawabnya tanpa menoleh ke belakang, tidak seperti saat ia berbicara dengan Sean tadi.

‘Dia tidak boleh mengenaliku,’ batin Vivian meneguhkan hati dan pikirannya agar tak menimbulkan tindakan yang salah dan membuat Raven curiga pada dirinya.

Sedangkan saat ini Raven tengah mengamati Vivian dari belakang. Ia dengan teliti menatap setiap inci tubuh Vivian, tak membiarkan satu garis pun terlewat. Hingga akhirnya ia sampai pada sebuah tato dengan bahasa Ibrani di pergelangan kaki Vivian. “Baraq, Shine?” gumamnya membaca dan mengartikan tulisan tersebut.

Vivian yang mendengar ucapan Raven tersebut pun langsung menunduk dan menatap pergelangan kakinya. ‘Ck, harusnya aku menutupi tato itu tadi,’ gerutunya di dalam hati karena kurang teliti dengan hal itu.

Tentu saja sebagai pencuri profesional, kecerobohan sekecil apa pun tak bisa dimaafkan karena bisa berdampak besar dalam eksekusi pekerjaannya.

Ia pun terus mencoba untuk tenang, hingga sesaat kemudian terdengar langkah kaki berbalut sepatu pantofel dari belakang Vivian mulai bergerak. Harum parfum yang pernah ia pilihkan untuk Raven ketika mereka bersama dulu membuat Vivian langsung mengangkat pandangannya.

‘Raven,’ batinnya dengan jantung yang berdegup kencang karena melihat gambaran Raven sedang berdiri tepat di belakang tubuhnya.

Perlahan Raven membungkukkan punggungnya agar wajahnya berada tepat di dekat telinga Vivian. Dan sesaat kemudian ia pun ikut mengangkat pandangannya, melihat ekspresi Vivian dari pantulan gambar yang ada di pintu lift.

“Apa kamu mengingatku?” bisiknya.

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Kikiw
openingnya keren ya! bikin penasaran
goodnovel comment avatar
Si Mendhut
Terima Kasih, semoga terus suka Ya Kak :)
goodnovel comment avatar
Sumanah Anah
bru bca, udh kliatan seru heee
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status