Beranda / Romansa / Jebakan Ranjang Suami Tampan / Dia Yang Sudah Lima Tahun

Share

Jebakan Ranjang Suami Tampan
Jebakan Ranjang Suami Tampan
Penulis: Si Mendhut

Dia Yang Sudah Lima Tahun

Penulis: Si Mendhut
last update Terakhir Diperbarui: 2022-11-30 14:43:07

“Bagaimana, apa kamu berhasil melacak posisinya?” Seorang wanita tengah berbicara dengan orang lain lewat earphone yang terpasang di belakang telinganya.

Wanita tersebut melakukan hal itu sembari berjongkok di depan lift khusus. Ia berpura-pura sedang membetulkan sepatunya karena saat ini sedang ada dua CCTV yang menyorot tepat ke arahnya.

“Aku belum bisa mendapatkannya. Sistem keamanan mereka sangat sulit ditembus,” ujar orang yang ada di dalam panggilan tersebut.

“Ayolah, seharusnya perhiasan seperti itu ada di ruang penyimpanan atau sejenisnya.”

“Vivian Marquis, apa kamu pikir meretas sebuah gedung sama tingkatannya dengan meretas ponsel mantan suami gilamu,” sahut orang yang ada di dalam panggilan tersebut.

“Ck, jangan mengungkitnya, dia itu bencana.”

Di sisi lain, saat ini terlihat dua orang laki-laki yang sedang berdiri tak jauh dari pintu lift. Mereka terus mengamati tingkah aneh Vivian selama beberapa saat.

“Ehem!” dehem salah satu dari kedua laki-laki tersebut karena sudah tak tahan melihat Vivian yang sedari tadi terus berjongkok sembari bergumam tak jelas.

‘Ah, ada orang. Kenapa aku tidak menyadarinya,’ batin Vivian sembari membetulkan kaca matanya.

Setelah itu ia dengan tenang mengangkat wajahnya sambil berkata, “Ah, maaf Tuan.”

Senyum hangat yang menyertai kalimat tersebut seketika pudar. Bahkan, suasana di sekitar ketiga orang tersebut berubah hening selama beberapa saat.

‘Sial!’ maki Vivian di dalam hati. Ia tak menyangka akan bertemu dengan dua laki-laki di depannya itu saat ini.

Sesaat kemudian ia dengan cepat berdiri dan memberikan senyum ramah pada kedua laki-laki yang saat ini masih memandanginya dengan aneh. “Selamat siang, Tuan. Maaf tadi saya kehilangan konsentrasi selama beberapa saat,” ujarnya.

“Ya,” sahut laki-laki lainnya dengan ekspresi dingin di wajahnya.

Vivian pun segera berbalik dan menekan tombol lift tersebut dengan jantung yang berdegup kencang.

‘Sudah lima tahun, dia seharusnya tidak mengenaliku lagi ‘kan? Ah, buang jauh-jauh pikiran konyol itu. Mana mungkin dia mengenalimu dalam penampilan seperti ini,’ batinnya yang terus mencoba untuk menenangkan hatinya saat ini.

Diam-diam ia melirik ke arah laki-laki bertubuh tinggi tegap tersebut. Mata yang tetap tajam, hidung yang sesuai dan bibir tipis yang dulu kerap membuatnya lupa diri itu terlihat tak berubah sedikit pun. Sungguh dulu dia benar-benar pernah terjebak dalam pesona laki-laki tampan itu

‘Apa dia ini contoh manusia abadi,’ komentarnya di dalam hati.

Vivian terus memikirkan wajah laki-laki yang pernah mengisi hatinya itu, hingga sesaat kemudian pintu lift pun terbuka. Ia dengan cepat memberi jalan pada kedua laki-laki tersebut sambil berkata, “Silakan Tuan.”

Tak diduga, kalimat ramah yang disertai dengan senyum profesional itu mendapatkan balasan dari laki-laki berwajah dingin tersebut.

“Terima kasih,” ujarnya dengan suara berat yang khas.

Seketika bulu kuduk Vivian meremang mendengar suara laki-laki tersebut. Reaksi tubuh yang sama seperti saat pertama kali mereka bertemu dulu. “Sa-sama sama-sama,” sahutnya tergagap.

‘Kenapa denganku? Ini sudah lima tahun, kenapa aku masih merasa seperti ini,’ geramnya di dalam hati. ‘Kamu tidak boleh kalah Vi! Jangan sampai perasaan sial ini membuatmu terjebak seperti dulu lagi!’ teriaknya di dalam hati.

Beberapa saat berlalu. Seperti yang seharusnya, setelah mereka semua masuk ke dalam lift, Vivian dengan tenang menanyakan pertanyaan wajibnya.

“Lantai berapa, Tuan?” tanyanya sembari menatap deretan tombol berhiaskan gambar angka-angka di depannya.

“Lantai 35.”

Kembali suara laki-laki itu memasuki gendang telinga Vivian dan membuatnya menggigit bibir berlapis lipstik berwarna mochanya.

‘Raven, kenapa kita harus bertemu lagi,’ ucapnya di dalam hati sembari mencari angka 35 di deretan tombol tersebut.

Namun sesaat kemudian, ia tiba-tiba saja menyadari sesuatu. ‘Tunggu, lantai 35 itu bukannya ruangan presdir? Jadi dia presdirnya? Ah, sial!’ teriaknya di dalam hati.

“Kenapa Nona, apa ada yang salah?” Pria yang tampak seperti asisten presdir tersebut kini ganti menegur Vivian, sementara Raven hanya diam.

Vivian pun segera berbalik dan menjawab dengan riang, “Ah, tidak Tuan. Saya hanya terkejut dan sekaligus merasa sangat bersyukur karena bisa bertemu dengan pemimpin perusahaan besar ini di hari pertama saya bekerja.”

“Iya-iya, memang kamu harus banyak bersyukur,” sahut si asisten sambil mengedipkan sebelah matanya.

Vivian pun tersenyum malu-malu untuk menanggapi godaan tersebut. “Iya, Tuan,” sahutnya sembari menundukkan pandangannya.

Setelah itu ia pun berbalik dan kemudian menekan tombol yang dimaksud. ‘Dasar Sean sialan,’ gerutunya di dalam hati, memaki si wakil presdir yang juga pernah ia kenal dulu.

Beberapa detik berlalu setelah lift itu bergerak. Saat ini Vivian terus mengawasi gerak-gerik dua laki-laki di belakangnya dari pantulan gambar di pintu lift yang ada di depannya

“Siapa nama kamu?” Tiba-tiba Raven kembali bertanya.

Seketika Vivian menelan ludah mendengar pertanyaan tersebut.

“Nama saya Heta, Tuan,” jawabnya tanpa menoleh ke belakang, tidak seperti saat ia berbicara dengan Sean tadi.

‘Dia tidak boleh mengenaliku,’ batin Vivian meneguhkan hati dan pikirannya agar tak menimbulkan tindakan yang salah dan membuat Raven curiga pada dirinya.

Sedangkan saat ini Raven tengah mengamati Vivian dari belakang. Ia dengan teliti menatap setiap inci tubuh Vivian, tak membiarkan satu garis pun terlewat. Hingga akhirnya ia sampai pada sebuah tato dengan bahasa Ibrani di pergelangan kaki Vivian. “Baraq, Shine?” gumamnya membaca dan mengartikan tulisan tersebut.

Vivian yang mendengar ucapan Raven tersebut pun langsung menunduk dan menatap pergelangan kakinya. ‘Ck, harusnya aku menutupi tato itu tadi,’ gerutunya di dalam hati karena kurang teliti dengan hal itu.

Tentu saja sebagai pencuri profesional, kecerobohan sekecil apa pun tak bisa dimaafkan karena bisa berdampak besar dalam eksekusi pekerjaannya.

Ia pun terus mencoba untuk tenang, hingga sesaat kemudian terdengar langkah kaki berbalut sepatu pantofel dari belakang Vivian mulai bergerak. Harum parfum yang pernah ia pilihkan untuk Raven ketika mereka bersama dulu membuat Vivian langsung mengangkat pandangannya.

‘Raven,’ batinnya dengan jantung yang berdegup kencang karena melihat gambaran Raven sedang berdiri tepat di belakang tubuhnya.

Perlahan Raven membungkukkan punggungnya agar wajahnya berada tepat di dekat telinga Vivian. Dan sesaat kemudian ia pun ikut mengangkat pandangannya, melihat ekspresi Vivian dari pantulan gambar yang ada di pintu lift.

“Apa kamu mengingatku?” bisiknya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (3)
goodnovel comment avatar
Kikiw
openingnya keren ya! bikin penasaran
goodnovel comment avatar
Si Mendhut
Terima Kasih, semoga terus suka Ya Kak :)
goodnovel comment avatar
Sumanah Anah
bru bca, udh kliatan seru heee
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Jebakan Ranjang Suami Tampan   Kesedihan Dan Kebahagiaan Yang Dijanjikan

    Salah seorang anak buah Aldrich berteriak cukup nyaring dan kemudian ambruk tengkurap di lantai. "Hah?" Vivian terkejut begitu juga yang lainnya.Sesaat semua orang mengarahkan pandangan mereka pada orang yang baru saja ambruk tersebut. "Kamu berani bermain-main denganku?" Aldrich menatap tajam Vivian yang saat ini masih mengarahkan pandangannya pada orang yang baru saja ambruk.Mendengar hal tersebut Vivian langsung mengarahkan pandangannya pada Aldrich. Namun tanpa menjawab, dia mengalihkan pandangannya pada Raven yang saat ini masih terduduk di lantai."Apa ini yang dia katakan agar aku menunggu sebentar lagi," batin Vivian.Dan sesaat kemudian Aldrich pun bangun dari ranjangnya, lalu melangkah ke arah Vivian. Namun, di tengah langkahnya, tiba-tiba salah satu anak buah Aldrich kembali terjungkal."Satu lagi, di mana mereka?" batin Vivian yang juga ikut penasaran dengan hal itu. Dia mengarahkan pandangannya ke sekitar untuk mencari petunjuk, sama dengan apa yang dilakuk

  • Jebakan Ranjang Suami Tampan   Hanya Aldrich

    Beberapa jam berlalu. Saat ini Vivian dan Raven sedang berada di depan ruang ICU di salah satu rumah sakit di kota tersebut."Shine," gumam Vivian yang terus saja berdiri memandangi pintu ruangan tersebut."Tenanglah Vi, dia pasti baik-baik saja," ucap Jessi yang saat ini merangkul pundak Vivian."Iya," sahut Vivian lemah.Rasa gelisah memenuhi pikirannya saat ini. Kedua tangannya terus saling meremas untuk menekan perasaannya yang penuh dengan ketakutan yang seolah tak berujung.Sesaat kemudian terdengar suara langkah kaki sedang berlari kecil ke tempat itu. Segera saja Vivian membalik badannya."Apa kamu mendapatkannya?" tanya Vivian pada laki-laki yang baru saja berlari kecil tersebut."Kami sedang berusaha," jawab Raven dengan ekspresi pahit di wajahnya.Seketika tubuh Vivian limbung. Namun, untung saja Jessi dengan sigap menahan tubuh sahabatnya itu. "Tenang dulu Vi, kamu harus kuat," ucapnya yang sebenarnya juga merasa khawatir bukan main.Vivian kemudian menoleh pada J

  • Jebakan Ranjang Suami Tampan   Pentas Drama Shine

    "Kenapa, tidak senang?" tanya wanita tersebut sambil bersedekap dan kemudian melengos dengan gaya yang dilebih-lebihkan.Langsung saja Vivian melepaskan pegangannya dan kemudian berjalan dengan cepat ke arah wanita tersebut. "Bagaimana bisa aku tidak senang," sahutnya sambil memeluk erat sahabatnya itu."Kamu tuh ya, bikin aku khawatir saja," ucap Jessy sembari melepaskan pelukan Vivian. "Kamu tidak apa-apa kan?" tanya sambil menatap Vivian dari ujung kepala hingga ujung kaki."Tentu saja tidak apa-apa," sahut Vivian sambil tertawa kecil. "Oh iya, lalu di mana Shine? Bukankah kamu bilang kamu bersamanya?""Dia masih di sekolahan bersama Yella. Aku dengar kamu pulang hari ini, mangkannya aku pulang lebih dulu," terang Jessi sambil mengambil ponselnya yang tiba-tiba berdering.Dan sementara Jessi mengangkat panggilan di ponselnya, kini Vivian berbalik badan dan menatap Raven yang sedang berbicara pada Gustavo. "Kapan dia mengatakan hal ini pada orang rumah?" batinnya.Di saat yang sama,

  • Jebakan Ranjang Suami Tampan   Aku Minta Maaf

    Sepuluh jam berlalu dengan Vivian yang terus berkutat dengan obat-obatan untuk menyembuhkan para tentara yang mengalami efek mengerikan dari racun yang diberikan oleh Aldrich dan sekutunya."Kamu harus istirahat," ucap Raven sembari merangkul pundak Vivian tiba-tiba.Vivian yang sedari tadi berkonsentrasi merawat para tentara pun menoleh. "Kurang sedikit lagi, tinggal beberapa orang yang belum minum penawarnya," jawabnya sambil memejamkan matanya rapat-rapat selama beberapa detik.Melihat Vivian yang menahan pusing, Raven pun menunjuk salah satu tenaga medis. "Kamu dan yang lainnya urus beberapa orang ini, dia membutuhkan istirahat," titah Raven.Vivian yang terkejut mendengar ucapan Raven langsung memaksa matanya untuk terbuka. "Apa maksud kamu, ini sudah menjadi tu—""Itu bukan hanya tugasmu, tapi juga tugas mereka. Kamu sudah cukup bekerja," potong Raven sembari menarik tubuh Vivian untuk masuk ke dalam pelukannya."Benar Nyonya, Anda sudah bekerja keras. Sisanya biar kami yang mela

  • Jebakan Ranjang Suami Tampan   Akhir Taktik

    Saat Vivian ingin menjawab pertanyaan Raven, tiba-tiba saja Verdick berdehem."Semuanya sudah siap, Pak," ucap Verdick dengan ekspresi serius di wajahnya."Baik," sahut Raven yang kemudian mengarahkan pandangannya pada seluruh anak buahnya yang ada di ruangan itu. "Mari kita mulai. Berhati-hatilah kalian."Semua orang pun menganggukkan kepalanya. Tatapan yakin dan siap berkorban apa pun kini mereka semua tampilkan."Kamu tunggu di sini!" titah Raven sambil menoleh pada Vivian."Tidak," tolak Vivian dengan cepat. "Aku akan ikut membantu.""Ck," decak Raven.Namun Vivian tak menghiraukan ekspresi keberatan di wajah Raven, dia dengan santai mengambil salah satu pistol yang ada di sana. "Jika kita menang kamu harus menjelaskan dari mana asal black swan," pintanya sambil memastikan peluru di dalam pistol tersebut.Raven terdiam sejenak. "Apa dia sudah tahu?" batinnya."Baik," sahut Raven pada akhirnya. Setelah itu semua orang pun keluar dari ruangan tersebut lewat beberapa

  • Jebakan Ranjang Suami Tampan   Ditarik Suami

    Kembali Vivian menatap ke arah Aldrich. "Kamu benar-benar ...." Dia berkata seolah tak bisa berkata-kata lagi."Jadi kamu benar-benar mengira kalau akan ada Raven bersamaku?" cibir Aldrich.Vivian menggingit bibirnya memperlihatkan pada semua orang yang ada di sana kalau dirinya sedang kesal tapi tak tahu harus berbuat apa. "Kamu harus tenang Vi," batinnya.Kembali Aldrich membuka mulutnya. "Jika dia benar-benar bersamaku, apa kamu pikir dia masih bisa hidup," imbuhnya."Kenapa? Kenapa kamu ingin menyerang dia? Apakah ada masalah di antara kalian?" tanya Vivian seperti seorang gadis biasa. "Dan Rolland, bukankah kalian bersahabat baik?" Vivian melirik Rolland yang saat ini terlihat kacau dengan wajah babak belur.Tawa dari mulut Aldrich pun menggema di ruangan tersebut. "Jadi kamu benar-benar berpikir kalau Rolland adalah orang baik, sedangkan aku orang jahat? Dasar wanita," ejeknya.Vivian mengepalkan tangannya mendengar perkataan Aldrich. Dia tahu kalau dia memang pernah tertipu ol

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status